Kebahagiaan Karyono dan Jasiem bersama cucunya karena sudah mendapatkan bantuan jamban sehat dari Tzu Chi dan organisasi lainnya sehingga tidak lagi BAB sembarangan.
Desa Kebondalem merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Letak geografis desa ini sebagian besar terdiri dari tegalan dan sebagian besar penduduknya menjadi buruh tani. Akibatnya banyak warga yang hidup dalam kondisi kekurangan dan miskin, sampai ada yang tidak memiliki sarana sanitasi jamban yang baik seperti yang dialami pasangan suami istri Karyono (65) dan Jasiem (60).
Setiap hari Karyono bekerja sebagai pencari pasir di desanya, sedangkan Jasiem menjadi buruh tani serabutan. “Setiap hari jadi petani, tapi kalau ada tetangga yang nyuruh saya mau kerja apalah saya mau selama saya masih bisa. Nyapu, resik-resik (bersih-bersih),” ungkap Jasiem. Keterbatasan ekonomi inilah yang membuat keluarga mereka masuk dalam kategori keluarga miskin. Alih-alih untuk membuat jamban, rezeki yang biasa didapatkan pun hanya untuk membeli keperluan sehari-hari.
“Belum sempet (punya jamban), makanya saya dibantu jamban tuh saya bersyukur. Alhamdulillah kepada Gusti Allah,” kata Jasiem. Ia menjadi salah satu penerima bantuan Program Pembangunan 3.500 Jambanisasi Sehat. Program ini adalah hasil kerja sama dari Tzu Chi Indonesia bersama Pemprov Jawa Tengah, Pangdam Diponegoro, Pengusaha Peduli NKRI, dan Eka Tjipta Foundation di 5 kabupaten prioritas di Jawa Tengah (Kabupaten Banjarnegara, Banyumas, Kebumen, Pemalang, dan Brebes) sejak Januari 2022 lalu.
Harusnya Mudah, Tapi Menjadi Sulit
Hidup di desa memang apa adanya, begitu pula dengan Karyono dan Jasiem. Selama 40 tahun tinggal di RT02/10 Desa Kebondalem, keberadaan jamban pun bukan menjadi hal yang krusial bagi mereka walaupun ada keinginan memilikinya. Selama itu pula, keadaan dan kondisi per-sanitasi-an keluarga ini juga seadanya. Untuk mandi mereka menggunakan kamar mandi yang hanya ditutupi oleh bambu. Sedangkan untuk sarana Buang Air Besar (BAB), mereka yang tidak memiliki jamban membuang kotoran BAB sembarangan dengan menggali tanah atau membuangnya di kolam ikan.
Padahal bahaya dan dampak yang akan ditimbulkan adalah pencemaran lingkungan bahkan bisa menimbulkan stunting bagi pertumbuhan manusia.
Sebelum mendapatkan bantuan jamban, Jasiem harus membawa banyak peralatan untuk sekadar BAB yang lokasinya berada di belakang kandang kambing. Begitu tiba, ia pun langsung menggali tanah dengan linggis untuk BAB.
“Gali lobang, nek mboten teng mblumbang (kalau tidak ya dibuang di kolam),” kata Jasiem menceritakan bagaimana ia dan keluarga BAB setiap harinya. Tentunya tidak sesederhana jika memiliki jamban, saat ingin BAB pun, Jasiem harus segera membawa alat-alat. “Mbeto ember, toya, ciduk, kaleh linggis (bawa ember, air, gayung, sama linggis),” tambahnya. Hal itu juga akan dilakukan oleh 7 anggota keluarga (suami, anak, menantu, dan cucu) yang tinggal bersamanya sebelum mendapatkan bantuan jamban dan kondisi tersebut sudah berlangsung puluhan tahun.
Ketiadaan jamban bagi keluarga Karyono juga memiliki tantangan tersendiri. Apalagi saat ingin BAB pada waktu malam hari karena di sekeliling rumah hanya terdapat area kebun singkong dan jagung. “Takut – nggak takut, ya keluar,” kenang Jasiem setengah tertawa. Sudah membawa banyak peralatan harus membawa senter sebagai penerangan, belum lagi jika bertemu binatang dan saat turun hujan. BAB yang harusnya hal yang mudah, tapi menjadi sebuah kesulitan bagi keluarga Karyono.
Lain lagi jika cucu Karyono dan Jasiem yang ingin BAB. Karena anak-anak lebih susah diaturnya maka harus ekstra hati-hari terutama malam hari. “Dulu cucu juga kalau mau BAB ya ikut. Trus dipegangin juga biar nggak kepleset,” jelas Jasiem.
Ada satu pengalaman yang tidak mengenakkan bagi Karyono karena tidak memiliki jamban. “Nggih angger ndalu trus medal ngaggem oncor (kalau malam hari ya keluar bawa obor/senter). Kadang mlampah (melangkah) kepleset, ambles. Kulo mpun tau kecemplung (saya pun sudah pernah tercebur kolam),” kenang Karyono sambil tertawa terpingkal-pingkal.
Saat dikunjungi perwakilan relawan Tzu Chi Indonesia, Pemprov Jawa Tengah, dan Kodim 0704/Banjarnegara untuk meninjau pembangunan jamban sehat, Jasiem juga menerima bantuan beras dari Tzu Chi.
Setelah disurvei dan didata oleh Pemkab Banjarnegara, Kodim 0704/Banjarnegara, dan aparatur Desa Kebondalem, keluarga Karyono segera mendapat bantuan pembangunan jamban. “Nggih (ya) seneng, bersyukur, Alhamdulillah,” ungkap Karyono.
Proses pembangunan jamban yang tidak memankan waktu lama juga membuat keluarga Karyono bisa lebih cepat merasakan BAB dengan nyaman dan sehat. Sudah hampir satu tahun, mereka tidak menggunakan banyak peralatan saat akan BAB, sekarang tinggal membuka pintu saja.
“Perubahannya udah nggak gali-gali lubang buat buang air besar, sekarang udah senang sekali. Kulo matur nuwun sanget, angsal beras kaleh diwei jamban. Saniki mpun Alhamdulillah (Saya berterima kasih sekali, dapat beras sama dikasih bantuan jamban. Sekarang sudah nyaman),” kata Jasiem sambil tersenyum lebar.
Bersyukur Dibantu Tzu Chi
Tak jauh dari rumah Karyono ada juga Tarsem (55), warga Desa Kebondalem yang juga menerima bantuan jamban. Tarsem sendiri dulu pernah bekerja sebagai asisten rumah tangga di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara. Tetapi karena ada masalah, ia pun memutuskan untuk pulang kembali ke desa.
Tarsem merasa senang karena ia dan suami tidak lagi BAB di kolam ikan karena sudah mendapatkan bantuan jamban sehat yang dibangun di belakan rumahnya.
Di Desa Kebondalem, Tarsem tinggal bersama sama suaminya, sedangkan dua orang anaknya sudah berkeluarga dan masing-masing tinggal di luar Banjarnegara. Setiap hari Tarsem dan suaminya juga bekerja serabutan. “Kadang kalau ada yang nyuruh, ya nyangkul rumput di ladang. Kalau nggak ada yang nganggur. Suami juga sama,” cerita Tarsem.
Dari hasil kerja serabutan ini, Tarsem mengaku bahwa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sangatlah pas-pasan. “Nggak cukup hasilnya, ya apa adanya buat makan. Kalau ada ya bisa makan enak, kalau nggak ada ya seadanya,” kata wanita yang sudah memiliki tiga cucu tersebut.
Saat Tzu Chi Indonesia bersama Pemprov Jawa Tengah, Sinarmas, Kodim 0704/Banjarnegara, Pemkab Banjarnegara mengadakan baksos kesehatan umum dan pembagian beras di SMP 5 Bawang, Banjarnegara pada 17 Desember 2022, Tarsem pun menjadi salah satu penerima bantuan beras.
Saat dikunjungi relawan Tzu Chi Indonesia, Tarsem mengantarkan relawan melihat jamban sehat yang ia miliki. Selain itu Tarsem juga menjadi slah satu penerima bantuan beras 10 kg dari Tzu Chi Indonesia.
“Kadang masak 3 gelas sehari, dan beras ini bisa buat seminggu. Kalau beli beras sendiri kadang curahan, disesuaikan dengan uang yang ada. Sekarang bisa hemat, uangnya buat beli ikan asin, tahu tempe, sayur, minyak, atau sabun gitu,” kata Tarsem bersukacita.
Bukan hanya dibantu beras, Tarsem juga senang karena dibuatkan juga jamban di belakang rumahnya. Biasanya untuk BAB, Tarsem membuangnya di kolam ikan yang di atasnya diletakkan beberapa batang bambu untuk pijakan. “Seneng banget, jadi nggak buang air besar di kolam ikan. Ada tempatnya sekarang,” ungkap Tarsem.
Bantuan jamban dari Tzu Chi dan beberapa organisasi lainnya ini pun sangat berarti bagi Tarsem dan 3.500 keluarga penerima bantuan jamban sehat lainnya. Di tengah kehidupannya yang serba pas-pasan di desa, ada yang secercah harapan dengan memberikan bantuan berupa sanitasi yang baik untuk keluarga.
Setelah mendapatkan bantuan jamban, BAB di kolam ikan dengan menggunakan beberapa batang bambu sebagai pijakan akan menjadi kenangan bagi Tarsem dan suami.
“Kalau ibu bikin sendiri sampai jadi kaya gitu nggak mampu, soalnya ibu nggak punya apa-apa. Kalau punya uang saat ada bantuan aja atau suami lagi kerja di ladang orang. Saya ucapin terima kasih banyak sama Buddha Tzu Chi buat semua bantuannya (jamban dan beras), semoga semuanya panjang umur, berkah barokah rezekinya dan sehat walafiat,” kata Tarsem tersenyum.
Editor: Metta Wulandari