Kamp 4 in 1: Mengaplikasikan Dhamma Menjadi Bodhisattva dalam Melenyapkan Penderitaan

Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Timur), Fotografer : Suyanti Samad (He Qi Timur) Mery Hasan James Yip (He Qi Barat 2) Yusniati (He Qi Muara Karang) Sufiani (He Qi Cikarang)

De Man Shifu menjelaskan materi dengan topik “37 Faktor Pencerahan” pada hari pertama Kamp 4 in 1 yang berlangsung 28-29 September 2024 di Aula Jing Si PIK, Jakarta Utara.

Dalam Dhamma para Buddha mengatakan Boddhisattva bukan sebuah rupang untuk kita berlutut di hadapannya, tetapi adalah seorang sosok yang harus kita teladani untuk dipraktikkan dalam menyucikan pikiran. Mempelajari Dhamma Buddha haruslah memiliki empat ikrar Bodhisattva. Dengan demikian, kita dapat memahami jalan Buddha lewat praktik nyata dan membimbing lebih banyak makhluk sesuai kapasitas masing-masing.

Dalam buku “Miau Yi Qi” menjelaskan Boddhisattva muncul di dunia maka 37 faktor pencerahan akan muncul di dunia. Tiga puluh tujuh faktor pencerahan ini adalah obat kebijaksanaan bagi para praktisi Buddhist untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan, yang terdiri dari empat landasan perenungan, empat usaha benar, empat landasan kekuatan batin, lima akar, lima kekuatan, tujuh faktor pencerahan dan delapan ruas jalan mulia.

Sutra adalah jalan. Jalan adalah sesuatu yang harus dipraktikkan, seperti sutra dibentangkan ke tanah, agar kita dapat menapakinya. Namun, menurut ajaran Buddha bahwa 37 faktor pencerahan ini bukanlah suatu sutra, melainkan satu tahapan jalan untuk menuju pembebasan. “Berjalan di sepanjang jalan Bodhisattva, kita harus membentangkan dan membuka jalan itu sendiri. Kita mendengarkan Dhamma, kita tahu caranya, tahu arahnya, punya jalan untuk ditapaki, dan mempraktikkannya secara nyata,” jelas De Man Shifu mengutip kalimat dari salah satu ceramah Master Cheng Yen tentang 37 faktor ini.

Tidak hanya diwujudkan dalam bentuk buku, Dhamma “37 Faktor Pencerahan” juga diwujudkan dalam bentuk doa, yang dipimpin langsung oleh 4 shifu dari Griya Jing Si, Taiwan, yaitu De Ju Shifu, De Jian Shifu, De Man Shifu, dan De Deng Shifu.

Master Cheng Yen telah dua kali membabarkan 37 faktor pencerahan. Pertama kali, tahun 1987, sudah dijadikan buku sebanyak dua jilid, dan juga dalam versi audio dan dijadikan CD. “Buku ini telah ada di Indonesia. Saya tahu buku 37 pencerahan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,” kata De Man Shifu kepada 461 peserta di Kamp 4 in 1 Indonesia pada Sabtu, 28 September 2024 di Jiang Jing Tang, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk.

Kedua kalinya, pada 18-28 Februari 2000, namun Tzu Chi di Taiwan belum menyusun bukunya, “Kita ada menerbitkan buku ceramah Master tentang 37 faktor pencerahan ini, adalah menggunakan ceramah Master tahun 1987, ditambahkan dengan yang tahun 2000, supaya isinya lebih beragam. Tim penyusunnya adalah para Shifu, para qing xiushi, para shixiong shijie, dengan mendengar kembali kaset, dan mentranskrip ulang ceramah Master. Setelah edit, kita periksa kembali dan baru kita anggap selesai,” cerita De Man Shifu tentang sejarah adanya buku “37 Faktor Pendukung Pencerahan” di Taiwan, agar jiwa kebijaksanaan Master dapat diwariskan, dan dapat dipelajari kembali oleh para murid Jing Si serta dapat dipraktikkan.

Tiga puluh tujuh faktor pencerahan adalah materi yang paling dasar dari semua sutra yang Master babarkan. Sekarang kita merasakan ajaran Buddha dari Master ajarkan, sekarang sudah tersampaikan di Indonesia. Dahulu, Master lebih sering menggunakan cara-cara yang tidak begitu mendalam, misalkan lewat bercerita.

Tzu Chi Indonesia menggalang 1.000 lebih buku “37 Faktor Pencerahan” terjemahan Bahasa Indonesia, untuk dibagikan ke berbagai vihara, termasuk ke Magabudhi. Buku ini pun mendapat apresiasi dari Ketua Magabudhi.

Tahun 2024, insan Tzu Chi Indonesia menggalang 1000an buku “37 Faktor Pencerahan” dan menjalin jodoh dengan berbagai vihara, dan Magabudhi (Majelis Agama Buddha Thervada Indonesia) sebanyak 100 buku. Buku ini mendapat apresiasi dari Ketua Magabudhi. “Buku ini sangat penting bagi umat Buddha dan pandita. Pembicara Buddhist Dhammaduta tentu membutuhkan buku seperti ini. Buku ini mudah untuk dipahami, sangat praktikal dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah referensi buku yang sangat penting,” kata De Man Shifu, mengulang ucapan Ketua Magabudhi.

Tidak hanya buku ataupun doa, 37 faktor pencerahan juga diwujudkan dalam sebuah karya seni lantunan (lirik) lagu dan isyarat tangan atau gerakan tangan yang membentuk mudra dalam ajaran Buddha, bagaikan sedang membabarkan Dhamma bagi semua makhluk yang menonton (mendengar) pertunjukkan tersebut. “Kita bagaikan membabarkan ajaran Buddha, tetapi sesungguhnya adalah sebuah pendidikan yang masuk dalam kehidupan kita sehingga dapat kita manfaatkan dengan baik,” jelas De Man Shifu.

Demikian Dhamma yang terkandung dalam 37 faktor pencerahan harus menjadi fondasi penting bagi insan Tzu Chi sebagai pintu masuk, untuk direnungkan, dipraktikkan hingga mencapai kesadaran. De Man Shifu menuturkan bahwa Master Cheng Yen berharap insan Tzu Chi dapat masuk dalam kesadaran dan mempraktikkan pada saat menghadapi orang ataupun masalah dalam kehidupan, agar dapat meningkatkan nilai kehidupan kita.

Peserta kamp kali ini juga penuh berkah, karena 4 shifu dari Griya Jing Si mengajak peserta pelatihan melakukan praktik meditasi jalan di dalam gedung Aula Jing Si.

De Man Shifu bertutur, “Kita harus mengamati tubuh kita tidak bersih. Walaupun tubuh ini tidak bersih, tetapi tubuh ini mengandung permata yang sangat berharga yaitu kebijaksanaan dalam batin, potensi kebijaksanaan. Jangan membuang waktu karena kemelekatan kita, keakuan kita. Kita hendaknya menggunakan tubuh ini sebagai sarana melatih diri untuk merampungkan pelatihan diri kita di dunia ini. Banyak penderitaan dan kekacauan datang dari tubuh kita. Namun tubuh ini dapat melakukan sepuluh karma baik, melatih diri hingga mencapai tingkat kesucian,” jelas De Man Shifu.

Terakhir, De Man Shifu menaruh harapan besar kepada insan Tzu Chi Indonesia, “Tentunya kita menaruh ekspektasi yang cukup tinggi. Seperti materi 37 faktor pencerahan, sebenarnya harus dibawakan secara bertahap yaitu tiga tahap. Untuk kali ini, saya hanya membawakan materi empat landasan perenungan karena saya rasa sebagai seorang insan Tzu Chi, apabila kita mendasari segala sesuatu dengan empat landasan ini, kita akan bisa mempelajari faktor-faktor lainnya. Kalau kita sudah bisa mempraktikkan empat landasan perenungan, yang lain tidak begitu sulit. Yang paling penting adalah empat landasan perenungan, merenungkan tubuh ini tidak bersih, merenungkan perasaan membawa derita, merenungkan pikiran ini tidak kekal, merenungkan segala fenomena adalah tanpa inti,” tukasnya.

Mempraktikkan Empat Latihan dan Enam Paramita Menuju Kebuddhaan
Walau jalan Bodhisattva sulit untuk ditapaki, namun Master Cheng Yen sangat berharap setiap insan Tzu Chi melatih diri dengan empat latihan untuk mencapai kebuddhaan. Empat latihan itu adalah latihan tanpa sisa, latihan jangka panjang, latihan tanpa jeda dan latihan penghormatan.

Disebut Buddha, kita mengorbankan diri sendiri untuk membantu orang lain tanpa pamrih dengan cinta kasih yang murni dan jangka panjang tanpa henti. Dengan demikian, “Kita dapat menjadi Buddha, walaupun beragama lain. Mengapa? Ini adalah arah kehidupan. Kata “Buddha” memiliki defenisi yang luas. Banyak yang keyakinan lain, jangan lihat kata Buddha langsung berucap Saya tidak mau, saya tidak suka, saya muslim. Jangan,” tegas De Jian Shifu.

Lebih lanjut, De Jian Shifu menuturkan bahwa Tuhan (Allah) dengan Buddha adalah teman baik. “Percaya gak?” tanya De Jian Shifu kepada insan Tzu Chi yang berkeyakinan non-Buddhist. “Percaya?” tanya De Jian Shifu kembali. “Percaya ya,” kata De Jian Shifu setelah mendapat jawaban dari peserta. “Terima kasih atas jawabannya,” kata De Jian Shifu lagi.

“Mengapa? Allah dengan Buddha, pada hakikatnya adalah sama. Bedanya hanya lewat zaman dan budaya. Contohnya, kita berada di Bumi yang sama, bukankah kita adalah satu keluarga, teman yang baik. Jadi, Allah dengan Buddha, harusnya menjadi teman yang baik. Yang bukan Buddhist, boleh nggak menjadi relawan Tzu Chi? Boleh nggak berjalan di jalan kebuddhaan ? Boleh nggak masuk ke dalam empat latihan ini? Kita harus jelas,” tutur De Jian Shifu.

De Jian Shifu berharap setiap orang bisa memahami arti mencapai kebuddhaan dari sudut yang lebih luas, bahwa setiap orang bisa mencapai kebuddhaaan meski bukan beragama Buddha.

Shifu berharap setiap orang dapat memahami arti mencapai kebuddhaan dari sudut yang lebih luas, “Arti dari mencapai kebuddhaan adalah ketika kita bisa melampaui manusia awam, kita tidak lagi hanya melekat pada ‘aku’ ingin apa, melainkan apa yang dibutuhkan semua makhluk.”

Di kamp ini, De Jian Shifu menuturkan, “Kalau kita di komunitas, ketika menggalang Bodhisattva dunia, jangan terkunci ataupun terkurung oleh pandangan diri sendiri. Kita harus berpandangan luas, dengan demikian orang (keyakinan lain) dapat masuk (ke dalam Tzu Chi). Bila kita tidak terbuka, bagaimana orang bisa masuk,” jelas De Jian Shifu.

De Jian Shifu berharap Indonesia bisa menggunakan ajaran Buddha ini agar setiap orang bisa mengubah mentalitas mereka. Karena dengan demikian, membuat masyarakat Indonesia menjadi lebih harmonis, membuat orang-orang yang menderita lebih memiliki harapan untuk dibuka pintu pertolongan untuk membantu mereka.

“Kita punya misi amal, kita membuka (pintu) pertolongan bagi mereka. Kita punya pengobatan, kita membuka pengobatan bagi mereka. Kita punya pendidikan, kita membuka kesempatan bagi mereka untuk mengenyam pendidikan. Budaya Humanis Tzu Chi, karena kalian datang ke Tzu Chi, kalian punya semangat budaya humanis. Karena ada kalian, mempengaruhi seluruh masyarakat Indonesia. Karena hati manusia tersucikan maka masyarakat Indonesia akan harmonis. Masyarakat Indonesia harmonis, maka bencana akan berkurang,” imbuhnya.

Lebih lanjut, De Jian Shifu menjelaskan bahwa pada latihan tanpa sisa, pertama, kita harus memupuk berkah dan kebijaksanaan, tanpa adanya yang tersisa. Kedua, praktik (pelatihan) jangka panjang. Dalam jangka panjang, tekun dan bersemangat dalam melatih diri, tanpa henti bersumbangsih. “Seorang Buddha, dapat mencapai pencerahan, butuh tiga asamkhyeya kalpa. Jangan menjudge kita tidak bisa. Asalkan arah benar, kita lakukan saja. Kita harus senantiasa berada di jalan Bodhisattva. Kita harus melatih dengan semangat tanpa menyia-nyiakan waktu, tanpa henti. Tidak berhenti di tengah jalan,” terang Shifu.

Selain itu, kita harus hormat terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha. “Dengan rasa hormat, kita menerima Dharma. Terhadap Buddha, kita hormat. Hormat dengan bersungguh hati mendengarkan Dharma. Hormat terhadap Sangha, berlatih giat tanpa henti. Inilah latihan penghormatan. Bukan hanya ucapan semata tetapi harus tulus dari lubuk hati, berikrar.” jelas De Jian Shifu tentang empat latihan, agar tercipta pikiran yang tenang dan jernih, melatih potensi batin, memiliki welas asih dan kebijaksanaan.

Menjadi Bodhisattva, harus ada metode untuk menyeberang ke pantai seberang (tingkat kesucian) adalah dengan enam paramita. Yaitu dana (bersumbangsih dalam bentuk benda berwujud, waktu dan usaha tak berwujud), sila (menjalankan kewajiban), kesabaran, semangat, konsentrasi (teguh pikiran, tak tergoyahkan), dan kebijaksanaan.

“Berdana dengan memberi penghiburan disebut juga dana ketenteraman, adalah membuat dia bebas dari rasa takut. Memberi dukungan, mengajari dari dibantu menjadi membantu orang lain. Ini termasuk berdana, karena kita membimbing dia dari kehidupan yang miskin (menderita) menjadi kaya batin. Memberikan pandangan hidup untuk mengubah kehidupannya. Inilah praktik dana,” kata De Jian Shifu.

Kita harus menjunjung sila yang murni, mempertahankan prinsip, mengembangkan cinta kasih. Itulah praktik sila. Di sila pertama (tidak membunuh) adalah tidak membunuh segala hal, mulut kita juga melindungi semua makhluk dengan menjaga ucapan terhadap makhuk hidup. “Bervegetaris tidak berhubungan dengan agama. Salah satu poin dari pembangunan berkelanjutan adalah penanganan perubahan iklim. Bervegetaris adalah salah satu cara yang efektif dalam mengurangi emisi karbon dan menurunkan temperatur Bumi,” ucap De Jian Shifu di akhir sharingnya.

Melangkah Pasti di Jalan Bodhisattva
Materi yang cukup dalam dari De Man Shifu dan De Jian Shifu ini memberikan “pencerahan” kepada para peserta, di antaranya adalah Alvin Suman (65), relawan komunitas He Qi Barat 2. Ia menyadari tubuh kita memiliki sembilan lubang yang dapat mengeluarkan kotoran. “Dibutuhkan 37 faktor pencerahan untuk direnungkan. Setelah direnungkan maka harus segera dipraktikkan dengan bertutur kata baik, berpikir yang baik dan melakukan hal baik. Terus melatih diri di jalan Bodhisattva ini untuk memupuk kamma kebajikan. Semua ini dapat kita praktikkan di Tzu Chi,” kesan Alvin.

Menyadari tubuh (manusia) memiliki sembilan lubang yang dapat mengeluarkan kotoran, Alvin Suman (65) bertekad terus melatih diri di jalan Bodhisattva dan praktik melalui kegiatan di Tzu Chi.

Lim Huey Mei (60), komite asal Medan bertekad terus menjalin jodoh baik dengan semua orang sebagai langkah awal menuju kebuddhaan.

Selain Alvin Suman, ada Lim Huey Mei (60), komite asal Medan Cemara ini bersyukur, “Sebelum belajar Dhamma, 37 faktor pencerahan, saya tidak tahu tubuh ini tidak bersih. Kita selalu mencintai tubuh ini. Tubuh adalah sarana pelatihan diri, maka kita harus baik-baik memanfaatkan tubuh ini. Kita perlu air Dhamma untuk membersihkan tubuh yang kotor,” kata Lim Huey Mei. Ia pun bertekad terus menjalin jodoh baik dengan semua orang sebagai langkah awal menuju kebuddhaan.

Editor: Erli Tan

Artikel Terkait

Kamp 4 in 1: Kemandirian di Griya Jing Si dan Pelatihan Diri di Era Digital

Kamp 4 in 1: Kemandirian di Griya Jing Si dan Pelatihan Diri di Era Digital

30 September 2024

Di Kamp 4 in 1 hari kedua, 29 September 2024, para peserta berkesempatan mendengarkan sharing dari De Deng Shifu dan Wang Ben Rong, CEO Badan Misi Pendidikan Tzu Chi.

Kamp 4 in 1: Garap Ladang Berkah dari Pulau Batam hingga Cikarang

Kamp 4 in 1: Garap Ladang Berkah dari Pulau Batam hingga Cikarang

30 September 2024

Relawan Tzu Chi Batam menceritakan kisah inspiratif mereka dalam menggarap berkah dan mengembangkan komunitas di Batam. Ada pula relawan He Qi Cikarang yang mengemban tanggung jawab di tim konsumsi dan pelayanan.

Kamp 4 in 1: Inspirasi dari Taiwan dan Malaysia yang Membuka Kebijaksanaan

Kamp 4 in 1: Inspirasi dari Taiwan dan Malaysia yang Membuka Kebijaksanaan

30 September 2024

Kamp 4 in 1 kali ini menghadirkan pembicara dari Taiwan dan Malaysia. Yang Guan Xin dan Chen Su Xiang, relawan dari Taichung membawakan topik "4 in 1” dan awal terbentuknya sistem 4 in 1.  

Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -