Kamp Pelatihan Komite dan Cakom dan Pelatihan Biru Putih 2016: Menjadikan Tugas Sebagai Berkah
Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Anand Yahya, Markus (He Qi Barat), Beverly Clara (Tzu Chi Tj. Balai Karimun)Ada peribahasa mengatakan bahwa tajam pisau karena diasah yang artinya: seseorang bisa pandai karena belajar dan berlatih. Sama seperti yang dilakukan oleh relawan Tzu Chi yang terus melatih diri bersumbangsih dan mendengarkan sharing untuk merecharge kembali pengetahuan yang dimiliki, sehingga lebih mendalami Tzu Chi dan bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kali ini, relawan Tzu Chi mengikuti Kamp Pelatihan Komite dan Calon Komite untuk menyelami semangat ajaran Jing Si selama dua hari, terhitung sejak tanggal 8-9 Oktober 2016 di Aula Jing Si Tzu Chi.
“Pelatihan calon komite 2016 dan 2017 ini bertujuan agar relawan memahami semangat ajaran Jing Si, mengetahui info terkini tentang Tzu Chi, serta memperdalam bagaimana bertata krama dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang selayaknya,” ujar Like Hermansyah disela-sela pelatihan. Kamp pelatihan ini diikuti ratusan relawan dari Jakarta, Tangerang, Pekanbaru, Surabaya, Batam, Tanjung Balai Karimun, Lampung, Medan, Biak, Bali, Makassar, dan Tzu Chi Sinar Mas.
Sebanyak 240 relawan dari Jakarta, Tangerang, Pekanbaru, Surabaya, Batam, Tanjung Balai Karimun, Lampung, Medan, Biak, Bali, Makassar, dan Tzu Chi Sinar Mas mengikuti pelatihan ini.
Dalam kamp pelatihan ini, 240 relawan juga diingatkan kembali tentang misi amal Tzu Chi yang disampaikan oleh Wie Siong. Dalam sharingnya, Wie Siong menceritakan bagaimana relawan Tzu Chi mendampingi para penerima bantuan secara totalitas dari awal hingga ditutupnya kasus seorang pasien yang berarti berakhirnya proses pengobatan seperti yang dilakukannya maupun relawan misi amal lainnya. Sharing misi amal ini pun diberikan hingga dua sesi yang disertai dengan simulasi penanganan sebuah kasus pasien. Sebagai koordinator kegiatan ini, Like berharap melalui sharing misi amal ini para relawan komite nantinya bisa lebih memahami misi amal. “Supaya benar-benar bisa menerapkan,” ujarnya.
Berawal dari Sebuah Tekad
Menjadi relawan komite Tzu Chi akan menerima tanggung jawab baru untuk diemban, sehingga masih banyak dari mereka yang berpikir ulang ketika akan memasuki fase ini. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa dirinya merasa belum layak untuk mengemban tugas sebagai seorang komite. Namun berbeda ketika mereka calon komite yang datang dengan membawa tekad ke dalam pelatihan ini, salah satunya Kenniwati Onggoro. Relawan berusia 77 tahun ini datang mengikuti pelatihan dengan penuh semangat. Relawan lansia ini berjodoh dengan Tzu Chi delapan tahunyang lalu. “Sejak mama meninggal saya menangis terus, lalu ada saudara yang menyarankan untuk ikut kegiatan di wihara agar tidak terlarut sedih. Tapi di wihara tidak banyak kegiatan yang saya ikuti, kemudian saya mencari Tzu Chi ke mangga dua dan diterima,” ujarnya.
Kenniwati Onggoro yang merupakan relawan lansia turut mengikuti pelatihan dengan penuh semangat dan tekad yang kuat.
Sejak tahun 2008 itulah Kenni masuk ke dalam barisan Tzu Chi, ia pun aktif di bagian konsumsi, amal, depo pelestarian lingkungan Tzu Chi, maupun lainnya. “Kalau ada kegiatan apa saja saya pasti datang selagi bisa,” ucapnya. “Di rumah saja merasa kesel, kalau di sini (Tzu Chi) banyak teman dan banyak belajar karena mau menghilangkan kesedihan saya,” lanjutnya. Niat awal yang hanya ingin keluar dari kedukaan pun berlanjut hingga sekarang menjadi calon relawan komite Tzu Chi. Setiap berkegiatan di Tzu Chi jika tidak ada relawan yang bisa menghampirinya, ia pun selalu menggunakan transportasi umum, trans Jakarta.
Mulanya Kenni mengaku tidak terlalu berambisi untuk menjadi relawan komite. Tetapi karena keinginannya untuk bertemu dengan Master Cheng Yen, maka ia pun memantapkan tekadnya mengikuti pelatihan dan siap dilantik menjadi relawan komite. “Kita sudah diajarin (Master Cheng Yen), jadi ingin ketemu langsung,” akunya. “Rasanya hati ini senang bisa ketemu Shang Ren,” ucapnya bahagia.
Usman Sutanto (dua dari kiri) mencatat sharing yang diberikan relawan Tzu Chi dalam kamp pelatihan ini.
Impian bertemu Master pun tinggal selangkah lagi. Pada bulan November 2016 nanti, Kenni menjadi salah satu relawan yang akan dilantik menjadi relawan komite di Taiwan. Namun di balik semua itu, Kenni melampauinya dengan tidak mudah. Diusianya yang sudah tidak muda lagi terus giat mengumpulkan dana. Sehari-hari Kenni menjahit pakaian yang sudah dilakoninya sejak 30 tahun silam. “Sekarang (jahitan) mulai berkurang, kalau banyak pinggang terasa sakit,” ungkapnya. hasil dari jahit ini ia kumpulkan yang dialokasikan untuk biaya ke Taiwan bulan depan. “Masih ada kekurangan tapi dibantu saudara. Kalau seragam dikasih sama teman (relawan),” ungkapnya bersyukur.
Sejak menjadi calon komite ini, Kenni mulai bervegetaris. “Biasanya vege kalau ce it cap go (bulan gelap dan terang penanggalan lunar). Sejak masuk Tzu Chi tidak makan daging. Sekarang konsumsi ayam, ikan, dan lain-lain sudah dikurangin,” ucapnya. “Kadang kalau ada saudara yang mau makan daging saya minta beli di luar (tempat makan) karena saya masaknya tidak ada daging,” tambahnya.
Tio Mei Hui (tiga dari kanan) mengikuti kebaktian pagi bersama relawan calon komite lainnya di Aula lantai 2, Tzu Chi.
Kenni yang setiap malam ditemani keponakannya ini mengaku bahwa Tzu Chi memberikan perubahan pada dirinya. “Ajaran Master benar-benar bagus. (Dengan mempraktikkannya) membuat kita menjadi lebih sabar. Kalau duluada teman marah, cepat ikut kesel, sekarang bisa hadapin dengan lebih tenang sabar dan tidak balas marah,” akunya tersipu.
Kembali Pada Jalinan Jodoh
Sementara itu pasangan suami istri yang sama-sama akan dilantik menjadi relawan komite pada November 2016 nanti adalah Usman Sutanto dan Tio Mei Hui. Meskipun awalnya merasa ragu akan tanggung jawab baru dengan berganti seragam komite, mereka memutuskan untuk menerimanya. “Calon Komite baru titik awal, tanggung jawab berat. Semua perkataan, tingkah laku menjadi sorotan. Pada prinsipnya kita jalanin saja, semua tergantung jodoh,” ungkap Mei Hui. “Sebetulnya sebuah tugas berawal dari tekad kita,” kata Usman menimpali.
Kedua pasangan suami istri ini masuk ke dalam bagian keluarga Tzu Chi sejak tahun 2011 ketika mendaftarkan kedua anaknya, Bryan Sutanto dan Engelique Sutanto masuk kelas budi pekerti Tzu Chi. sejak saat itulah jalinan jodoh baik berlanjut hingga sekarang. Usman pun aktif di bagian logistik dan misi pelestarian lingkungan Tzu Chi, sementara sang istri menjadi ketua Xie Li dan Daai Mama.
Bersama-sama aktif di Tzu Chi tidak berarti menemukan kendala dalam hidup, bahkan kendala ini datang dari keluarga. Terkadang apa yang dilakukan Usman dan istrinya mendapatkan pertentangan dari sang buah hati. “Makin lama makin padat jadwalnya, anak pun komplain. Tapi coba jelaskan bahwa ini menjalankan misi kemanusiaan,” kata Usman. “Waktu memang berkurang untuk anak. Jadiya pintar-pintarnya bagi waktu sih,” imbuh Mei Hui disertai tawa.
Para relawan bersama-sama memeragakan isyarat tangan di sela-sela sesi pada pelatihan cakom dan komite.
Selama mengikuti kamp, banyak hal yang diperoleh. Mei Hui mengaku sharing yang disampaikan dijadikan sebagai instropeksi diri. “Lebih ke kembali ke niat awal masing-masing. Apa yang disampaikan mengena ke dalam kehidupan sehari-hari,” ucap ibu rumah tangga ini. Bahkan Usman juga memberikan satu rangkuman yang direnungkannya. “Dengan membangun kekuatan kecil dari diri sendiri akan tercipta berkah dalam keluarga kita. Dengan adanya berkah di keluarga akan memberikan berkah besar di lingkup masyarakat, sehingga akan tercipta masyarakat yang damai, tenteram dan dunia bebas dari bencana,”papar pri yang sehari-harinya bekerja di distribusi farmasi obat-obatan ini.
Hal lain juga disampaikan oleh relawan pasangan suami istri dari Tzu Chi Lampung. Lita dan Jonathan Toyib mengikuti pelatihan ini dengan tujuan bisa mengembangkan Tzu Chi Lampung nantinya. Lita yang merupakan ketua harian Tzu Chi Lampung ini bertekad akan mengajak lebih banyak Bodhisatwa dunia, “Saya akan mengembangkan (Tzu Chi) di daerah saya, di Lampung supaya lebih banyak orang yang tergerak untuk bekerja di Tzu Chi.”
Apa yang dilakukan Lita pun selalu mendapatkan dukungan dari sang suami. “Setelah dari sini saya akan memotivasi yang lain agar lebih tertarik (Tzu Chi) lagi, meski di lampung agak sulit,” tukas Jonathan. Pasangan suami istri yang aktif di Tzu Chi sejak 2010 ini mengaku memiliki tekad untuk menjalankan apa yang Master Cheng Yen harapkan. “Master adalah seseorang yang benar-benar bijaksana, ini yang saya kagumi dari Master. Saya berharap di Lampung akan menjadi Tzu Chi yang diharapkan Master,” ungkap wanita 53 tahun ini. Sang suami pun menimpali, “Kagum dengan Master, seorang wanita tapi dengan kata-kata beliau saja, orang mau melakukannya.” Dalam bersumbangsih di Tzu Chi, Lita dan suaminya pun mengajak anaknya untuk bersama-sama berbuat kebajikan menolong yang membutuhkan.
Jonathan Toyib bersama istrinya, Lita bertekad akan mengembangkan Tzu Chi di Lampung dengan mengajak lebih banyak para Bodhisatwa dunia.
Melalui kamp pelatihan ini, Like Hermansyah berharap kepada relawan Tzu Chi yang nantinya menjadi relawan komite agar bersama-sama menjalankan tanggung jawab dengan baik dan menjadikan tugas sebagai berkah. “Master bilang kalau bisa mengemban tugas itu memberkahi diri. Kita bisa melakukan suatu tanggung jawab artinya masih dibutuhkan, kita syukuri,” tukasnya. Sehingga dengan mengamban tugas, setiap relawan dapat banyak belajar dan melatih diri.
Artikel Terkait
Berdonasi dan Belajar Kepemimpinan Bersama Tzu Chi
06 Oktober 2016Kamis, 29 September 2016, mahasiswa yang tergabung dalam ALSA (Asian Law Student’s Association) Indonesia melakukan kunjungan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Kunjungan ini diikuti oleh 200 peserta dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia.