Jing Si Talk : Pintu Gerbang Tzu Chi
Jurnalis : Chandra Wijaya (Tzu Ching), Fotografer : Chandra Wijaya (Tzu Ching) Berkat jodoh baik yang terjalin, Jing Si Talk dengan tema “Pintu Gerbang Tzu Chi” dihadiri oleh 31 orang. |
| ||
Berkat jodoh baik yang terjalin, sebanyak 31 orang hadir pada acara Jing Si Talk yang penuh dengan kehangatan. Jing Si Talk yang diadakan di Jing Si Books & Café Mal Kelapa Gading ini dibawakan oleh Ong Hok Cun Shixiong, atau yang biasa dipanggil dengan Acun Shixiong. Awalnya, acara dimulai dengan tidak begitu banyak orang, tetapi akhirnya peserta satu per satu tiba dan masuk ke Jing Si Books & Café. Begitu memasuki ruangan, terdengar suara canda dan tawa Acun Shixiong yang penuh keramahan. Jing Si Talk kali ini bertemakan “Pintu Gerbang Tzu Chi”. Acun Shixiong yang sehari-hari mengurus pasien yang menerima bantuan Tzu Chi di RSCM sudah tidak asing lagi di mata para relawan dan pasien penerima bantuan. Tentu banyak yang penasaran tentang kisah seorang Acun Shixiong dalam mengenal, bekerja dan mendalami Tzu Chi hingga saat ini. Acun Shixiong adalah seorang warga Tangerang keturunan Tionghoa yang sering disebut dengan Cina Benteng. Kenapa seorang Acun Shixiong dapat masuk ke Tzu Chi dapat bertahan hingga 17 tahun sampai sekarang? Acun Shixiong menjawab, “Jodoh, kalau tidak ada jodoh, tidak mungkin saya bisa berdiri di sini bertemu dengan shixiong shijiesekalian.” Jodoh itu bermula pada hari di mana ia bertemu dengan Liu Su Mei, ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, dan Rui Hua Shijie ketika sedang melakukan misi amal di Tangerang. Kegiatan survei anak asuh ini merupakan salah satu cikal bakal misi amal Tzu Chi di Indonesia. “Saya mengira Yayasan Buddha Tzu Chi sama dengan organisasi Buddha lainnya,” kata Acun Shixiong. “Namun pemikiran itu berubah karena terkesan dengan sumbangsih dan perjuangan Su Mei Shijie ketika berada di Tangerang dalam menolong anak dari seorang ibu muda yang terkena paru-paru basah yang saat itu sedang mengalami komplikasi dan terbaring lemah,” lanjut Acun Shixiong. Liu Su Mei meminta Acun Shixiong membawa anak ini ke rumah sakit yang bisa menangani penyakit anak ini tanpa memikirkan biaya yang diperkirakan bisa cukup mahal. “Setelah melihat perjuangan Su Mei Shijie, saya terkesan dengan ibu-ibu. Apakah mereka seorang malaikat yang membawa pasien tanpa memperhitungkan biaya?” kata Acun Shixiong.. Filosofi dari misi amal Tzu Chi adalah membantu orang yang kurang mampu, dan mengajak orang yang kurang mampu tersebut untuk membantu orang lain. Di balik jodoh Acun Shixiong bertemu dengan Tzu Chi, ternyata keluarga Acun Shixiong adalah keluarga yang kurang mampu. Sang Ibu merupakan seorang pedagang kue, tetapi sejak kecil beliau selalu mendidik anak-anaknya agar tidak boleh tangan di bawah, melainkan berusaha supaya tangan di atas.
Keterangan :
Belajar dari Perjuangan Pasien Pada saat itu Ani akan dibersihkan lukanya. Dokter lantas bertanya apakah anak ini bisa menahan rasa sakit dan ingin dibius. Kemudian Acun Shixiong bertanya kepada Ani, dan ternyata ia menolak untuk dibius saat melakukan pembersihan, melainkan ingin dibelikan komik dan tetris jika mau dibersihkan lukanya. Setelah dibelikan komik dan tetris, Ani pun mulai membaca komik dan bermain tetris tersebut, di saat itulah sang dokter membersihkan luka Ani. Herannya, Ani tidak meraung-raung kesakitan ketika dokter melakukan pembersihan lukanya. Ani mengatakan bahwa, kalau kita rasakan itu sakit, kita juga akan rasa sakit. Beberapa bulan kemudian, Ani dioperasi dan dokter menyatakan Ani tidak bisa diselamatkan jika tidak melalui amputasi di atas lutut karena kankernya telah menyebar ke badan. Akhirnya, mau tidak mau Ani harus diamputasi hingga bagian paha. “Saya sangat bersyukur. Walaupun saya kehilangan satu kaki, tapi saya masih ada satu kaki,” ujar Ani. “Anak ini memang luar biasa. Saya selalu banyak belajar Dharma dari pasien, dan ini saya belajar dari seorang anak kecil,” kata Acun Shixiong. Setelah kaki Ani diamputasi, dokter menyarankan Ani untuk menjalani kemoterapi. Tetapi Ani menolak dan memutuskan untuk kembali ke Pontianak. Keputusan ini menyebabkan dokter memvonis Ani hanya bisa bertahan hidup selama 3 bulan jika tidak dikemoterapi. Tanggal 23 Februari 2005, Anipun menghembuskan nafas terakhirnya. Acun Shixiong semakin terharu dengan Ani saat ia pertama kali tiba di rumahnya di Singkawang, Kalimantan Barat. Ani pernah mengatakan kepada sang Ibu bahwa, “Kita lahir di dunia ini, kita tidak tahu. Kita pergi dari dunia ini, kita juga tidak tahu. Artinya hidup ini tidak kekal.” Perkataan anak sekecil ini yang sudah mengerti tentang ketidakkekalan hidup ini, membuat Acun Shixiong terharu. Hal ini menyebabkan sejak saat itu, ia akan berusaha melayani pasien semaksimal mungkin.
Keterangan :
Jodoh Panggilan Hati Master Cheng Yen sering menyerukan agar setiap relawan menggalang lebih banyak Bodhisatwa baru. Dengan adanya Jing Si Talk ini, diharapkan mampu menggalang lebih banyak Bodhisatwa baru dan menyebarkan ajaran Jing Si. Di antaranya adalah Kartini dan Paulina, peserta dari Jing Si Talk kali ini yang pada awalnya tidak saling kenal. Awalnya mereka hanya sedang berjalan-jalan di Mal Kelapa Gading dan secara tidak sengaja melewati Jing Si Books & Café. Akhirnya, mereka pun masuk, mengikuti acara malam itu hingga selesai. Di saat itu barulah mereka saling berkenalan. “Ini semua panggilan, dan tidak ada yang bisa mengelak panggilan yang mengetuk hati kita,” ungkap Paulin. Kartini telah mengetahui Tzu Chi dari DAAI TV selama beberapa tahun belakangan dan ingin mengetahui lebih dalam, tetapi baru kali ini bisa ikut secara langsung dalam kegiatan Tzu Chi. “Saya suka dengan kegiatannya, kegiatannya di DAAI bagus, bantu dengan tulus,” ungkap Kartini. Dulunya ia bekerja sehingga tidak bisa ikut dalam barisan Tzu Chi, sekarang ia telah pensiun dari pekerjaannya dan barulah ia memulai selangkah demi selangkah berjalan di Jalan Tzu Chi. Barisan insan Tzu Chi adalah sebuah barisan yang panjang. Semoga dengan adanya jodoh baik, setiap orang dapat menambah panjang barisan insan Tzu Chi dalam mengemban visi dan misi Tzu Chi. | |||