Kado Istimewa Bagi Warga Desa Cilangari di Bulan Ramadan

Jurnalis : Galvan (Tzu Chi Bandung), Fotografer : Galvan (Tzu Chi Bandung)


Selain menyerahkan kunci rumah, relawan menambah kebahagian warga penerima bantuan dengan memberikan bingkisan paket lebaran. Saat itu bertepatan dengan bulan puasa dan empat hari menjelang Hari Raya Idulfitri 1440 H.

(Pembagian sembako dan peresmian rumah bantuan di Desa Cilangari Kec. Gununghalu, Kab. Bandung Barat. 1 Juni 2019)

Program Bedah Rumah adalah salah satu tindakan nyata yang dipersembahkan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi dalam menangani kemiskinan. Selain bedah rumah, berbagai misi kemanusian telah dijalankan dan disalurkan kepada masyarakat yang masih membutuhkan. Bantuan tersebut tentu tak hanya disalurkan di perkotaan saja, tetapi daerah terpencil yang sulit dijangkau pun tak luput menjadi perhatian Tzu Chi untuk menyalurkan bantuan dan menebar cinta kasihnya.

Melalui Program Bedah Rumah pula, Yayasan Buddha Tzu Chi memberikan bantuan kepada warga Desa Cilangari, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat. Kecamatan Gununghalu terdiri dari tujuh desa, yaitu Desa Bunijaya, Celak, Cilangari, Gununghalu, Sindangjaya, Sirnajaya, Sukasari, Tamanjaya, dan Wargasaluyu. Dari tujuh kecamatan ini, jumlah warga diperkirakan mencapai hampir 10 ribu jiwa. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani, karena wilayah ini dikelilingi persawahan, perkebunan sereh wangi dan sayuran.

Berlanjutnya Kebajikan
Sementara itu, jalinan jodoh Tzu Chi di Gununghalu khususnya di Desa Cilangari terjalin pada Februari 2018 tahun lalu, kala itu relawan Tzu Chi mengadakan survei rumah yang tidak layak huni di Cilangari dan di waktu yang sama, para relawan bersama warga setempat melihat kondisi Musala Riadussalam yang kondisinnya cukup memprihatikan. Setelah melalui pertimbangangan, musala tersebut mendapatkan bantuan pembangunan. Selain Musala, bantuan diberikan dengan merenovasi Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muslimin.


Irma Muldiani (24), warga yang mewakili para penerima bantuan rumah lainnya, memberikan ucapan terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang telah membangun kembali rumah mereka menjadi hunian yang layak.

Perhatian pun berlanjut pada survei kedua tepatnya 20 Desember 2018, 20 relawan Tzu Chi  disebar di Desa Cilangari untuk melihat dan mendapatkan data rumah yang akan dibangun kembali atau direnovasi. Medan yang dilaluinya terbilang cukup berat, menyusuri jalan setapak bertanah liat merah, melewati perkebunan warga hingga naik turun perbukitan. Kondisi itu tidak menyurutkan niat dan tekad relawan untuk menjalankan misi amal Tzu Chi.

Setelah itu, sebanyak 20 rumah terpilih untuk dibangun kembali namun setelah berbagai pertimbangan berdasarkan data status kepemilikan tanah dan bangunan, hanya 17 unit rumah yang lolos untuk mendapatkan bantuan rumah. Sebanyak 11 rumah dibangun total dan enam direnovasi.

Pembangunan dimulai pada Maret 2019, pada prosesnya, pembangunan dibagi beberapa tahap, sebanyak tiga unit rumah menjadi awal dimulainya program bedah rumah. Setelah itu pada tahap ke-2, 10 rumah dibangun dan sambil berjalan (awal bulan Mei) memasuki tahap akhir, untuk membangun empat unit rumah. Dan hanya dalam kurun waktu dua bulan seluruh unit telah rampung. Rata-rata rumah para penerima bantuan berukuran 5 x 7 meter dan memiliki 1-2 kamar tidur, ruang tengah, dapur, serta MCK (Mandi, Cuci, Kakus).


Relawan Tzu Chi mendampingi warga penerima bantuan pada saat penandatanganan Nota Kesepahaman dalam penyerahan atas kepemilikan rumah.

Sabtu, 1 Juni 2019 atau empat hari menjelang Hari Raya Idulfitri 1440 H, rumah bantuan itu resmi digunakan. Acara peresmian ini ditandai dengan penyerahan surat Nota Kesepahaman Program Bebenah Rumah bantuan Yayasan Buddha Tzu Chi kepada para warga penerima bantuan di Desa Cilangari. Acara dihadiri oleh Kepala Desa Cilangari H. Sabana, Kapolsek Gununghalu AKP. Taryanto, SH, Kapten TNI Asep Sukandar perwakilan dari KODIM 0609 Gununghalu Bandung Barat, serta para warga.

H. Sabana menyampaikan bahwa ini adalah bukti nyata dari aksi solidaritas yang mengedepankan ketulusan serta menjaga keharmonisan bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan. Tanpa membeda-bedakan agama ataupun golongan dan etnis. “Yayasan Tzu Chi telah membuktikannya kepada kita semua, dan ini harus menjadi contoh teladan kita sebagai manusia yang ditakdirkan untuk saling menjaga dan membantu bagi seluruh makhluk hidup,” kata H. Sabana, pada sambutannya sesaat sebelum seremonial penyerahan kunci dilaksanakan.


Di acara peresmian bedah rumah turut diadakan pembagian paket sembako kepada 180 warga yang menerima. Paket tersebut berisi, beras, DAAI Mi, minyak goreng, dan deterjen.

Relawan Tzu Chi pun turut merasakan kebahagiaan karena telah diterima dan dapat menjalin jodoh dengan warga Cilangari, hal ini disampaikan oleh Afrizal dalam sambutannya, “Semoga bantuan ini dapat bertahan hingga lama, mudah-mudahan bapak ibu yang rumahnya telah dibangun kembali dapat istirahat dengan nyaman. Dan jangan lupa setelah mendapatkan bantuan ini, mari kita bersama-sama membantu kembali saudara-saudara kita yang masih kesusahan,” ajak Afrizal kepada para warga yang menghadiri acara peresmian bedah rumah dan pembagian sembako di kantor Ds. Cilangari.

Di hari yang sama, relawan Tzu Chi ingin menambah kebahagiaan warga dengan membagikan 180 Paket Cinta Kasih Lebaran kepada warga sekitar. Paket ini berisi beras, mi instan DAAI, minyak goreng, dan deterjen. Secara simbolis sepuluh warga manula menerima paket lebaran ini.

Asa yang Terjawab
Bedah rumah di Cilangari menorahkan kisah tersendiri bagi relawan Tzu Chi. Perjalanan relawan Tzu Chi menuju desa terpencil berbukit di wilayah Kabupaten Bandung Barat ini membutuhkan perjuangan. Dari Kota Bandung ke Cilangari menempuh jarak 75 km, butuh waktu tiga jam. Setelah melewati Ds. Bunijaya, relawan melintasi perkebunan teh dan hutan dengan jalan berbukit serta berlubang untuk mencapai Ds. Cilangari.


Para relawan Tzu Chi menyusuri jalan setapak serta perkebunan untuk menyerahkan kunci rumah kepada warga penerima bantuan.

Setibanya di Kantor Desa, para relawan Tzu Chi harus melanjutkan perjalanan ke rumah para penerima bantuan yang tersebar di beberapa lokasi dan jaraknya pun cukup jauh antara rumah ke rumah lainnya. Sebagian rumah tak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, hanya roda dua yang mampu melewati jalanan kecil sembari menyusuri pesawahan dan pemukiman warga.

Letih bercampur keringat yang keluar seolah tidak dirasa, namun hal itu terbayar lunas dengan melihat raut wajah kegembiraan para warga penerima bantuan yang menyambut kedatangan relawan dengan hangat.

Tentu kebahagian yang dirasakan oleh penerima bantuan sangatlah berarti bagi kehidupan di masa mendatang. Dahulu pondasi rumah yang nyaris roboh, dinding rumah yang berlapiskan bilik, serta atap rumah kerap kali bocor ketika hujan datang. Belum lagi keroposnya kusen kayu dimakan rayap seakan menjelaskan kondisi rumah yang termakan usia. Terbesit angan untuk memperbaiki rumah muncul, namun hal tersebut urung dilaksanakan. Jangankan untuk merenovasi rumah, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja masih sulit didapat. Hanya sebuah mimpi untuk memiliki rumah idaman dengan kondisi baik dan kokoh.


Encep (82) menerima kunci rumah yang diserahkan langsung oleh relawan Tzu Chi yaitu Marlius. Kebahagian ini turut dirasakan oleh relawan dan keluarga Encep setelah mendapatkan bantuan pembangunan rumah.

“Kami tinggal di rumah yang tidak nyaman, plafonnya bolong, kalau hujan pasti bocor, lalu bau tak sedap dari kasur, kayu, dan bilik yang basah. Belum lagi kondisi rumah yang minim penerangan, terasa pengap di dada. Otomatis istirahat tidak nyaman,” ucap Irma, salah satu warga penerima bantuan bedah rumah.

Irma Muldiani (24) ialah warga Kampung Sindangpalay, Desa Cilangari. Anak pasangan dari Pandi (100) dan Yayah Suayah (80), ini telah menetap sejak ia dilahirkan, namun usianya jauh dari rumah yang Ia tinggali.

Terkadang Irma selalu merasa malu ketika harus mengundang teman-temannya untuk berkunjung ke rumahnya. Keseharian Irma hanya sebagai ibu rumah tangga, anaknya kini sudah berusia 10 tahun. Suaminya bekerja sebagai buruh lepas dengan penghasilan tak menentu berkisar 30.000 – 50.000 sehari. Itu pun bila ada pekerjaan yang ia tangani. Sementara, biaya keseharian untuk rumah tangganya ditanggung oleh keluarga kecil Irma. Walaupun harus tinggal satu atap dengan orang tua tak membuatnya berkecil hati. Mereka selalu mensyukuri apa yang telah diberi oleh Sang Maha Kuasa.

“Saya dengan suami terkadang bingung untuk menyisihkan uang antara kebutuhan keluarga dan renovasi rumah, sedangkan upah yang didapat tidak banyak. Lihat rumah kapan kita bisa bangun rumah, kapan kita bisa perbaiki rumah,” katanya.


Irma Muldiani (24), beserta orang tuanya berfoto di depan rumah barunya. Kini memiliki rumah yang baik serta kokoh bukanlah mimpi, namun benar-benar dapat dinikmati kenyamanan dan kebersihan rumahnya.

Begitupun dengan warga penerima bantuan lainnya yaitu Encep (82), kondisi rumahnya hampir serupa dengan Irma. Dahulu dalam satu rumah dihuni oleh dua kepala keluarga (5 jiwa). Banyaknya genteng yang tidak menutupi bagian atap rumah kerap membasahi isi rumahnya ketika hujan datang. Di samping itu, Ia bersama istirnya Fatimah (63) harus berbagi ruang dengan anaknya yang pernah merasakan berkeluarga. Keseharian keluarga Encep hanya sebagai buruh kasar, penghasilan yang didapat pun tak menentu. Selama ini mereka memenuhi kebutuhan kesehariannya dengab mengandalkan pemberian dari para tetangga. Dalam benaknya hanyalah sebuah mimpi untuk mendapatkan rumah yang layak huni.

Terjawab sudah angan atau mimpi yang selama ini mereka idamkan, memiliki rumah dengan pondasi yang kuat serta fasilitas pendukung lainnya yang membuat kenyamanan untuk ditinggali selama meniti kehidupan. Rumah yang bukan hanya sekadar tempat istirahat dan menjalani keharmonisan dalam berumahtangga, juga sebagai titipan turun menurun untuk generasi berikutnya kini sudah di depan mata. Dengan kusen kayu kualitas terbaik, beratap almunium, serta di dukung oleh bahan material lainnya yang bisa bertahan sangat lama sudah bisa ditinggali.


Ketika memasuki rumah baru, A. Dadan beserta istrinya tak kuat menahan air mata kebahagiaan setelah mendapatkan rumah barunya yang selama ini diimpikan.

Kayu keropos, dinding berlasakan bilik, serta atap yang bocor hanya tinggal kenangan dan terpancar raut kegembiraan para penerima bantuan ketika relawan memberikan kunci rumah. Rasa haru disertai air mata kebahagiaan menyelimuti suasana di hari yang istimewa itu, karena bertepatan di bulan puasa, “Alhamdulillah senang sekali terutama orang tua saya, yang dulunya berpikir bagaimana memberbaiki rumah, kini dapat terwujud dengan rumah yang lebih baik dari sebelumnya,” tambah Irma.

Kini Irma bersama suami dapat membangun masa depan keluarganya dengan penuh keyakinan tanpa harus memikirkan renovasi rumah yang lebih layak. Harapan baik ini pun turut dirasakan oleh seluruh penerima bantuan.

“Sangat berterima kasih sekali dengan adanya bedah rumah dari Yayasan Buddha Tzu Chi, kami bisa lebih layak tinggal di rumah kami sendiri. Semoga ke depannya yayasan bisa berkembang lebih luas lagi,  lebih mendunia lagi, semoga Yayasan Buddha Tzu Chi bisa jadi motivasi untuk kita semua, untuk seluruh masyarakat yang ada di dunia ini,” lengkap Irma.

Semoga dengan adanya jalinan jodoh Tzu Chi ini dapat lebih mengenal lagi mengenai misi kemanusian Tzu Chi. Dengan begitu cinta kasih Tzu Chi akan tersebar luas hingga pelosok, dan para warga penerima bantuan terketuk hatinya untuk menjadi bagian dari dunia Tzu Chi.

Editor: Metta Wulandari


Artikel Terkait

Kado Istimewa Bagi Warga Desa Cilangari di Bulan Ramadan

Kado Istimewa Bagi Warga Desa Cilangari di Bulan Ramadan

12 Juni 2019

“Kami tinggal di rumah yang tidak nyaman, plafonnya bolong, kalau hujan pasti bocor, lalu bau tak sedap dari kasur, kayu, dan bilik yang basah. Belum lagi kondisi rumah yang minim penerangan, terasa pengap di dada,” ucap Irma, penerima bantuan bedah rumah. Kini situasi tersebut sudah tidak akan ia rasakan lagi karena sejak 1 Juni 2019 lalu, mereka telah menempati rumah baru, bantuan dari Tzu Chi.

Kita hendaknya bisa menyadari, menghargai, dan terus menanam berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -