Kamp 4 in1 yang Istimewa dan Penuh Berkah
Jurnalis : Khusnul Khotimah , Fotografer : Arimami S.A, Merry Hasan (He Qi Barat 2)Ketua Tim Pelatihan Relawan Tzu Chi Indonesia, Haryo Suparmun menjelaskan, melalui kamp ini, ibarat batrei, daya dan kapasitas relawan sedang diisi kembali sehingga lebih bersemangat lagi dalam berkegiatan Tzu Chi.
Kamp 4in1 yang digelar Tzu Chi Indonesia pada 28-29 September 2024 kali ini sungguh penuh berkah dengan kehadiran empat Shifu dari Griya Jing Si Taiwan. Ditambah lagi rombongan relawan dari Tzu Chi Taiwan dan Malaysia yang kebanyakan adalah pimpinan beberapa misi Tzu Chi. Ada Xiong Shi Min; Wakil CEO Badan Misi Amal, Wang Ben Rong; CEO Badan Misi Pendidikan, juga ketua komunitas relawan di Taichung maupun Kota Zhanghua.
Para tamu istimewa tersebut sengaja datang untuk menyaksikan peletakan batu pertama Tzu Chi School di PIK 2 dan juga untuk Kamp 4 in 1. Sebanyak 594 peserta Kamp 4in1 dari berbagai kota di Indonesia ini pun memetik banyak inspirasi dari pengalaman yang dibagikan.
Kamp 4in1 yang digelar di Aula Jing Si ini temanya adalah Memegang Teguh Tekad dan Bersungguh Hati. “Dengan kesungguhan hati, kita baru bisa mencapai hasil yang baik dari tekad itu. Misalnya tekad kita adalah ingin mencabut penderitaan dari orang yang menderita, Kalau kita bersungguh hati maka orang yang menerima bantuan akan bisa merasakan bahwa kita tulus,” ujar Haryo Suparmun, Ketua Tim Pelatihan Relawan Tzu Chi Indonesia.
Empat biksuni Sangha dari Tzu Chi Taiwan yakni Dé Jù Shifu, Dé Màn Shifu, Dé Jiàn Shifu, Dé Déng Shifu hadir menambah istimewa kamp 4in1 kali ini.
Wakil CEO Badan Misi Amal, Xiong Shi Min berbagi pengalaman relawan Tzu Chi yang menyalurkan bantuan ke Jepang, Nepal, dan Afrika.
Wakil CEO Badan Misi Amal, Xiong Shi Min telah menjadi relawan Tzu Chi selama 30 tahun dan menjadi Wakil CEO Badan Misi Amal sejak tujuh tahun lalu. Ia berbagi tentang pemberian bantuan internasional Tzu Chi. Yang paling baru adalah penyaluran bantuan untuk para penyintas gempa di Jepang pada Januari 2024, dan kemudian baru-baru ini juga terjadi banjir di Jepang pada 25 September 2024. Tzu Chi memberi bantuan di sana dengan metode Cash for Work.
“Master Cheng Yen juga terus mengimbau agar kita mengubah nasib Afrika, dan juga tanah kelahiran Buddha di Nepal, baik di bidang misi amal, pengobatan, pendidikan dan budaya humanis. Ini adalah harapan Master Cheng Yen,” tutur Xiong Shi Min yang materinya berjudul Cinta Kasih Tzu Chi di Dunia Global: Bantuan Amal di Jepang, Nepal, dan Afrika.
Xiong Shi Min bertutur, dalam penyaluran bantuan yang kondisi lokasinya sulit, tentu diharapkan relawan yang usianya muda dan punya stamina yang baik dapat bergabung. Namun untuk proyek jangka panjang seperti di Nepal, India atau Afrika, para relawan dari Malaysia, Singapura, dan Taiwan yang pergi ke sana rata-rata usianya sudah lanjut. Kebanyakan mereka sudah pensiun atau memasuki usia pensiun dan punya lebih banyak waktu sehingga bisa memberi bantuan setidaknya beberapa bulan dan paling lama setengah tahun.
“Jadi asalkan stamina tubuhnya masih baik dan memungkinkan, dan kehidupannya juga sudah mapan, maka batasan usia tidak begitu penting. Yang penting adalah mempunyai hati untuk membantu,” terang Xiong Shi Min.
Wie Sioeng, Fungsionaris Misi Amal Tzu Chi Indonesia menyampaikan banyak reminder pada peserta kamp tentang misi amal.
Materi lain datang dari Wie Sioeng, Fungsionaris Misi Amal Tzu Chi Indonesia. Wie Sioeng sekali lagi mengingatkan para relawan bahwa misi amal adalah akar dari Tzu Chi. Karena akar dari Tzu Chi, maka misi amal adalah tempat relawan belajar. Bukan berarti misi yang lain tak penting, tapi melalui satu akar, relawan belajar pondasi, ada banyak elemen serta banyak Dharma dari Master Cheng Yen.
“Saya berharap semua relawan merasakan, minimal dalam hidup dia di dunia Tzu Chi ada beberapa kali menjalankan misi amal, tujuannya apa? Ini kawah candradimuka, kalau pelestarian lingkungan kita bersentuhan dengan barang, tetap ada orangnya, tapi di misi amal kita bersentuhan dengan fisik, hati, pikiran,” kata Wie Sioeng.
Banyak hal-hal sederhana yang Wie Sioeng coba ingatkan lagi kepada relawan dalam menjalankan misi amal. Misalnya saja tentang pengajuan bantuan. “Dalam membantu orang itu harus sesuai dengan prinsip Tzu Chi, yaitu menghargai jiwa, kesetaraan semua makhluk hidup, cepat, tepat, dan langsung. Kalau relawan untuk mengajukan bantuan ke Tzu Chi dia tidak benar-benar tahu, bagaimana kita bisa cepat,” kata Wie Sioeng.
Sebanyak 594 peserta Kamp 4in1 belajar tentang filosofi maupun praktik dari Dharma Master Cheng Yen.
Cepat di sini bukan berarti terburu-buru, karena ada juga yang maunya cepat tapi terburu-buru, dan akhirnya salah semua. Karena itu ketika mendapat sebuah informasi, tanya sejelas-jelasnya. Itulah mengapa yang mengajukan bantuan ke Tzu Chi harus keluarga inti. Karena mereka yang tahu permasalahan sebenarnya.
Dalam paparannya, Wie Sioeng juga menerangkan betapa pengajuan bantuan ke Tzu Chi itu tidak ribet. Di Tzu Chi prinsipnya adalah lebih baik salah dalam memberi bantuan dari pada terlambat. Salah, orang masih hidup, bisa tidak dilanjutkan. Tapi kalau terlambat membantu, orang bisa meninggal.
“Hanya biaya hidup, KTP, dan KK. Nah kalau sekolah butuh rapor dan keterangan dari sekolah. Trus kalau sakit? Kalau belum pernah berobat cuma KTP dan KK, tapi kalau pernah berobat kan pasti ada surat dokternya, itu saja supaya kita tahu oh tahapannya di sini, macetnya karena ini pengobatannya, berarti kita bisa teruskan. Makanya kalau yang normal artinya tidak emergency, waktunya tujuh hari, kalau yang urgent karena nyawa, satu jam keputusannya,” jelas Wie Sioeng.
Keindahan dari tata krama Tzu Chi juga tampak dari bagaimana kerapian para relawan berjalan.
Natasya, relawan Tzu Chi asal Biak sangat senang dapat mengikuti Kamp 4in1 untuk pertama kalinya.
Natasya, peserta dari Tzu Chi Biak baru awal tahun ini bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Betapa senangnya ia bisa mengikuti Kamp 4in1 untuk pertama kalinya dan mendapat banyak ilmu serta inspirasi. Salah satunya, ia bertekad untuk mengurangi kata aku atau mengurangi keegoisan. Karena berada di dalam organisasi seperti Tzu Chi, lebih banyak mengembangkan welas asih, cinta kasih.
Dari materi Wakil CEO Badan Misi Amal, Xiong Shi Min, Natasya juga baru tahu ternyata di Nepal, juga Afrika ternyata sangat membutuhkan bantuan Tzu Chi.
“Saya sangat salut dan juga mendukung banget, ternyata ada loh relawan Tzu Chi yang bersedia tinggal jangka panjang di sana, padahal tentu tidak mudah untuk melepas segala yang kita punya untuk mengabdi dan berbuat kebaikan,” pungkas Natasya.
Editor: Hadi Pranoto
Artikel Terkait
Kamp 4 in 1: Sebuah Pesan untuk Mewariskan Jalan Kebenaran
04 Oktober 2024Stephen Huang, Direktur Eksekutif Relawan Global Tzu Chi berbagi semangat untuk menyamakan persepsi dan menyatukan visi misi agar relawan Tzu Chi terus bisa sejalan dalam berbagi cinta kasih pada sesama.
Kamp 4 in 1: Inspirasi dari Taiwan dan Malaysia yang Membuka Kebijaksanaan
30 September 2024Kamp 4 in 1 kali ini menghadirkan pembicara dari Taiwan dan Malaysia. Yang Guan Xin dan Chen Su Xiang, relawan dari Taichung membawakan topik "4 in 1” dan awal terbentuknya sistem 4 in 1.
Kamp 4 in 1: Mengaplikasikan Dhamma Menjadi Bodhisattva dalam Melenyapkan Penderitaan
01 Oktober 2024Kamp 4 in 1 pada 28-29 September 2024, menghadirkan 4 biksuni dari Griya Jing Si, di antaranya ada De Man dan De Jian Shifu yang juga membawakan materi pelatihan.