Kamp 4 in 1: Menjaga Diri dan Mengasihi Kehidupan

Jurnalis : Felicite Angela Maria (He Qi Timur), Marianie (He Qi Utara 1), Metta Wulandari, Fotografer : Anand Yahya, Johnsen (He Qi Utara 2), Kho Ki Ho (Tzu Chi Pekanbaru)


Chen Cheng Heng seorang dokter sekaligus relawan Tzu Chi Malaysia memberikan materi tentang bervegetaris kepada peserta Kamp 4 in 1.

Selama Kamp 4 in 1 berlangsung pada 18 – 19 Agustus 2018 di Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, tatapan 515 peserta kamp selalu tertuju pada para pembawa materi. Sesekali mereka juga menunduk sambil menulis poin-poin penting yang disampaikan oleh pemateri. Selain karena materi yang dibawakan adalah materi yang memang penting, materi tersebut juga mempunyai hubungan erat dengan kehidupan sehari-hari para relawan. Salah satunya adalah materi tentang bervegetaris yang dibawakan oleh seorang dokter sekaligus relawan Tzu Chi Malaysia bernama Chen Cheng Heng.

Asnani, seorang peserta kamp asal Pekanbaru, mengaku sangat senang bisa mendengarkan materi tentang Vegetaris. Pasalnya, tiga tahun ke belakang, ia sudah menjalankan pola hidup vegetaris. Padahal sebelumnya, Asnani yang belum bergabung menjadi relawan Tzu Chi hanya menulis ikrar di Daun Bodhi. Ia masih ingat betul, saat itu 10 Mei 2015, ketika Tzu Chi Pekanbaru mengadakan perayaan Waisak ia datang sebagai donatur yang diundang. Dalam ikrarnya ia ingin bervegetaris selama dua minggu lamanya. Siapa sangka, ikrarnya dalam dua minggu itu kini sudah berjalan selama tiga tahun.

Ketika ibunya bertanya apa “ritual” vegetarisnya sudah usai, Asnani dengan lembut menjawab, “Belum bu, vegetariannya masih akan berlanjut selamanya.” Saat itu ibunya keberatan dengan keputusan Asnani. Bagaimanapun menurut sang ibu, seorang vegetarian itu tidak sehat, bisa membuat kurang gizi, dan tidak yakin bahwa dengan bervegetaris seseorang bisa menyelamatkan bumi. “Saat itu saya jelaskan pelan-pelan pada ibu saya sampai ia menerima,” kata Asnani. Kini, mendapatkan materi yang gamblang tentang vegetaris membuat Asnani yakin sepenuh hati.

Asnani bergabung dengan Tzu Chi sejak tahun 2015. Jalinan jodohnya bermula ketika Herman, relawan Tzu Chi Pekanbaru saat itu mengajaknya menjadi salah satu dari 180 Penyelam Dharma yang ikut dalam Pementasan Sutra Bakti Seorang Anak di Pekanbaru. Asnani yang mulanya adalah seorang donatur Tzu Chi dan sudah tahu berbagai kegiatan Tzu Chi menerima ajakan Herman dengan sukacita. Tak lama setelahnya, ia mulai bergabung menjadi relawan Tzu Chi.

Bervegetaris Sama Halnya dengan Melindungi Diri


Asnani, kedua dari kanan mendengarkan materi dengan bersungguh-sungguh. Selain penting, materi yang dibawakan dalam kamp juga mempunyai hubungan erat dengan kehidupan sehari-hari para relawan.

Dalam materinya, Dokter Chen mengambil contoh di negaranya sendiri. Kondisi kesehatan masyarakat Malaysia, dari usia dini sampai dengan usia dewasa dinilai rentan dan rapuh karena pola makan yang tidak sehat. Salah satu sebabnya adalah karena mengonsumsi daging yang jauh dari kata aman dan sehat, bagaimanapun bentuk pengolahannya. Ia pun menyertakan ilustrasi akan tingginya zat merkuri dalam ikan karena kontaminasi limbah pabrik dan limbah plastik yang dibuang ke habitat ikan, laut.

Pengolahan daging dari berbagai spesies, baik hewan darat maupun laut, ditambah dengan pengolahan dalam skala industri raksasa tentunya memberikan efek yang membahayakan. Bukan hanya bagi kehidupan diri pribadi namun juga bagi kelangsungan bumi. Besar harapan Dokter Chen untuk bisa menyebarkan kebaikan-kebaikan dari bervegetaris kepada seluruh relawan Tzu Chi. “Semoga dengan pengalaman ini, saya dapat menyebarkan pengetahuan yang benar tentang kebaikkan vegetaris sehingga relawan Tzu Chi dan orang-orang bisa bervegetaris dan menjaga kesehatan sendiri dan mengasihi makhluk hidup lainnya,” begitu harapan Dokter Chen.

Perkataan Dokter Chen tentang menjaga diri dan mengasihi makhluk hidup lain ternyata sudah dirasakan oleh Asnani. Sejak memulai belajar menjadi seorang vegetarian, rasa cinta kasih dalam diri Asnani mulai bertumbuh. “Dulu kalau ada nyamuk, buru-buru saya bunuh. Ada semut di meja makan juga buru-buru saya bunuh. Sekarang saya belajar menumbuhkan jiwa cinta kasih pada binatang,” akunya. Tidak hanya untuknya, Asnani juga menularkan rasa cinta kasih itu pada istri dan anak-anaknya. “Mumpung mereka masih kecil, saya selalu mengingatkan mereka untuk tidak membunuh binatang sehingga ketika tumbuh dewasa mereka akan selalu ingat,” imbuhnya.

Dalam praktiknya, Asnani mengajak dua anaknya pergi ke dapur, melongok ke dalam plastik sampah sebelum mengikat dan membuangnya. “Biasanya di dalam plastik sampah, pasti ada semut yang bergerombol,” cerita Asnani. Nah di sana Asnani mengoyak tong sampah terlebih dahulu, setelah semutnya keluar, ia baru mengikat dan membuang plastik sampahnya. Hal yang sederhana ini sekarang menjadi contoh baik untuk anak-anaknya.

Mempraktikkan Dharma


Bukan hanya Asnani yang mendengarkan dengan sungguh-sungguh, pandangan mata 515 peserta kamp lainnya juga selalu tertuju pada para pembawa materi. Sesekali mereka juga menunduk sambil menulis poin-poin penting yang disampaikan oleh pemateri.

Hingga kini, Asnani merasa amat bersyukur bisa bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Ketika berjodoh dengan Tzu Chi ia terus belajar mendalami Dharma dari setiap kegiatan Tzu Chi. Misalnya saja pada satu kasus yang sedang ia tangani. Seorang nenek berusia 75 tahun yang diterlantarkan oleh anak asuhnya. Ketika sang nenek membutuhkan bantuan, Asnani dengan sigap datang. Ia pun bersyukur karena bisa menjalankan bisnis dengan waktu yang tidak mengikatnya sehingga ia bisa pergi menemui pasien kapan pun ia dibutuhkan.

Dari kasus nenek itu, ia bisa saja emosi karena perlakuan anak-anak nenek tersebut yang tidak mengasihi orang tuanya. Namun Asnani berkata, “Pikiran yang negatif bisa saja timbul, tapi saya berusaha menghilangkannya dengan mengingat ajaran Master.” Di 37 Faktor Pendukung Pencerahan, salah satunya dikatakan bahwa seseorang harus menghilangkan niat buruk yang akan timbul. “Jadi saya hilangkan dulu yang negatif itu,” lanjutnya.


Di penghujung kegiatan, seluruh peserta kamp bersama-sama berikrar kepada Master Cheng Yen.

Asnani juga menambahkan bahwa bukan hanya pikiran negatif saja yang coba ia hilangkan. Dari kasus tersebut, ia pun belajar mempraktikkan Sad Paramita (6 Paramita): Dana, Sila, Kesabaran, Semangat, Konsentrasi, dan Kebijaksanaan. Sehingga mengikuti dua hari kamp 4 in 1 di Aula Jing Si terasa seperti hal yang sudah lama ia tunggu-tunggu. “Walaupun jadwal padat, tapi saya sangat senang bisa mendengarkan materi Dharma yang dibawakan oleh Shifu dari Taiwan,” katanya.

Ketika ditanya ikrar apa yang ia punya ketika ia akan dilantik menjadi relawan komite, ia menjawab ingin tetap meneruskan kebajikan dan mewariskan kebajikan dari Master Cheng Yen untuk selama-lamanya.

Editor: Yuliati

1.       Di penghujung kegiatan, seluruh peserta kamp bersama-sama berikrar kepada Master Cheng Yen.


Artikel Terkait

Kamp 4 in 1: Sebuah Pesan untuk Mewariskan Jalan Kebenaran

Kamp 4 in 1: Sebuah Pesan untuk Mewariskan Jalan Kebenaran

04 Oktober 2024

Stephen Huang, Direktur Eksekutif Relawan Global Tzu Chi berbagi semangat untuk menyamakan persepsi dan menyatukan visi misi agar relawan Tzu Chi terus bisa sejalan dalam berbagi cinta kasih pada sesama.

Kamp 4 in 1: Menggenggam Setiap Kesempatan

Kamp 4 in 1: Menggenggam Setiap Kesempatan

21 Agustus 2018
Kamp pelatihan relawan 4 in 1 yang diadakan pada tanggal 18 - 19 Agustus 2018 membutuhkan banyak tangan para Bodhisatwa dalam menyukseskan kegiatan yang mengusung tema Sutra Makna Tanpa Batas ini.
Kamp 4 in 1 2019: Menumbuhkan Lingkaran Kebajikan

Kamp 4 in 1 2019: Menumbuhkan Lingkaran Kebajikan

29 Juli 2019
Menjadi relawan adalah pilihan. Ketika pilihan sudah ditetapkan maka pantang untuk ditinggalkan. Beragam kisah kesungguhan relawan dalam kemanusiaan terangkum dalam materi-materi Kamp 4 in 1 kali ini, Sabtu dan Minggu, 27-28 Juli 2019.
The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -