Stephen Huang, Direktur Eksekutif Relawan Global Tzu Chi membawakan sharing pada Kamp 4 in 1 pada hari kedua, Minggu (29/9/2024).
Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia berusia 31 tahun di 2024 ini. Dalam masa 31 tahun ini, banyak bibit, benih, tunas relawan yang tak bisa dipungkiri turut bertumbuh bersama Tzu Chi. Generasi selanjutnya pun tumbuh menjadi sosok yang diharapkan bisa menyokong Tzu Chi ke depannya. Namun begitu, pertama yang harus dilakukan adalah menyamakan persepsi, menyatukan visi dan misi agar relawan Tzu Chi terus bisa sejalan dalam berbagi cinta kasih pada sesama.
“Hari ini saya menggunakan kata-kata ini: Menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan menjadikan tekad Guru sebagai tekad sendiri,” ucap Stephen Huang, Direktur Eksekutif Relawan Global Tzu Chi membawakan sharing pada Kamp 4 in 1 pada hari kedua, Minggu (29/9/2024). Dengan menyatu pada Hati Buddha Tekad Guru, Stephen Huang yakin, tekad untuk mengemban visi dan misi tidak akan luntur begitu saja.
Dalam waktu kurang lebih 60 menit tersebut, Stephen Huang juga berbicara tentang jalan kebenaran menuju kesadaran. Yang mana menjadi satu hal yang tak mungkin berubah dari Tzu Chi.
Baginya, perkembangan zaman akan terus terjadi, begitu pula perkembangan relawan Tzu Chi. Generasi akan terus berganti, namun Jalan Bodhisatwa tetap akan terukir seiring langkah.
“Dalam menghadapi waktu, masa ke masa, generasi akan terus berubah, namun satu hal yang harus dilakukan adalah mewariskan ajaran. Generasi ke depan dalam waktu berbeda, tempat berbeda, dengan metode yang berbeda pula, menerima ajaran guru dengan cara yang berbeda. Walaupun semua berubah, namun Tzu Chi tetap mengajarkan satu, yaitu kebenaran, jalan kebenaran,” paparnya.
Tiga Hal yang Berpengaruh Kepada Perkembangan Tzu Chi Indonesia
Sepanjang 30 tahun ini, Stephen Huang menjadi saksi akan berkembangnya Tzu Chi di Indonesia. Mulai dari beberapa orang saja, kini relawan Tzu Chi Indonesia sudah ada dari Aceh sampai Papua. Tzu Chi semakin dikenal masyarakat karena terus bergerak membantu sesama. Menurut Stephen Huang, ada tiga hal penting yang membuat Tzu Chi Indonesia terus berkembang. Yang pertama adalah menghormati guru.
Pada kamp 4 in 1 hari kedua ini, empat Shifu dari Griya Jing Si Taiwan memimpin kebaktian pagi dilanjutkan dengan latihan meditasi berjalan mengelilingi Aula Jing Si.
“Relawan Tzu Chi sangat menghormati Master karena beliau adalah guru kita, pembimbing kehidupan kita. Tzu Chi Indonesia sangat patuh kepada Master untuk berada di jalan yang benar,” ucap Stephen Huang.
Kedua adalah relawan Tzu Chi Indonesia sangat harmonis. Stephen Huang melihat sendiri bagaimana keharmonisan hubungan seluruh relawan Tzu Chi Indonesia. Dari beberapa hari berkunjung ke Indonesia, ia telah berkesempatan berdiskusi dengan penanggung jawab 4 misi Tzu Chi dan merasakan saling dukung serta keharmonisan. Ia menambahkan ingin berbagi kepada Master agar Master pun tenang karena Indonesia sudah mempunyai visi, cara dan keberlanjutan.
Ketiga adalah ikhlas, tanpa pamrih. Negara Indonesia dengan mayoritas umat muslim bisa menerima Yayasan Buddha Tzu Chi adalah sesuatu yang sangat membahagiakan. Cinta kasih tidak mengenal perbedaan, walaupun berbeda namun tidak pernah membedakan. Begitu juga dalam berbagi atau bersumbangsih. Bukan hanya yang kaya dan pengusaha besar, tapi siapa saja bisa berbagi. “Inilah kekuatan Indonesia,” lengkapnya.
Berkembang Bersama Zaman
Selain perkembangan relawan, Stephen Huang juga menyoroti perkembangan zaman sangat cepat. Dari awalnya zaman internet, ia melihat Tzu Chi Indonesia cukup bisa mengikuti perkembangan zaman. “Pengurus Tzu Chi Indonesia mempunyai visi yang jauh, sehingga mereka bisa merencanakan keberlanjutan satu organisasi. Misalkan DAAI TV, berubah terus. Dulu harus shooting di studio, edit, dan lainnya. Sekarang bisa saja kita ambil dengan ponsel, edit, kita sudah bisa post di media sosial,” katanya.
Bagi Stephen Huang, cara itu sangat efektif untuk berbagi inspirasi. Seperti misalnya video-video pendek yang isinya kisah yang berhubungan dengan filosofi Master. Bisa saja efektif dan langsung menarik karena kontennya berupa video.
“Intinya sekarang bagaimana kita bisa mengajak lebih banyak anak muda lagi. Tentunya dengan cara-cara yang lebih inovatif, tidak lagi dengan cara tradisional,” ucapnya, “Sebetulnya di Tzu Chi hanya ada dua proses: tertarik dan merasakan manfaat. Bagaimana orang bisa “tertarik” masuk ke Tzu Chi. Ketika mereka merasakan manfaatnya, mereka akan menarik orang lain lagi untuk bergabung, dan seterusnya. Untuk itu pertama ya buat mereka tertarik dulu.”
Dengan Melakukannya Sendiri, Baru Bisa Berbagi
Dalam membuat orang tertarik, Lina Hon, Kepala Sekolah Tzu Chi Ren Wen Preschool PIK 2 sekaligus salah satu peserta dalam Kamp 4 in 1, memilih untuk lebih dulu mendalami Tzu Chi baru kemudian bisa berbagi kepada orang lain. Itulah mengapa, selain menjadi staf badan misi Tzu Chi, ia juga memantapkan diri untuk menjadi relawan.
“Kalau misalkan saya cuma ngomong, ‘oh saya begini, begini, begini’, tapi saya nggak melakukan. Saya tidak bisa merasakan. Cerita saya mungkin akan datar saja. Tapi kalau misalkan saya menjadi karyawan sekaligus relawan, saya bisa merasakan lebih dalam. Setelah itu baru bisa berbagi dan membuat orang lain tertarik ikut merasakan,” ucapnya.
Kini jadwal Lina pun semakin padat, setelah Senin – Jumat bekerja sebagai staf, Sabtu atau Minggu ia selingi dengan kegiatan kerelawanan. Walaupun kadang lelah, tapi rasa bahagia dan semangat berbagi ketika menjadi relawan, membuatnya terus bersukacita.
Sylvia Irnawaty Tan (kiri) berbagi kisahnya menjadi relawan Tzu Chi. Bermula dari ketertarikan, kini ia merasakan sendiri manfaat menjadi relawan dan bisa mengubah sifat buruknya.
Selain Lina, ada pula Sylvia Irnawaty Tan yang berasal dari Medan, yang setelah tertarik, menjadi merasakan banyak sekali manfaat yang didapat karena ia menjadi relawan Tzu Chi. Sylvia mengaku ia dulu susah mengendalikan emosi dan tidak sabaran. Kini, sifat itu dengan mudah ia kendalikan.
“Di Tzu Chi awalnya saya mendapat berkah untuk menjadi bagian dari tim Xun Fa Xiang. Saya adalah host, saya juga adalah seorang penerjemah dan saya juga adalah salah satu moderator di XFX Indonesia. Di sana saya ikut mendengarkan Dharma, makanya saya perlahan-lahan bertekad untuk berubah,” sharing-nya.
Dari keinginan itu, banyak hal-hal baik yang datang dengan berbagai cara yang baginya unik. “Saya tidak tahu, tetapi bagaimana saya kaya kecemplung di sana, mau keluar itu susah benget. Karena saya ibaratnya tenggelam gitu. Tapi saya sangat bersyukur, saya bisa berada di Tzu Chi, saya benar-benar belajar sangat banyak,” lanjutnya.
Dan perubahan yang ia alami, Sylvia mulai yang menghargai dan menyadari berkah, salah satunya ia memiliki tubuh yang sehat, anak-anak yang sangat baik. Perlahan kebiasaan lamanya mulai berubah.
“Ada satu kata perenungan Master yang saya ingat, bahwa: ‘Apapun itu, lakukanlah hal baik dengan bersungguh hati, sehingga akan membawa bermanfaat untuk kehidupan kita’. Untuk itu, jagalah berkah tersebut, jangan sia-siakan, karena kita sudah berada di Jalan Bodhisatwa ini.”
Memegang Tekad Awal dan Lebih Bersungguh Hati
Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei, bersama Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Franky O Widjaja dan Sugianto Kusuma memberikan pesan cinta kasih di akhir Kamp 4 in 1.
Dua hari yang penuh semangat dan kehangatan keluarga Tzu Chi tersebut membuat Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei terkesan. Liu Su Mei juga berterima kasih kepada para Shifu dari Griya Jingsi yang bersedia hadir untuk memberikan bimbingan bagi relawan Indonesia. Beliau juga berterima kasih kepada relawan senior dari Taiwan dan Malaysia yang telah berbagi kisah inspiratif.
Akhir kata, Liu Su Mei menyemangati relawan Indonesia untuk tetap memegang tekad awal dan lebih sungguh hati lagi.
Sementara itu Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Franky O. Widjaja mengingatkan relawan untuk memanfaatkan waktu dengan baik dan terus menjaga keharmonisan keluarga Tzu Chi saling menyemangati, saling mendukung.
Selain para peserta, Kamp 4 in 1 melibatkan banyak sekali relawan yang dibagi menjadi berbagai tim. Seperti relawan tim penginapan yang mempersiapkan kebutuhan penginapan bagi peserta. Mereka menata dan menyiapkan kasur, bantal di setiap kamar penginapan.
Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma menambahkan bahwa kamp ini adalah salah satu jalinan jodoh yang sangat baik bagi relawan Tzu Chi. Walaupun hanya dua hari dilaksanakan, namun panitia kegiatan telah menyiapkan seluruh hal sejak jauh hari. “Banyak shixiong-shijie yang tidak terlihat di sini, ada relawan tim konsumsi, pendampingan, penjemputan, logistik, dan lainnya. Inilah satu cara Tzu Chi, ini cara kita mahir. Dari yang tidak terlihat ini pun, kita bisa mendapatkan pelatihan,” kata Sugianto Kusuma.
Beliau berharap relawan yang telah mengikuti kamp, bisa sungguh-sungguh melatih diri karena Tzu Chi pada dasarnya adalah tempat pelatihan diri. “Bukan saya datang ke Tzu Chi untuk membangun Tzu Chi. Sebaliknya, kita datang ke Tzu Chi untuk membangun diri, melatih diri,” lengkap Sugianto Kusuma.
Tim sheng huo zhu atau pelayanan, bertugas menyiapkan konsumsi untuk para peserta. Mulai dari berbagai snack, minuman, hingga hidangan makan besar.
Tim koordinator lapangan bertugas untuk memastikan kerapian barisan para relawan. Termasuk pada saat relawan keluar dan masuk secara serentak di Aula Jing Si pada sesi acara.
Kamp 4 in 1 digelar oleh Tzu Chi Indonesia pada 28-29 September 2024 dengan dihadiri oleh empat Shifu dari Griya Jing Si Taiwan. Ditambah lagi rombongan relawan dari Tzu Chi Taiwan dan Malaysia yang kebanyakan adalah pimpinan beberapa misi Tzu Chi. Kamp dengan tema: Memegang Teguh Tekad dan Bersungguh Hati ini diikuti oleh 594 relawan dari berbagai kota di Indonesia.
Editor: Hadi Pranoto