Kado Imlek untuk Cin Siang

Jurnalis : Widodo (Tzu Chi Cabang Sinarmas), Fotografer : Widodo, Thoe Yulius (Tzu Chi Cabang Sinarmas)

Tampak bagian depan rumah Cin Siang sebelum dibedah.


Cinta kasih adalah benih yang ditanam di lahan berkah dalam batin setiap orang. Seberapa banyak benih cinta kasih yang ditebarkan, sebanyak itu pula hasil yang akan dipanen.

(Kata Perenungan Master Cheng Yen)

Hamparan sawah menyambut siapa saja yang menyambangi Kampung Suka Damai, Desa Pangkalan, Teluknaga, Tangerang. Meski dikelilingi perkampungan dan pabrik, beberapa petak sawah masih menjadi tumpuan hidup banyak orang di kampung ini. Itu pula yang dijalani Marsin atau yang akrab disapa Cin Siang (58) selama 18 tahun terakhir. Dari hasil menggarap sawah orang ini, Cin Siang menghidupi istri dan 6 orang anaknya yang bernama Edih (34), Titin (28), Erma (25), Dian (20), Pipih (16), dan Riski (15).

“Ya cukup gak cukup kita usahakan cukup saja. Makan seadanya ajalah,” ujar Cin Siang.

Dari 6 anaknya, Titin, anak keduanya sudah berkeluarga dan tinggal terpisah. Sementara anak-anak yang lain masih tinggal bersama di rumah sederhana berukuran 5 x 8. Termasuk satu orang cucu bernama Edwin (5) anak dari Erma yang sudah berpisah dengan suaminya.

Kondisi dalam rumah setelah dikosongkan sebelum dilakukan pembangunan. Anyaman bambu menjadi pelindung rumah keluarga Cin Siang.


Rumah yang ditempati Cin Siang dan keluarga ini adalah warisan dari orang tuanya. Bagian depan berupa papan berwarna biru yang sudah mulai kusam digerus waktu. Sementara dindingnya dari gedek (anyaman bambu). Rumah ini selalu bocor ketika hujan tiba. “Iya kalau bocor anak-anak cari tempat neduh sendiri-sendiri aja, kadang di rumah saudara, kadang ke tempat tetangga. Kalau saya ya tetap di sini,” kata Cin Siang.

Banyaknya anggota keluarga yang tinggal bersama, membuat penataan ruangan keluarga ini seadanya. TV tabung 14 inch sebagai satu-satunya hiburan di rumah ini menjadi barang paling berharga. Sementara untuk kebutuhan mandi dan cuci, Cin Siang menumpang ke tempat saudara yang tinggal persis di sebelah rumahnya.

Relawan Tzu Chi Cabang Sinar Mas turut membantu menurunkan material rumah ketika proses bedah rumah berlangsung.


Menggarap sawah sudah Cin Siang tinggalkan seiring berpindahnya kepemilikan sawah yang ia garap. “Ya mau bagaimana, saya kan tergantung sama yang punya lahan. Lagian umur juga sudah segini, kerja berat pasti udah gak sekuat dulu,” ungkapnya. Beruntung kini ia memiliki kesibukan baru membantu menggembalakan bebek milik saudaranya.

Setiap pukul 08.00, Cin Siang melepaskan 100 bebek ke sawah untuk mencari makan. Beberapa saat ia menunggu untuk memastikan bebek-bebek yang digembalakan tidak mengganggu sawah orang yang baru ditanami benih padi. Sore hari sekitar pukul 15.00 bebek-bebek ini digiring kembali ke kandang.

Dari pekerjaan itu, Cin Siang mendapatkan upah Rp 40.000 setiap hari. Sesekali ia juga mencari rumput atau membantu siapa saja yang meminta bantuan. “Asal tenaganya ada saya mau aja kerjain.

Cin Siang menggembalakan bebek di sawah tak jauh dari rumahnya.


Dulu Cin Siang memiliki bebek sendiri, tetapi seiring kebutuhan hidup, satu per satu bebeknya dijual untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Untuk membantu kebutuhan keluarga, sang istri, Idah (51) menjadi tukang urut panggilan. “Iya lumayan untuk bantu suami, syukurlah kalau ada yang panggil. Cuma memang ini agak seret panggilan,” ungkap Idah.

Ekonomi keluarga yang kurang, berimbas pada pendidikan anak-anak Cin Siang. Selain Pipih yang sekarang duduk di kelas 10 SMAN 5 Kabupaten Tangerang, lima anak lainnya mengenyam pendidikan hingga SD. “Habis anak-anak juga pada gak gitu mau sekolah. Ya saya juga gak bisa maksa. Saya cuma pesen ke mereka, meski gak sekolah tinggi, tapi jangan sampai panjang tangan. Itu yang paling penting” imbuhnya. Saat ini hanya Edih (anak pertama) dan Dian (anak keempat) yang membantu kebutuhan Cin Siang dengan menjadi buruh rangge yang digunakan untuk pakan burung. Itupun dengan penghasilan yang tidak menentu.

Dengan kondisi keluarga seperti ini, impian Cin Siang untuk memperbaiki rumah hanya menjadi angan semata. “Iya saya juga kepikiran terus untuk benerin rumah, tapi keadaannya belum memungkinkan. Mau bagaimana lagi,” ujarnya pasrah.

Tangis haru Cin Siang saat relawan menyerahkan rumahnya yang telah selesai dibedah.


Budi, pemuka agama Buddha di Teluknaga menjadi jembatan jalinan jodoh Cin Siang dengan relawan Tzu Chi Cabang Sinar Mas. Setelah sebelumnya membantu bedah rumah keluarga Anton Siotang di Kampung Melayu Timur, Romo Budi, begitu ia biasa disapa, menyampaikan kepada relawan jika ada rumah lain yang perlu dibantu. Relawan bergegas melakukan survei. Dan dari hasil survei dan diskusi lebih lanjut, rumah Cin Siang akhirnya disetujui untuk dibedah. Selama rumahnya dibedah, Cin Siang mengontrak tak jauh dari rumahnya. Setiap hari Cin Siang dan anak-anaknya membantu pengerjaan rumahnya. “Ya karena udah gak sabar mau pindah, biar cepet jadi kita bantu yang bisa kita bantu”.

Cin Siang ditemani istri dan cucunya berdoa di depan rumah, berharap kehidupannya semakin membaik seiring penempatan rumah barunya.


Tiga bulan berselang relawan kembali berkunjung untuk menyerahkan rumah yang telah selesai dibedah. Tangis haru Cin Siang tumpah. Tak henti ia menghampiri relawan mengucapkan terima kasih. “Ya saya cuma mau bilang terima kasih atas semua bantuannya ini. Sekarang sudah tidak perlu khawatir kebocoran lagi,” ujarnya sambil menahan haru. Idah pun ikut menangis bahagia melihat suaminya berlinang air mata. “Lihat suami nangis, saya jadi ikut kebawa juga. Udah seneng sekarang. Rumah udah bagus begini,” ujar Idah.

Rumah yang diimpikan Cin Siang puluhan tahun sudah terwujud. Rumahnya sudah bersalin rupa. Dari yang dulunya berdinding anyaman bambu sudah berganti dinding tembok bercat putih. Penataan ruangannya pun sudah jauh lebih baik. Terdapat 3 kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan kamar mandi. Sehingga Cing Siang tidak perlu lagi menumpang ke tempat saudaranya untuk keperluan mandi dan cuci.

Cin Siang dan istri di depan rumah yang sudah selesai diperbaiki.


Tony, salah satu relawan Tzu Chi dari Xie Li Head Office turut bersyukur dengan selesainya bedah rumah Cin Siang. “Begitu saya lihat bedah rumah ini waduh dalam hati saya berpikir ini suatu karma yang baik buat Pak Cin Siang. Rumahnya bagus sekali, di luar ekspektasi saya. Tentu saya turut berbahagia dengan Pak Cin Siang. Semoga Pak Cin Siang bisa mendapat berkah yang lebih baik. Harapan saya sama Pak Cin Siang bisa merawat dengan baik rumah ini,” pungkas Tony.

Editor: Metta Wulandari

Artikel Terkait

Kisah Tabungan Batu Bata

Kisah Tabungan Batu Bata

16 Juni 2014 Mimpi yang dibangun di atas niat dan keyakinan seketika berubah menjadi nyata. “Kami seperti menabung batu-bata,” ujar Ustaz Azhari. Rumah mereka yang dulunya tak layak huni kini telah berubah menjadi indah. Impian mereka yang dulu terasa sangat tinggi kini sudah mampu tergapai. Luapan sukacita tergambar dari setiap senyum yang tergurat di wajah mereka.
Rumah yang Kini Lebih Nyaman

Rumah yang Kini Lebih Nyaman

28 September 2018
Sampai tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Begitu yang dirasakan Ratna Ningsih (67) setelah renovasi rumahnya selaku keluarga veteran Kopassus di Komplek Purnawirawan Kopassus Pelita 1, Tapos, Depok, Jawa Barat rampung. 
Bedah Rumah Tzu Chi Tahap Kedua di Surakarta

Bedah Rumah Tzu Chi Tahap Kedua di Surakarta

04 Maret 2024

Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Pemkot Surakarta mengadakan Program Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kota Surakarta. Sebelumnya Tzu Chi juga telah membangun 10 rumah warga. 

Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -