Kamp 4 in 1: Inspirasi dari Taiwan dan Malaysia yang Membuka Kebijaksanaan

Jurnalis : Triana Putri (He Qi Pluit), Fotografer : Wanda Pratama (He Qi Tangerang), Mery Hasan (He Qi Barat 2)

Yang Guan Xin, pengurus He Xin Taichung Taiwan berbagi melalui topik “4 in 1” yang berlangsung di Jiang Jing Tang, Aula Jing Si lantai 4, PIK, Jakarta Utara.

Kamp 4 in 1 yang berlangsung di Aula Jing Si PIK, Jakarta Utara pada 28-29 Spetember 2024 juga menghadirkan pembicara dari Taichung dan Changhua (Taiwan) serta Malaysia. Yang Guan Xin dan Chen Su Xiang, dua relawan senior dari Taichung, dalam sesi sharing mereka dengan topik “4 in 1” menjelaskan asal usul dibentuknya sistem kerelawanan 4 in 1.

Terjadinya bencana di Taiwan melatarbelakangi terbentuknya relawan komunitas 4 in 1 yaitu Hexin (bersatu hati), He qi (ramah tamah), Huai (saling mengasihi) dan Xie Lie (gotong royong). Relawan komite pria membentuk kelompok-kelompok untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana. Namun banyak kesulitan yang dihadapi, karena relawan datang dari tempat yang jauh dan banyak yang masih bekerja. Kemudian Master Cheng Yen mengajukan wacana untuk dibentuknya relawan komunitas sehingga memudahkan penyaluran bantuan. Di tahun 2003 mulai diterapkan sistem 4 in 1 di seluruh Taiwan. Sebagai fungsionaris 4 in 1, relawan harus mempunyai kriteria mempunyai semangat dan filosofi Tzu Chi yang cukup, mempunyai waktu untuk berkegiatan, mempunyai kebijaksanaan untuk memutuskan sesuatu, bisa memecahkan masalah dan mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kegiatan. Dan terbentuknya relawan komunitas ini memudahkan koordinasi sehingga pekerjaan yang ditargetkan dapat segera diselesaikan.

Chen Su Xiang, relawan senior dari Taicung juga berbagi pengalamannya tentang fungsional 4 in 1.

Dalam sharingnya, Yang Guan Xin juga menjelaskan bahwa di dalam relawan komunitas perlu diketahui bakat masing-masing relawan sehingga dapat mengisi fungsional sesuai dengan bakat yang ada. Seperti relawan wanita yang bisa memasak dimasukkan ke tim konsumsi, yang berbakat acara dimasukkan ke tim kegiatan. Karena Master selalu bilang bahwa setiap orang setiap hari adalah lembaran sejarah yang baru. Di dalam setiap kegiatan harus selalu dilakukan rapat kordinasi dengan relawan yang terlibat dan tidak dapat memaksa mereka yang tidak dapat berkegiatan. Seorang ketua xie li harus dapat menjembatani dan mempunyai hubungan yang erat dengan anggotanya. Harus membimbing anggotanya. Dan menginformasikan kegiatan yang akan diadakan karena setiap orang mempunyai kesempatan yang sama dalam berkegiatan.

“Di tahun 2010 ada seorang Ketua Xie Li yang pindah ke luar kota sehingga tidak ada ketua. Karena kekosongan dan tidak ada yang mengisi maka saya sebagai (pengurus) He Xin dan teringat pesan Master (Cheng Yen) bahwa he xin adalah xie li dan mengadopsi filosofi Master maka saya menjalankan tugas dengan baik. Tugas itu bagaikan membabarkan Dharma, menggarap ladang berkah bersama-sama,” ungkap Yang Guan Xin yang merupakan pensiunan tentara dan telah bergabung di Tzu Chi selama 30 tahun.

Chen Xiu Ling dalam topik “Regenerasi” menceritakan bagaimana mewariskan dan mengembangkan komunitas generasi muda.

Sementara itu Chen Xiu Ling, relawan dari Changhua yang telah bergabung di Tzu Chi selama 32 tahun, dalam sesi dengan topik “Regenerasi” mengawali sharingnya dengan kisahnya bertemu dengan Master Cheng Yen. Dalam mimpi itu ia bertemu Master Cheng Yen yang mengajaknya berjalan di hutan dan ke ladang rumput yang luas, padahal dirinya tidak pernah bertemu dengan Master Cheng Yen.

Dalam perjalanannya menjadi relawan Tzu Chi, Chen Xiu Ling pun pernah menjadi Ketua Xie Li, dan berkoordinasi dengan orang-orang, tetapi ia menemui tantangan karena sedikit orang yang mendukung sehingga dirinya pun merasa sedih dan menangis. Namun karena adanya dukungan dari relawan senior yang selalu membimbing dan mendampingi sehingga dirinya dapat bertahan di Tzu Chi.

“Setiap orang punya karakteristiknya masing-masing. Xie Li itu ibarat plat besi di gentong. Apabila gentong disatukan dengan plat, barulah dapat digunakan,” ucap Chen Xiu Ling. Ia pun selalu mengingat pesan Master Cheng Yen, bahwa setiap orang adalah penuh berkah. Setiap kegiatan harus direncanakan, didiskusikan bersama kepada senior dan yang muda. Senior membuka jalan di depan menggunakan gan en (bersyukur), zhun zong (menghormati), Ai (cinta kasih). Seperti kegiatan sumsum tulang yang melibatkan anak-anak muda yang mengerti teknologi sehingga dapat menjelaskan kepada masyarakat umum. Dan ketika ada acara sosialisasi vegetarian, anak-anak muda juga yang mengisi acara dengan cara mereka sendiri. “Sebagai senior harus membagikan berkat tapi tidak memaksa. Ada berkat kita harus menggenggam, apabila tidak ada jodoh, maka kita juga tidak memaksa dan tidak memberikan tekanan tapi tetap memberikan doa. Kita harus menganggap berkegiatan di Tzu Chi adalah melatih diri, dan jangan meremahkan orang. Kita dapat belajar dalam bekerja,” sambungnya.

Berkah di Kehidupan
Sharing dari relawan Malaysia yaitu Chen Shun Fu, menceritakan berkah dalam hidupnya serta perubahan diri dan keluarga setelah mengenal Tzu Chi. Sebagai seorang Buddhist, tetapi belum mengetahui secara benar apa itu ajaran Buddha, inilah yang dirasakan oleh Chen Shun Fu. Sejak mengenal Tzu Chi barulah beliau memahami bahwa ajaran Buddha mengajarkan untuk membantu sesama. Awal dirinya bergabung di Tzu Chi ketika mengikuti donor darah di Kuala lumpur. Ia membeli sebuah buku tentang Master Cheng Yen. Setelah membaca buku itu ia langsung merasa bahwa Master Cheng Yen adalah seorang biksuni yang mempunyai bahu kuat karena ingin merangkul semua orang yang ada di dunia ini. Kagum dengan tekad Master Cheng Yen, ia pun langsung mengajak istri untuk ikut bergabung.

Relawan asal Malaysia Chen Shun Fu menceritakan perjalanannya di Tzu Chi, baginya kegiatan di Tzu Chi bagaikan menabung berkah (hoki).

Sang istri pun ikut menjadi relawan DAAI Mama. Selang beberapa waktu, sikap dan sifat istrinya berubah menjadi lebih lemah lembut. Di awal menikah dengan istri, dirinya tidak mempunyai banyak uang. Saat istrinya akan melahirkan, ia sedang berada di luar negeri karena berbisnis. Kondisi keuangan yang kurang baik itu selalu membuat istrinya tidak senang. Setelah bergabung dan mengerti Dharma, dan mendapati Kata Perenungan Jing Si yaitu kebahagiaan seseorang bukan karena seberapa banyak yang dimilikinya, melainkan seberapa sedikit yang dikeluhkannya, istrinya pun tidak lagi marah.  

Melalui Tzu Chi, Chen Shun Fu juga berhasil membuat istrinya dan mamanya menjadi saudara sedharma yang harmonis. Sebelumnya, kedua wanita penting dalam hidupnya ini sering berselisih. Ketika istrinya sudah bergabung di Tzu Chi, sang istri pun selalu berusaha berbuat baik kepada mama mertuanya dan kemudian juga membawa mama mertuanya ikut kegiatan Tzu Chi. Semakin lama hubungan menantu dan mertua ini pun semakin harmonis dan berubah menjadi saudara se-Dharma. Sang mama menjadi sorang lansia yang aktif berkegiatan Tzu Chi.

Chen Shun Fu juga selalu mengajak anak-anaknya untuk datang dan berkegiatan di Tzu Chi. Sekeluarga kini sangat harmonis dan bahagia. “Mendalami ajaran Jing Si, dan Sutra teratai adalah jalan yang seharusnya ditapaki. Dan kita berdoa dan melakukan dengan tulus. Maka kegiatan akan terasa sangat ringan. Dan selama menjadi relawan, semua kegiatan sungguh berkesan,” tutur Chen Shun Fu dalam sharingnya.

Bertekad di Jalan Tzu Chi
Berbagai sharing yang inspiratif tersebut memberikan banyak pencerahan dan membuka kebijaksanaan para peserta yang hadir. Chandra salah satunya. Relawan dari Biak, Papua ini datang dengan semangat dan penuh keyakinan. “Seru dan menambah wawasan. Sehingga saya semakin bersemangat dan bertekad selalu di jalan Tzu Chi. Memang agak susah mengajak orang untuk berkegiatan sehingga dengan materi 4 in 1 ini saya mendapat kiat-kiat untuk dapat menggalang hati dan menjalin jodoh dengan orang-orang untuk selalu berkegiatan,”ungkap relawan yang juga merupakan staf sekreatriat di kantor Tzu Chi Biak ini.

Chandra dari Tzu Chi Biak, Papua semakin bersemangat di jalan Tzu Chi usai mengikuti sesi pelatihan dalam Kamp 4 in 1 ini.

Hanny Pangestu (kanan) sebagai Ketua Xie Li Tamansari, komunitas He Qi Pusat (Jakarta) merasa mendapatkan berkah dalam setiap kegiatan.

Begitu juga yang dirasakan relawan dari He Qi Pusat, Hanny Pangestu. “Sebenarnya cerita yang disampaikan sama dengan kasus yang saya hadapi. Saya sampai masuk ke rumah sakit karena sangat shock ketika ditunjuk menjadi Ketua Xie Li, karena harus bertanggung jawab. Setelah mendengar materi hari ini saya semakin termotivasi bahwa fungsional yang saya emban sekarang adalah ladang berkah untuk saya,” ucap Hanny Pangestu yang merupakan Ketua Xie Li Taman Sari komunitas He Qi Pusat.

Editor: Erli Tan

Artikel Terkait

Kamp 4 in 1: Kemandirian di Griya Jing Si dan Pelatihan Diri di Era Digital

Kamp 4 in 1: Kemandirian di Griya Jing Si dan Pelatihan Diri di Era Digital

30 September 2024

Di Kamp 4 in 1 hari kedua, 29 September 2024, para peserta berkesempatan mendengarkan sharing dari De Deng Shifu dan Wang Ben Rong, CEO Badan Misi Pendidikan Tzu Chi.

Kamp 4 in 1 yang Istimewa dan Penuh Berkah

Kamp 4 in 1 yang Istimewa dan Penuh Berkah

07 Oktober 2024

Kamp 4 in 1 yang digelar pada 28-29 September 2024 kali ini sungguh penuh berkah dengan kehadiran empat Shifu dari Griya Jing Si Taiwan. Ditambah lagi rombongan relawan dari Tzu Chi Taiwan dan Malaysia. 

Kamp 4 in 1: Garap Ladang Berkah dari Pulau Batam hingga Cikarang

Kamp 4 in 1: Garap Ladang Berkah dari Pulau Batam hingga Cikarang

30 September 2024

Relawan Tzu Chi Batam menceritakan kisah inspiratif mereka dalam menggarap berkah dan mengembangkan komunitas di Batam. Ada pula relawan He Qi Cikarang yang mengemban tanggung jawab di tim konsumsi dan pelayanan.

Orang yang berjiwa besar akan merasakan luasnya dunia dan ia dapat diterima oleh siapa saja!
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -