Kamp 4in1: Menyongsong 30 Tahun Tzu Chi Indonesia dengan Rasa Syukur
Jurnalis : Khusnul Khotimah, Indrawati (He Qi Pusat) , Fotografer : Anand Yahya, Halim Kusin (HQB1), Effendi (He Qi Pusat)Haryo Suparmun, Ketua Tim Pelatihan Relawan Tzu Chi Indonesia mengatakan dengan mengikuti training ini, mendengar kisah-kisah mereka, diharapkan para relawan yang baru, yang berseragam Abu Putih maupun Abu Logo, serta calon komite dapat menjadi relawan komite yang lebih baik nantinya.
Tzu Chi Indonesia menyongsong usia 30 tahun dengan rasa syukur yang mendalam. Selama rentang waktu tersebut, Tzu Chi Indonesia bisa menjalankan berbagai aktivitas Tzu Chi relatif baik dan diterima sangat baik pula oleh masyarakat luas. Empat misi Tzu Chi pun telah memiliki tatakan-nya.
Di Kamp 4in1 yang digelar pada 16-17 September 2023, topik yang diangkat adalah Mengenang Sejarah Perjalanan 30 Tahun Tzu Chi Indonesia. Para relawan diajak untuk flashback perjuangan para relawan 20 hingga 30 tahun ke belakang dalam menjalankan misi-misi Tzu Chi. Walau menemui banyak hambatan namun mereka terus menjalankan. Seperti yang dinasehatkan Master Cheng Yen, bahwa yang benar lakukan saja.
“Karena tidak seperti sekarang ini komunikasi begitu gampang, bisa lewat whatsapp, via telepon. Dulu ponsel masih jadi barang langka. Gan En Hu mau dihubungi juga susah, jadi bisa dibayangkan zaman itu, 20 atau 30 tahun yang lalu. Kira-kira tahun 90-an bagaimana para insan Tzu Chi bisa berkontribusi sedemikian rupa. Dengan adanya kontribusi barisan yang di depan sehingga kita yang ada di barisan selanjutnya tinggal mengikuti saja,” terang Haryo Suparmun, Ketua Tim Pelatihan Relawan Tzu Chi Indonesia.
Dengan mengenang kembali cerita-cerita yang menginspirasi itu, para relawan generasi berikutnya ini diharapkan bisa juga melakukan yang lebih banyak lagi dan lebih baik lagi dari relawan yang dulu-dulu. Mereka yang dulu terkendala prasarana saja bisa apalagi di era sekarang yang berbagai fasilitas sudah ada, maka kesempatan berbuat baik juga lebih banyak dan bisa sampai ke pelosok-pelosok. Seperti yang dilakukan oleh Tzu Chi Cabang Sinar Mas yang cinta kasihnya sampai hingga ke masyarakat daerah terpencil.
Para relawan sangat antusias mengikuti materi demi materi yang dipaparkan.
Materi demi materi pada hari pertama ini diselingi riuh tepuk tangan para relawan yang antusias dan terinspirasi. Kamp 4in1 yang digelar di Aula Jing Si Indonesia ini dihadiri 750 peserta dari berbagai kota di Indonesia. Seperti Jakarta dan sekitarnya, Bandung, Biak, Jambi, Kepulauan Riau, Lampung, Medan, Makassar, Padang, Pekanbaru, Palembang, Singkawang, dan Surabaya.
Pelatihan 4 in1 dilaksanakan oleh tim He Xin dua kali dalam setahun, yang mana tahun ini berlangsung pada bulan Maret dan September. Para relawan di masing-masing wilayahnya telah giat menyebarkan cinta kasih, namun di satu sisi mereka juga harus terus mendalami Dharma Master Cheng Yen, salah satunya melalui pelatihan, seperti pelatihan 4 in 1 ini.
“Tanpa pemahaman Dharma yang baik, walaupun mereka melakukan kegiatan, mungkin mereka timbul kesombongan, keangkuhan, keserakahan, bahkan kemelekatan. Orang berbuat baik itu juga bisa melekat, mungkin saja jadi mengabaikan keluarganya. Jadi kita ingin bahwa relawan itu memahami Dharma sehingga balance hidupnya antara spiritual dan nonspiritual,” tambah Haryo Suparmun.
Optimisme akan Masa Depan yang Gemilang
Dua Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia, Sugianto Kusuma dan Franky O. Widjaja berbagi kisah dalam tema Pengejar Layang-layang.
Dua Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia, Sugianto Kusuma dan Franky O. Widjaja berbagi kisah masa kecilnya hingga bertemu dengan Tzu Chi dan mengabdikan diri untuk bersumbangsih kepada masyarakat melalui Tzu Chi. Satu yang menarik dari keduanya adalah hubungan yang sangat erat dengan sang ayah.
“Pak Eka Tjipta Widjaja yang tercinta betul-betul punya prinsip yang kuat sekali, dia mengatakan bahwa integritas itu lebih penting dari nyawanya,” tutur Franky O. Widjaja. Prinsip itu juga yang menjadi value dari Sinar Mas Grup yang kini terus berkembang namun juga terus diiringi dengan berbagai kegiatan kemanusiaan melalui Tzu Chi Cabang Sinar Mas.
Pun dengan Sugianto Kusuma yang selalu mengingat perkataan sang ayah. “Saya tidak meninggalkan apa-apa buat kamu, hanya satu saja, yaitu nama baik,” begitu sang ayah berucap.
Di usia Tzu Chi Indonesia yang tahun ini menginjak 30 tahun, Franky mengajak para relawan untuk terus memahami ajaran Master Cheng Yen dan mengaplikasikan dalam berkegiatan Tzu Chi.
“Tzu Chi kan adalah katalis antara yang punya dengan yang membutuhkan. Punya apa? Punya tenaga, punya pemikiran, punya materi untuk bisa membantu. Mereka yang dibantu bisa berdiri lagi untuk bisa bantu yang lain, Jadi ini suatu aliran cinta kasih yang baik. Saya rasa Indonesia 30 tahun bisa sudah tidak ada lagi yang miskin karena sebetulnya Indonesia yang kaya banyak, 30-40 juta, yang betul-betul membutuhkan 10-20 juta, kalau kita semua bisa membantu, itu Indonesia sudah tidak ada masalah sama sekali,” ujar Franky O. Widjaja.
Sugianto Kusuma berpesan agar para relawan makin giat mengajak teman dan saudara menceritakan tentang Tzu Chi, apa yang dilakukan di Tzu Chi dan kebahagiaan yang dirasakan menjadi relawan Tzu Chi.
“Saya tadinya agak pesimis, tapi hari ini saya sudah lihat Shixiong Shijie punya semangat, dan banyak yang muda-muda, yang ikrar begitu tinggi saya jadi punya positif thinking lagi. Saya rasa semangatnya ini, jangan hanya bicara di sini saja, bawa pulang ke daerah masing-masing, melakukan lebih banyak lagi dan lebih giat mengerjakan misi-misi Tzu Chi, karena saya pun sudah berikrar pada Master Cheng Yen, saya mewakili Shixiong Shijie berikrar kepada Master Cheng Yen, jaga baik-baik ini,” katanya. “Apa ikrar saya? Selama Tzu Chi ada di Indonesia saya mengharapkan semua KP itu punya tanah 5 hektar bisa bangun sekolah, bangun rumah sakit kecil. Jadi saya rasa kerja kita masih panjang sekali,” pesannya.
CEO Misi Amal Tzu Chi Internasional, Yan Bo Wen merasa terharu dengan kesungguhan para relawan Tzu Chi di Indonesia hingga empat misi sudah terealisasi di Indonesia.
Kamp kali ini juga menghadirkan dua pembicara dari Taiwan. Di hari pertama, CEO Misi Amal Tzu Chi Internasional Yan Bo Wen berbicara tentang keberlanjutan dan prospek masa depan Tzu Chi. Tzu Chi internasional sudah berdiri selama 57 tahun, suatu perjalanan yang tidak singkat. Dalam 57 tahun itu, per April 2023, jejak cinta kasih Tzu Chi sudah ada di 128 negara. Tzu Chi juga telah memiliki kantor, baik itu kantor perwakilan maupun kantor penghubung, juga kantor cabang yang ada di seluruh dunia di 67 negara.
CEO Misi Amal Tzu Chi Internasional, Yan Bo Wen, sangat terkesan dengan insan Tzu Chi di Indonesia bahwa dalam 30 tahun ini empat misi Tzu Chi telah lengkap. Ia berharap 30 tahun yang akan datang bisa berbuat lebih banyak lagi apalagi didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi di tahun-tahun mendatang.
“Saya melihat Indonesia telah mewujudkan empat misi Tzu Chi dengan luar biasa. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga sangat menjanjikan. Walau pernah mengalami kemunduran saat pandemi, tapi dari perkembangan dunia, dalam 10 tahun, peningkatan GDP akan lebih dari 5 persen, itu sangat jarang di seluruh dunia. Maka Indonesia memiliki satu impian 2045. Jadi perkembangan atau peningkatan GDP Indonesia sudah melampaui Jerman. Pada tahun 2045 Indonesia akan menjadi salah satu dari empat negara dengan kapasitas ekonomi terbesar bersama-sama dengan Tiongkok. Saya sangat salut dengan realita dari peningkatan ekonomi Indonesia,” tutur Yan Bo Wen.
Sekilas tentang Yan Bo Wen, ia merupakan orang yang sangat sukses di Taiwan dan pernah mendapat penghargaan sebagai 10 orang yang sangat berpengaruh di dunia digital, salah satunya dia. Setelah pensiun dari perusahaan digital, banyak sekali perusahaan yang menariknya. Namun pilihannya justru ke Tzu Chi, yang justru ia tak menerima gaji.
Walaupun ia selalu berada di Taiwan untuk bekerja, tetapi pernah tiga tahun ia bekerja di Singapura. Dulu ia berbisnis di bidang semi konduktor yakni benda-benda elektronik yang memiliki unsur semi konduktor tahun 2004-2007 di Singapura. Ia pun mengenal Tzu Chi di Singapura. Pada waktu itu ia mengunjungi panti jompo di Singapura dan di situ ia belajar bagaimana menjadi relawan pemerhati. Itulah gerbang pertamanya mengenal Tzu Chi.
Keindahan barisan relawan yang tampak saat break, mengisi energi untuk bisa mengikuti materi pelatihan dengan baik.
Juniaty, relawan dari Tzu Chi Medan sangat terkesan dengan para relawan yang sudah bergabung di Tzu Chi selama 20 tahun. Ia yang bergabung sejak tahun 2016 atau tujuh tahun yang lalu itu pun bisa mengambil semangat dari mereka.
“Ada relawan yang walaupun naik angkutan umum selama dua jam dari rumahnya ke Tzu Chi. Itu sangat berkesan sekali. Ada juga relawan yang hidupnya sudah sangat nyaman, namun masih mau menjalankan Tzu Chi, bahkan ikut survei kasus hingga tengah malam, mereka sangat menggunakan hati mereka, sangat yong xin (bersungguh hati). Saya terkesan akan kata-kata, ‘bertumbuh bersama Gan En Hu’, Gan En Hu sudah dibantu, masih diperhatikan keluarganya. Ada niat maka ada kekuatan,” ujarnya. Juniaty pun bergabung menjadi relawan Tzu Chi melalui pintu masuk misi amal dan survey kasus.
Editor: Erli Tan
Artikel Terkait
Kamp 4in1: Menyongsong 30 Tahun Tzu Chi Indonesia dengan Rasa Syukur
17 September 2023Di Kamp 4in1 yang digelar pada 16-17 September 2023, topik yang diangkat adalah Mengenang Sejarah Perjalanan 30 Tahun Tzu Chi Indonesia. Para relawan diajak untuk flashback perjuangan para relawan 20 hingga 30 tahun lalu dalam menjalankan misi-misi Tzu Chi.
Kamp 4in1 2019: Tekad, Tanggung Jawab, dan Keyakinan dalam Bertindak
31 Juli 2019Sabtu 27 Juli 2019, di paruh hari kedua pelatihan Kamp 4in1 2019, berlanjut dengan materi bertemakan tekad dan tanggung jawab insan Tzu Chi. Relawan senior dari Tzu Chi Taiwan, Gan Wan Cheng membagikan pengalaman hidupnya selama 18 tahun menjalani Misi Pelestarian Lingkungan.
Kamp 4in1 Tzu Chi Indonesia 2019
05 Agustus 2019Kamp Pelatihan 4 in 1 Tzu Chi Indonesia tahun 2019 kembali diadakan di Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara. Kegiatan ini diikuti oleh relawan Tzu Chi dari berbagai wilayah di Indonesia dan diadakan selama dua hari (27-28 Juli 2019).