Kala Tanah Menimbun Cibitung
Jurnalis : M. Galvan (Tzu Chi Bandung), Fotografer : M. Galvan, Rangga (Tzu Chi Bandung)Pada 5 Mei 2015, bencana tanah longsor menimpa Kampung Cibitung, Desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Data Basarnas hingga 8 Mei 2015, bencana tanah longsor ini menelan lima korban jiwa, dan 17 warga mengalami luka ringan dan berat, sedangkan jumlah warga yang hilang belum diketahui jumlahnya.
Bencana datang tak pernah diduga. Meski di zaman yang serba canggih ini, prediksi dan prakiraan tidak mampu menebak kapan bencana melanda. Saat bencana datang, tak jarang mengakibatkan kerusakan bahkan menelan korban jiwa serta berdampak buruk bagi psikologis para korban bencana.
Pada Selasa, 5 Mei 2015, bencana tanah longsor meluluhlantakkan Kampung Cibitung, Desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Longsoran tanah ini menimpa pemukiman warga dan merusak pipa gas geothermal panas bumi milik salah satu perusahaan swasta. Akibatnya, terjadi ledakan yang dahsyat dan material pipa terlempat ke udara.
Berdasarkan data dari Basarnas (Badan SAR Nasional), hingga 8 Mei 2015, bencana tanah longsor ini menelan lima korban jiwa, dan 17 warga mengalami luka ringan dan berat, sedangkan jumlah warga yang hilang belum diketahui jumlahnya. Aparat TNI, Basarnas, dan Brimob terus melakukan koordinasi guna mencari warga yang mungkin tertimbun atau hilang akibat bencana tanah longsor ini. Sementara itu, 175 warga diungsikan ke Balai Desa Margamukti berjarak sekitar 14 kilometer dari Kampung Cibitung.
Pada 8 Mei 2015, Tim Tanggap Darurat Tzu Chi segera menyalurkan bantuan kepada korban bencana tanah longsor di pengungsian. Selain itu, Tzu Chi juga memberikan uang pemerhati kepada keluarga yang kehilangan orang tercintanya dalam musibah ini.
“Semua pengungsi difokuskan di Balai Desa Mekarmukti yang kurang lebih di sini ada 175 jiwa dari 200 jiwa serta 55 kepala keluarga dari 32 rumah,” ujar Agus Suherman, Kepala Desa Margamukti.
Meringankan Beban
Saat mendapat informasi mengenai bencana tersebut, Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi bergegas menyiapkan bantuan untuk disalurkan ke korban tanah longsor. Bantuan yang diberikan adalah yang dibutuhkan mendesak yaitu selimut, terpal, baju layak pakai, peralatan mandi, mi instan, biskuit, dan air mineral. Pada 8 Mei 2015, bantuan tersebut langsung disalurkan ke tempat pengungsian.
“Kami juga banyak terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang telah peduli, yang telah me-respon bencana. Mudah-mudahan apa yang telah diberikan bermanfaat bagi masyarakat kami dan setidaknya bisa memberikan ‘obat’, di mana mungkin trauma daripada tanah longsoran ini. Sehingga otomatis dapat meringankan beban mereka, warga yang menjadi korban longsor selama mengungsi,” ujar Agus Suherman.
Selain itu, Yayasan Buddha Tzu Chi juga memberikan uang pemerhati kepada lima keluarga yang kehilangan orang tercintanya dalam bencana tanah longsor ini “Bantuan ini kami berikan bagi warga yang tertimpa longsor dengan tujuan dapat meringankan beban mereka akibat bencana yang baru saja menimpa mereka,” kata Racham Syahbana, relawan Tzu Chi yang juga menjadi penanggung jawab TTD di Pangalengan.
Ia juga menambahkan, “Mudah-mudahan mereka cepat pulih dari keadaan ini, dan mendapatkan tempat tinggal yang layak, dan ini menjadi perhatian khusus dari pemerintah agar para warga ini terhindar dari kawasan rawan longsor.”
Insan Tzu Chi juga mengunjungi lokasi pengungsian dan berinteraksi langsung dengan para korban bencana. Hal ini dilakukan agar para korban mendapatkan ketenangan batin setelah musibah yang mereka hadapi terutama anak-anak. Insan Tzu Chi mengajak anak-anak berbincang dan bermain agar trauma akibat bencana tanah longsor dapat sedikit berkurang.
Relawan Tzu Chi berinteraksi dengan anak-anak di pengungsian untuk sedikit mengurangi trauma yang mereka alami.
Bagi Yuyu (40), salah satu warga yang mengungsi, bencana ini adalah kenangan terburuk. Bagaimana tidak, dalam bencana ini, ia tidak hanya kehilangan rumah tetapi ibu tercinta. Ia menuturkan bahwa pada hari itu, keluarganya bersiap-siap akan pindah rumah ke lokasi lain di luar Kampung Cibitung. Setelah persiapan pindahanan rumah selesai, Yuyu bersama ibu dan seorang tetangga beristirahat di teras rumah sembari menunggu mobil jemputan.
Namun takdir berkata lain. Pukul 14.30, suara gemuruh terdengar dari arah perbukitan tepat di belakang pemukiman warga Cibitung. Tak lama kemudian tanah longsor menyapu sebagian rumah warga termasuk Rumah Yuyu. Sontak Yuyu panik dan berlarian ke tempat yang lebih aman demi menyelamatkan diri serta keluarganya. Namun nahas, ibunya tak dapat menghindari longsor tersebut. Tak berselang lama, terdengar suara ledakan begitu dahsyat dan memuntahkan bebatuan ke udara layaknya hujan batu disertai material lainnya yang menimpa perkampungan. “Pertama-tama itu suara gemuruh seperti batu yang baru saja keluar dari truk muatan. Setelah itu, pipa meledak, begitu saya lihat, batu sudah pada berterbangan. Akibat dari itu, ibu saya tertimbun longsor dan jenazah ibu saya ditemukan sekitar pukul sembilan malam. Katanya empat meter ketimbunnya," ungkap Yuyu.
Yuyu (kiri) masih teringat akan kejadian tanah longsor yang merenggut ibunda tercintanya.
Bencana ini mejadi pengingat kita bahwa kehidupan tidaklah kekal. Selain itu, tak jarang, bencana mengingatkan kita untuk peduli terhadap lingkungan sekitar. Insan Tzu Chi berharap, masyarakat dapat mengambil hikmah dari bencana yang terjadi yaitu lebih menyadari pentingnya melestarikan lingkungan.