Kamp Pelatihan Komite & Cakom dan Biru Putih 2016: Melihat Jejak Bodhisatwa
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Stephen Ang (He Qi Utara 2), Dr. Ong Tjandra (He Qi Barat)Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Franky O. Widjaja tengah “sharing” tentang perjalanannya menapaki jalan Tzu Chi, yang dikupas dalam talkshow yang dipandu Chia Wen Yu, relawan komite senior Tzu Chi.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya”, ungkapan ini sebagai bentuk penghargaan sebuah bangsa kepada para pejuang, pelopor, dan pendiri negara ini. Begitu pula dengan sebuah organisasi, sejarah menjadi tonggak dan catatan penting untuk melangkah maju ke masa depan. Dari sejarah maka generasi muda dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari generasi sebelumnya. Dan yang terpenting, sejarah-sejarah ini bisa menginspirasi para generasi muda untuk melakukan hal-hal yang sama baiknya, sama besarnya, dan sama manfaatnya bagi sesama.
Hal inilah yang melandasi salah satu materi Pelatihan Komite & Cakom dan Pelatihan Biru Putih dengan mengundang sharing dari Franky O. Widjaja, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang juga Chairman and Chief Executive Officer, Sinar Mas Agribusiness & Food. Ternyata, di masa-masa awal bergabung dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia banyak hal yang melatarbelakangi tekadnya menjadi murid Master Cheng Yen, mulai dari krisis moneter yang berujung krisis politik dan sosial di tahun 1998, pembagian beras 50.000 ton dari Taiwan, badai krisis moneter yang menghantam perusahaan, normalisasi Kali Angke, hubungan beliau dengan Sang Guru (Master Cheng Yen), hingga tekadnya untuk mewujudkan 1 Juta Donatur Tzu Chi.
Dipandu oleh Chia Wen Yu, relawan komite senior Tzu Chi, talkshow berlangsung dengan cair, hangat, terbuka, dan penuh sukacita.
Franky O. Widjaja bersama-sama relawan Tzu Chi saat membantu korban banjir di Jakarta tahun 2002.
Dipandu oleh Chia Wen Yu, relawan komite senior Tzu Chi, talkshow berlangsung dengan cair, hangat, terbuka, dan penuh sukacita. Ini memberi warna berbeda dalam pelaksanaan Pelatihan Komite & Cakom dan Biru Putih Indonesia Tahun 2016.
Chia Wen Yu : Waktu begitu cepat berlalu. Kita kembali ke tahun 1998, bagaimana waktu itu akhirnya Rong Nien Shixiong (penggilan Franky O. Widjaja) bisa bertekad berguru dengan Master Cheng Yen?
Franky O. Widjaja : Sangat bersyukur, setelah beberapa kali sempat tertunda, akhirnya saya bisa ke Taiwan dan bertemu Master Cheng Yen, bersama ayah saya (Eka Tjipta Widjaja), dan ibu. Ini juga berkat usaha Wen Yu yang gigih.
Pak Eka, ayah saya adalah orang yang sangat tidak percaya hal-hal yang berbau mistik, melihat Master Cheng Yen yang perawakannya kecil, tetapi beliau sanggup berbuat hal- hal yang besar bagi dunia dan kemanusiaan. Pak Eka bilang, beliau banyak bertemu tokoh-tokoh dan presiden dari berbagai negara, tetapi yang dikaguminya hanya sedikit. Dan, Master Cheng Yen adalah salah satu tokoh yang dikaguminya.
Chia Wen Yu : Pak Eka juga heran dan bertanya kenapa relawan mau bekerja dari pagi sampai malam, tanpa pamrih. Yang gabung juga banyak orang-orang pintar dan bagaimana cara memanage hal ini...?
Franky O. Widjaja : Master Cheng Yen menjelaskan bahwa untuk mengatur dan mengoordinasi relawan dengan menggunakan Sila sebagai sistem dan Cinta Kasih untuk menjalankannya.
Chia Wen Yu : Pak Franky berlutut dan bertekad menjadi murid? Menjalin jodoh baik di masa lalu dan jadi murid, bisa bersyukur. Sebelum diberikan restu, Master Cheng Yen bilang untuk meminta izin dulu kepada orang tua.
Franky O. Widjaja : Saat meminta izin untuk menjadi murid beliau (Master Cheng Yen), Pak Eka berpesan, boleh mengikuti kegiatan Tzu Chi, tetapi Sinar Mas tetap harus diperhatikan. Di situ ada tanggung jawab besar. Ada 300 ribu karyawan yang jika dikali 5 = 1,5 juta yang bergantung hidupnya dari perusahaan.
Chia Wen Yu : Sewaktu mengetahui jika Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia tidak atau belum memiliki kantor, maka Pak Eka segera meminjamkan tempat untuk kantor di gedung ITC Mangga Dua Lt. 6. Nggak kira-kira, dipinjeminnya sampai 14 tahun. Bahkan sekarang masih dipakai untuk Kantor Sekretariat Relawan Komunitas He Qi Pusat. Saat terjadi kerusuhan sosial di tahun 1998, Pak Franky dan Ibu Su Mei melapor kepada Master Cheng Yen di Taiwan.
Franky O. Widjaja : Saat itu, Pak Eka bilang bahwa orang indonesia ini pada dasarnya baik, yang membuat terjadinya hal ini adalah akibat kesenjangan sosial yang tinggi. Master Cheng Yen memberikan petunjuk untuk membagikan 100 ribu paket sembako. Sebanyak 50 ribu untuk masyarakat yang membutuhkan dan 50 ribu lagi untuk aparat keamanan yang bertugas di Jakarta. Karena para petugas keamanan ini juga perlu diperhatikan, mereka ada sebulan lebih berjaga dan siaga, menjaga keamanan ibukota, jadi ini bentuk perhatian kita kepada mereka dan keluarganya.
Chia Wen Yu : Saat pembagian beras di Indonesia, Sinar Mas juga menurunkan 3.000 karyawannya untuk membantu. Nah, kita beruntung punya Shixiong yang kemudian memikirkan adanya Sistem 1 dan 2 yang akhirnya menjadi panduan Tzu Chi hingga saat ini.
Franky O. Widjaja : Di sini dibuat sistem 1 dan 2. Sistem 1 adalah di mana ajaran-ajaran Tzu Chi bisa diterapkan di sini agar arahnya jelas. Ibarat kompas, ini penunjuk arah kita agar bisa lebih cepat sampai tujuan. Ini agar sesuai dengan pesan Master Cheng Yen, bahwa beras yang dibagikan mungkin dalam waktu 4 – 5 hari akan habis, tetapi cinta kasih yang tertanam di dalamnya takkan pernah habis.
Sedangkan sistem 2, ini adalah tata caranya, mulai dari pengadministrasian, pencatatan donasi, gudang, tata cara pembagian, dan logistik. Logistik ini harus tepat waktu, karena yang mengantri banyak yang sudah berusia lanjut, jadi harus tepat dibagikan. Logistik juga kita atur supaya tidak berkurang di tengah jalan, harus tepat jumlah dan sasaran. Ini bentuk pertanggungjawaban kita kepada para donatur dan relawan.
Chia Wen Yu : Tahun 2002, Sinar Mas kena krisis yang sangat berat. (Hutang dalam dollar dan pendapatan dalam rupiah -red). Saya ditelepon istri Pak Franky. Ia bilang kalau Pak Franky kurus. Istri Pak Franky menyarankan agar Pak Franky istirahat di Hualien, Taiwan.
Saat tanya jawab sama Master Cheng Yen, wajahnya nampak lesu dan sedih. Saat itu kondisi perusahaannya kurang bagus. Saat sesi tanya jawab, Master Cheng Yen bilang, karena Papa kamu sudah menanam benih yang sangat dalam di Indonesia maka krisis and badai kali ini pasti akan berlalu.
Tahun 2002 juga menjadi tonggak sejarah Tzu Chi Indonesia. Tzu Chi mendirikan rumah susun bagi masyarakat yang terkena program normalisasi Kali Angke. Di tahun ini pula Aguan Shixiong (Sugianto Kusuma) ikut bergabung. Bagaimana latar belakangnya?
Franky O. Widjaja : Awalnya adalah banjir besar yang merendam wilayah Jakarta hampir 60%. Setelah itu ada program Normalisasi Kali Angke yang diadakan oleh Pemprov DKI Jakarta. Bantaran kali diperluas dan Kali Angke dikembalikan lagi fungsinya seperti semula. Karena itu banyak masyarakat yang harus pindah ke tempat yang lebih layak.
Tzu Chi dulu juga pernah bangun rumah di Tiongkok, masyarakat yang korban banjir direlokasi ke tempat yang lebih aman. Kemudian sempat konsultasi dengan Stephen Huang (CEO Tzu Chi Internasional) dan beliau setuju (dengan ide ini). Stephen Huang juga menyarankan untuk bicara langsung kepada Master Cheng Yen.
Master Cheng Yen menyarankan Program 5P: Pembersihan, Penyedotan Air (Pengeringan), Penyemprotan hama, Pengobatan, dan Pembangunan Perumahan. Begitu pulang dari Taiwan (kita) langsung turun ke lapangan. Pergi ke Kampung Melayu untuk membersihkan kali di daerah sana. Akhirnya disarankan oleh Stephen Huang untuk fokus di wilayah penggalan Kali Angke. Delapan kali Stephen Huang datang untuk mengarahkan. Sejak itulah kita mulai membersihkan dan menjaga Kali Angke ini. Sebagai bentuk apresiasi, Pemerintah DKI Jakarta menganugerahkan nama Kali Angke Tzu Chi (19 Desember 2007).
Chia Wen Yu : Ada kabar, Pak Aguan sempat terharu dan mau semakin semangat untuk membantu ketika saat itu kondisi Sinar Mas sedang down, tapi Pak Franky tetap mau bantu orang. Dan Pak Aguan bilang kalau misal yang nyumbang sedikit, apa ini nanti kita bagi dua aja dananya, dan Pak Franky setuju.
Franky O. Widjaja : Ya, sebenarnya menang nekat aja. Saya percaya pada dasarnya setiap orang punya cinta kasih. Dan terbukti banyak yang mendukung. Dari Taiwan juga pada menyumbang. Bukan besar kecilnya (sumbangan), yang penting adalah cinta kasihnya. Jadi kekuatan cinta kasih yang terhimpun ini akan menjadi kekuatan besar yang bermanfaat bagi sesama. Saya ingin Tzu Chi menjadi katalis bagi mereka yang memiliki waktu, tenaga, ataupun pikiran.
Chia Wen Yu : Pak Aguan dan Pak Franky ini menjadi contoh bagi para relawan Tzu Chi yang berprofesi sebagai pengusaha.
Franky O. Widjaja : Yang saya resapi adalah bagaimana kita bisa mengecilkan diri sendiri lewat mata dan masuk ke dalam hatinya hingga terkenang. Sulit, mata kelilipan pasir aja sakit, tapi kita harus bisa rendah hati.
Chia Wen Yu : Pak Franky juga menjadi Ketua Badan Misi Pendidikan Tzu Chi. Bagaimana Pak Franky melihat perkembangan anak-anak Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi ini.
Franky O. Widjaja : Kita tahu bahwa mayoritas anak-anak Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi ini dulu adalah anak-anak dari bantaran Kali Angke. Setelah pindah ke Rusun Tzu Chi mereka juga bersekolah di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Di sini proses ini berjalan, ada DAAI Mama (relawan pendamping) yang ikut membantu membimbing dan mengarahkan mereka.
Kita bersyukur sudah lebih dari 10 tahun rusun kita masih bagus dan bersih, tidak kumuh. Ini berarti kita berhasil mengubah perilaku anak-anak ini. Kita tahu jika orang tua mungkin sulit untuk bisa mengubah perilaku dan kebiasaannya, karena itulah harapannya ada pada anak-anak. Kita tidak hanya mementingkan pada pendidikan akademis, tetapi juga harus memiliki budi pekerti yang luhur. Karena kepintaran tanpa dilandasi sikap moral yang baik maka kepintaran tersebut bisa disalahgunakan.
Franky O. Widjaja juga menyampaikan tekadnya untuk menggalang Satu Juta Donatur dan pencapaiannya hingga tahun ini.
Chia Wen Yu : One Million Dream? Janji Pak Franky di hadapan Master Cheng Yen untuk menggalang satu juta donatur.
Franky O. Widjaja : Ini juga modal nekat. Ini adalah cara untuk mengajak lebih banyak orang lagi untuk berbuat kebajikan. Ternyata memang tidak mudah untuk mengajak orang untuk mau bersumbangsih, meskipun kepada karyawan kita sendiri. Awalnya malah lebih parah, saya naikkan dulu gaji mereka baru kemudian minta mereka sumbang. Tetapi ini tidak ada paksaan. Seiring berjalannya waktu, mereka pun akhirnya terbiasa dan bisa happy untuk berpartisipasi.
Chia Wen Yu : Saat laporan tahunan Pak Franky sempat menangis, kenapa…?
Franky O. Widjaja : Saya sebenarnya orang yang jarang menangis, tetapi karena saat itu begitu banyak keharuan. Sepanjang tahun itu kita sudah berhasil mencapai 543.717 donatur. Dan ini yang membuat saya terharu, pelan-pelan “cek kosong” (janji) saya sudah terwujud.
Chia Wen Yu : Harapannya bagi Tzu Chi Indonesia?
Franky O. Widjaja : Sungguh sebuah jodoh yang sangat baik sekali bisa bergabung di Tzu Chi. “My dream and another dream”, Tzu Chi bisa memiliki relawan-relawan yang tangguh, yang mengerti falsafah Tzu Chi dan ajaran Master Cheng Yen, yang bisa menjadi katalis untuk membantu yang membutuhkan. Kita jalankan misi Tzu Chi di Indonesia bisa jalan agar indonesia bisa aman, sejahtera, dan damai.