Jawaban Tuhan Indah Pada Waktunya

Jurnalis : Wie Sioeng (He Qi Timur), Fotografer : Kurniawan (He Qi Timur)
 
 

fotoRelawan Tzu Chi melakukan kunjungan kasih ke Omenius Zai, salah satu penerima bantuan pengobatan Tzu Chi. Omenius sangat bersyukur bisa mengenal Tzu Chi sehingga semangat hidupnya kembali bangkit.

“Kehidupan memiliki nilai dan makna ketika kita  sanggup  bertahan  terhadap  cobaan dalam berbagai  keadaan“ (Kata  Perenungan Master  Cheng  Yen)

 

Perjalanan  Hidup  Sebuah  Keluarga
Minggu pagi, 21 Maret 2010,  perjalanan kami diiringi oleh cerahnya sinar sang surya dan cerianya perasaan kami semua, walau tempat yang  akan kami kunjungi  ini agak sulit jalurnya untuk dilewati. Setelah kendaraan yang kami tumpangi parkir di halaman kantor Kodim setempat--petugas di sana mempersilakan karena mengenali  kami  sebagai  insan Tzu Chi— perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki  menyusuri  lorong gang-gang  perkampungan  padat  di daerah  Tanah merah  Plumpang,  Semper, Jakarta Utara. Hari itu kami menuju  kediaman Omenius Zai, salah satu penerima bantuan pengobatan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Beliau menderita Fibro Sarcoma (tumor di bawah ketiak kanan) dan saat ini sedang menjalani  kemoterapi  dan menunggu untuk  kemoterapi  lanjutan yang keempat.

Omenius  Zai  adalah  suami  dari  Reforniaty  dan  ayah  dari  tiga  orang  putra. Sehari-hari ia bekerja sebagai  tukang  ojek  dengan  sepeda motor  sewaan. Mereka tinggal di belakang  Depo  Pertamina  Plumpang  yang hanya  berbatas  tembok  dengan  rumah mereka. Rumah mereka dulunya adalah tanah garapan  yang  dibeli seharga  Rp 1,5 juta pada tahun 2000 dan dibangun  rumah seadanya dengan dinding  kayu. Sebelum  tinggal  di sana, mereka selalu mengontrak rumah. Saat ini lingkungan tempat tinggal mereka kerap dilanda banjir dan lama surutnya akibat saluran pembuangan air yang kurang baik.

Kedatangan kami disambut  dengan senyum  dan wajah  ceria keluarga Bapak Omenius. “Silahkan masuk…, silahkan masuk. Ayo duduk,” kata Reforniaty  menyambut.  “Terima kasih,” jawab kami. Omenius pun mulai bercerita kepada  kami. Ia datang ke Jakarta  sekitar  tahun 1991 dan tinggal dengan pamannya. "Saat itu saya bekerja di sebuah konveksi  membuat  dompet dan  ikat pinggang  di daerah  (Jalan) Kartini sambil terus mencari pekerjaan lain,”  tuturnya lancar. Hingga akhirnya tujuh bulan kemudian ia diterima bekerja sebagai tenaga Satuan Pengamanan (Satpam) di sebuah perusahaan kayu lapis di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Namun  pada tahun 2005, perusahaan  tempatnya  bekerja  tutup dan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sejak saat itu Omenius bekerja apa saja hingga akhirnya mengojek untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

 

foto  foto

Ket : - Rumah Omenius Zai berada di lingkungan yang selalu becek dan banjir bila hujan. (kiri)
          - Untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya, Omenius bekerja apa saja, termasuk mengojek. (kanan)

Hanya  Bisa Diam dan Pasrah Menghadapi Cobaan.
“Sekitar  tahun  2005 ada benjolan  sebesar  biji  kacang  hijau di bawah ketiak kanan saya. Lama-lama setahun  kemudian  benjolan  itu  membesar  sebesar  ibu jari  kaki. Saat itu saya tidak tahu itu tumor, karena saya kira hanya benjolan biasa saja. Kemudian saya berobat  ke RS Koja  dan dioperasi  di sana dengan biaya sendiri karena ada uang pesangon,” kata Omenius mengenang, “setelah diperiksa di laboratorium, oleh dokter dinyatakan sebagai tumor ganas dan harus menjalani kemoterapi dan  dirujuk ke RS Dharmais. Setelah saya tanya ternyata biayanya mahal sekali. Saya pasrah dan diamkan saja karena tidak ada uang lagi.”

“Di tahun 2007 tumbuh  lagi benjolan  yang sama  sebesar  biji  kacang  hijau. Posisinya  tiga jari di bawah  (tumor) yang  sebelumnya. Saya biarkan sampai dua tahun dan ternyata semakin besar hingga beratnya mencapai 1 ½ kg,” kata Omenius yang kemudian segera memeriksakan diri ke RS Koja. Oleh dokter disarankan untuk segera dioperasi karena sudah menjalar ke kulit.  Dengan uang hasil pinjaman sana-sini akhirnya Omenius kembali menjalani operasi untuk yang kedua kalinya. Dokter  menganjurkannya untuk dikemoterapi karena sudah grade tiga dan dirujuk kembali  ke RS Dharmais. Sepulang dari rumah sakit, Omenius pun berbicara dengan sang istri tentang anjuran dokter untuk melakukan kemoterapi. Tapi karena bayangan biaya kemoterapi  yang mahal akhirnya “saran” itu hanya menguap begitu saja. “Karena tidak ada biaya lagi akhirnya  saya pasrah dan diamkan saja,” kenangnya pahit.

Siaran  Da Ai  TV Membawa Harapan.
“Suatu hari ada tetangga  saya  ada yang  meninggal  karena  sakit, dan (hal ini) membuat saya patah semangat karena saya  tahu  penyakit saya sudah parah. Setiap  saat  saya berdoa, ‘harapan saya ya Tuhan, bagaimana  dengan  anak-anak  yang masih  kecil-kecil, bagaimana  dengan  kehidupan  mereka  ke  depan.’  Saya  bergumul  dalam  doa  setiap saat. Mungkin arahan Tuhan saya bertemu dengan Tzu Chi. Saya senang sekali karena Tuhan menjawab doa  saya melalui Yayasan Buddha Tzu Chi," ungkap Omenius haru.

foto  foto

Ket : - Relawan dengan berhati-hati berjalan pulang dari rumah Omenius yang selalu banjir saat hujan.  (kiri).
         - Keluarga Omenius Zai mengantar kepergian relawan Tzu Chi yang telah mengunjunginya.(kanan)

Omenius sendiri mengetahui Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia setelah menonton  siaran Da Ai  TV. “Sehabis  berdoa  malam  itu,  tanpa  sengaja  saya  melihat ada siaran  acara pemberian bantuan dan pertolongan  kepada  orang-orang  yang  tidak  mampu  seperti  saya. Dari  situ harapan saya timbul  untuk  bisa  sembuh, maka  saya mencari  tahu  alamatnya dan menberanikan diri  dengan  mendatangi   kantor  Yayasan Buddha  Tzu Chi untuk mengajukan permohonan bantuan pengobatan saya,” terangnya.

Setelah permohonan bantuan Omenius disetujui, semangat hidupnya pun kembali bangkit. “Sekarang ada harapan buat saya dan juga anak-anak,” ungkapnya. Terlebih pascakemoterapi ia sama sekali tidak bisa mencari nafkah. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari, Tzu Chi memberikan bantuan sembako. “Kadang  saya  bicara  dengan istri,  bagaimana, balas pakai apa ke Yayasan Buddha Tzu Chi atas semua  bantuan  dan perhatian ini? Syukurlah, ternyata di Tzu Chi ada penggalangan dana dengan menggunakan celengan bambu yang  dananya sesuai dengan kemampuan dan kondisi kami. Saya  sangat  bersyukur  diberi  tahu tentang  ini  oleh  relawan  karena bila saya sudah sembuh  saya  bisa  turut bersumbangsih  juga,” janji Omenius.

Saat hari sudah siang, kami pun pamit untuk melanjutkan kunjungan ke tempat berikutnya. Kasih Tuhan selalu ada bila kita percaya pada-Nya bahwa pertolongan itu bisa melalui cara apapun dan siapapun. Ternyata  jawaban Tuhan itu sangat indah  pada  waktunya.  Seusai kunjungan ini, pada hari Rabu, 24 Maret 2010, Omenius pun menjalani rawat inap di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta untuk menjalani kemoterapi lanjutan.

 

  
 
 

Artikel Terkait

Suara Kasih : Keindahan Individual Saat Bencana

Suara Kasih : Keindahan Individual Saat Bencana

25 Maret 2011 Kali ini, meski Jepang diguncang bencana yang dahsyat, namun kita dapat melihat keindahan individual dalam diri setiap warganya. Selain itu, karena pembangkit listrik tenaga nuklir yang bermasalah, Perdana Menteri Jepang mulai mengimbau seluruh warganya agar memakai listrik secara bergiliran.
Bantuan Gunung Sinabung

Bantuan Gunung Sinabung

30 Januari 2014 Bantuan ini merupakan bantuan yang keempat kalinya disampaikan oleh Tzu Chi Medan. Bantuan pertama diberikan pada tanggal 17 September 2013, dua hari setelah terjadinya erupsi kembali di Gunung Sinabung.
Donor Darah yang Membawa Pesan Kebaikan

Donor Darah yang Membawa Pesan Kebaikan

01 April 2024

Komunitas relawan Tzu Chi di Xie Li Sunter mengadakan donor darah yang bekerja sama dengan RS. Royal Progress Sunter, serta Palang Merah Indonesia. Meski di bulan puasa, jumlah donor menurun, namun donor darah kali ini tetap berhasil mengumpulkan 49 kantong darah.

Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -