Jing Si Talk: Empat Cara Melepas
Jurnalis : Erli Tan (He Qi Utara), Fotografer : Stephen Ang (He Qi Utara)Minggu, 18 September 2011, Oey Hoey Leng Shijie, relawan Tzu Chi membawakan tema “Empat Cara Melepas” dalam acara Jing Si Talk di Jing Si Books and Cafe Pluit, Jakarta Utara. |
| ||
Di awal acara, Livia Shijie mengajak 29 peserta yang hadir untuk menyanyikan lagu “Da Chan Hui” (Pertobatan Besar). Sesuai dengan pesan Master Cheng Yen, tahun ini merupakan tahun pertobatan, setiap orang hendaknya menyadari kesalahan, memperbaiki kesalahan, dan mendalami pertobatan dengan mengikis setiap noda batin. Setelah menyanyikan lagu yang meski hanya berisi empat baris namun memiliki makna yang dalam, para peserta diajak untuk belajar dan bersama-sama memeragakan isyarat tangan yang cukup sederhana. Semua peserta terlihat sangat bersungguh-sungguh melakukannya. Setelah itu tanpa berbasa-basi, Po San Shixiong sebagai pembawa acara langsung masuk ke inti acara dan memperkenalkan pembicara, yaitu seorang relawan komite yang juga merupakan seorang praktisi di dunia pendidikan: Oey Hoey Leng Shijie. Dengan membawakan tema “Empat Cara Melepas”, Hoey Leng Shijie mengaku mendapat banyak inspirasi dari buku “Cacing dan Kotoran Kesayangan”-nya Ajahn Brahm. Kita yang Menentukan
Keterangan :
Adapun empat cara melepas yang dirumuskan oleh Hoey Leng Shijie adalah: “Satu hal hanya pada satu waktu”, “mau di sini”, “memberi tanpa harap kembali”, dan “batin teflon”. Hoey Leng Shijie menjelaskan dengan perumpamaan yang sangat menarik dan mudah dimengerti, “Ibarat ranting pohon yang bila kita pegang, apakah berat? Tidak, nah bagaimana bila ranting itu dipegang seharian? Tentu kita akan kelelahan dan merasa berat. Mengapa, karena kita membawanya sepanjang waktu. Begitu juga dengan ransel batin kita, selalu terisi banyak hal yang mungkin tidak dibutuhkan pada saat itu. Karena itu, cukup satu hal dalam satu waktu, jangan memikirkan yang lain.” Seperti yang sering Master Cheng Yen katakan, hiduplah pada saat ini dan genggamlah saat ini. Cara kedua adalah “mau di sini”. “Selama kita mau di sini, maka kita bebas. Kita sadar kita mau melakukannya sehingga batin kita terasa bebas. Kita juga tidak perlu mengubah siapapun atau keadaan apapun, selama kita mau menerima, maka kita bebas, ini disebut juga dengan rasa puas atau kecukupan hati,” tuturnya. Cara ketiga adalah dengan “memberi tanpa harap kembali”. Saat kita melakukan sesuatu untuk orang lain kemudian mengharapkan sesuatu, dan ternyata harapan kita tidak tercapai maka itu akan menyebabkan duka yang besar bagi kita. Terhadap hal ini Hoey Leng memiliki tips yang unik, “Penting untuk tidak menanggapi omongan orang yang tidak enak, sebaliknya bila ada yang memberi pujian, anggap aja itu bonus. Jangan ada keinginan untuk diakui atau dipuji, lepas aja. Pujian dibawa terus lama-kelamaan malah akan menjadi serakah,” ujarnya disertai senyum. Para peserta yang mendengar terlihat mengangguk ringan tanda setuju. Memiliki “batin teflon” adalah cara keempat, yaitu batin yang bebas dari segala kemelekatan dan melihat dunia ini apa adanya. “Orang yang memiliki batin teflon selalu gembira. Bila batin tidak teflon maka ibarat masakan yang sudah lama pun tetap lengket sehingga lama-kelamaan menjadi hangus, melekat, dan tidak akan hilang,” ungkapnya. Sungguh indah bila memiliki batin anti lengket seperti teflon, kita bisa hidup dengan batin yang bebas. Dengan batin anti lengket, bebas dari segala masakan hangus yang kotor, batin akan menjadi lebih cerah dan cenderung tidak sulit untuk melihat Dharma dan kebenaran, sehingga lebih mudah bagi kita untuk membina kebijaksanaan.
Keterangan :
Belajar Melepas dan Keluar dari Penjara Batin Dari pemahaman ‘melepas’ ini, ada beberapa peserta yang sharing mengenai pengalaman pribadinya. Seperti Livia Shijie yang menyatakan bertobat atas sikap dan pemikirannya, “Saya benar-benar harus bertobat, saya baru sadar selama ini masih mengharapkan pamrih dari orang lain, merasa diri tanpa pamrih, tapi setelah dipikir-pikir saya masih ada rasa mengharapkan pamrih, sungguh harus bertobat. Gan en kepada Hoey Leng Shijie yang mengingatkan saya.” Lain dengan Shelly Shijie yang melihatnya dari sudut berbeda, “Kita harus bersyukur, melepas juga ada unsur bersyukurnya. Bila kita mengeluh terus berarti tidak bersyukur. Dengan bersyukur kita tidak akan merasa terbebani,” ujar Shelly Shijie. Hoey Leng Shijie juga menimpali bahwa ketika suaminya sakit dan akhirnya meninggal dan disemayamkan di rumah duka, ia masih tetap menanamkan kesadaran akan rasa syukur dalam dirinya, “Melihat semua sanak saudara, keluarga, teman-teman, insan Tzu Chi semuanya hadir, berkumpul, dan mendoakan shixiong (suami) saya, saya merasa itu bukan rumah duka, tapi rumah bahagia.” Walaupun terasa getir namun ia masih dapat bersyukur. Para peserta yang hadir merasa setiap ucapan Hoey Leng Shijie sangatlah inspiratif. Jing Si Talkakhirnya harus berakhir. Acara ditutup oleh Po San Shixiong dan para peserta memberi penghormatan kepada Master Cheng Yen. Mereka pulang dengan membawa manfaat yang besar bagi kehidupan mereka masing-masing. Semoga setiap orang dapat belajar ‘melepas’ dari waktu ke waktu, dan semoga semuanya berbahagia. | |||
Artikel Terkait
Menjadi Remaja yang Keren di Kamp Pendewasaan Remaja Tzu Chi
10 April 2017Bergerak Cepat Membantu Warga yang Dilanda Musibah Kebakaran
11 Desember 2023Sumbangsih bagi Masyarakat di Tanjung Jabung Timur
14 September 2020Dalam upaya mencegah meluasnya penularan Covid-19, komunitas relawan Jambi 3 menyalurkan 1.100 masker kain dan 10 unit alat cuci tangan mekanis kepada masyarakat melalui Palang Merah Indonesia Kabupaten Tanjung Jabung TImur, Jambi. Kegiatan dilaksanakan pada 31 Agustus 2020 dan bantuan diterima oleh Ketua PMI Kabupaten Tanjung Jabung Timur.