De Deng Shifu dalam Kamp 4 in 1 ini membawakan materi yang berisi kisah mengenai kemandirian di Griya Jing Si.
Di Kamp 4 in 1 hari kedua, 29 September 2024, yang berlangsung di Aula Jing Si PIK, Jakarta Utara, di pagi hari para peserta berkesempatan untuk mendengarkan pembabaran kisah dari De Deng Shifu mengenai kemandirian di Griya Jing Si. Shifu mengisahkan bahwa pada masa awal, Master Cheng Yen pernah bertempat tinggal di sebuah gubuk kecil di belakang Kuil Pu Ming bersama dengan beberapa murid angkatan pertama dimana Master mulai malafalkan Sutra Teratai. Kehidupan pada saat itu sangat sulit karena Master tidak menerima bantuan apapun, sehingga mereka harus berusaha dengan kemampuan sendiri untuk mengatasi kesulitan tersebut. Untuk menjalani kehidupan, Master bersama para muridnya membuat kerajinan tangan, seperti sepatu bayi dan lilin. Master mengungkapkan bahwa, “Kita harus dapat menjalani kesulitan yang tidak dapat diterima dan ditanggung oleh orang lain; hal ini merupakan salah satu bentuk pelatihan diri”.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu bersyukur dan mengembangkan pelatihan diri yang mencakup 4 (empat) hal, yaitu (1) Pengendalian diri; kita perlu memahami bahwa hal ini dimulai sejak 50 tahun yang lalu, (2) giat; sebagai praktisi harus dapat mengandalkan diri sendiri dan tidak takut bekerja keras, (3) hemat; perlu melakukan praktik kesederhanaan, dan (4) tahan derita; dalam kondisi kekurangan, harus tahan derita serta dapat mengatasi kesulitan.
De Deng Shifu mengingatkan bahwa praktik tersebut juga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang cukup sederhana, antara lain pada saat bepergian kita dapat membawa air minum sendiri yang lebih terjamin kebersihannya, melakukan penghematan air dalam proses memasak, selain itu kita juga dapat menanam sendiri beberapa jenis sayuran yang tentunya lebih aman dan terhindar dari bahan kimia.
Wang Ben Rong, CEO Badan Misi Pendidikan Tzu Chi, menyampaikan materi mengenai perkembangan AI (Artificial Intelligence) di era digital dan pemanfaatannya di dalam menjalankan misi Tzu Chi.
Sesi berikutnya diisi oleh Wang Ben Rong, CEO Badan Misi Pendidikan Tzu Chi, materi berisikan mengenai perkembangan AI (Artificial Intelligence) di era digital. Sejak tahun 1950 AI sudah dimulai dikembangkan oleh Alan Turing, sejalan dengan perkembangan teknologi penggunaan AI juga semakin marak, salah satunya adalah Chat-GPT yang dikembangkan pada tahun 2022.
Perkembangan AI yang massif sempat menimbulkan kekhawatiran karena peranannya mungkin dapat menggantikan pekerjaan manusia; namun bagaimanapun AI tetap tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran manusia. “AI merupakan alat yang dioperasikan oleh manusia baik untuk tujuan positif dan juga berpotensi disalahgunakan untuk tujuan negatif; AI dapat diberdayakan untuk memecahkan masalah dan melakukan proses otomasi atas pekerjaan manual yang biasa dilakukan oleh manusia,” ungkapnya.
Wang Ben Rong menyampaikan bahwa, “Untuk menghindari penyalahgunaan AI oleh generasi muda masa kini, hal penting yang harus dilakukan adalah pembekalan pendidikan moral kepada anak-anak yang salah satunya berasal dari pendidikan keluarga; dengan fondasi moral yang baik maka penggunaan AI dapat terarah pada aktivitas yang positif,” pesannya.
Mengomentari materi mengenai AI (Artificial Intelligence) yang dibawakan oleh Wang Ben Rong, Susie, tenaga pendidik di Tzu Chi School menyebutkan bahwa AI harus dapat dimanfaatkan tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
Hal senada juga disampaikan oleh Susie, tenaga pendidik di Tzu Chi School yang juga bergabung sebagai peserta pelatihan, ia mengemukakan bahwa ketentuan penggunaan AI di lingkungan sekolah telah diterapkan untuk mencegah kecurangan dalam pelaksanaan ujian. “Dengan demikian, diharapkan teknologi dapat dimanfaatkan secara tepat sasaran”, imbuhnya penuh harap.
Editor: Erli Tan