Kamp Pelatihan Relawan Komite & Calon Komite 2017: Tzu Chi sebagai Ladang Pelatihan Diri
Jurnalis : Erli Tan, Fotografer : Erli Tan
Sebanyak 580 Relawan Tzu Chi dari berbagai daerah di Indonesia mengikuti Kamp Pelatihan Relawan Komite & Calon Komite 2017. Kamp ini merupakan ajang pelatihan diri bagi para relawan.
Selama dua hari, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan Kamp Pelatihan Relawan Komite & Calon Komite 2017. Kamp berlangsung di Gedung Aula Jing Si, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Kamp dibuka tanggal 11 Maret 2017 dan dihadiri oleh 580 peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Ada dari Medan, Tebing Tinggi, Batam, Tanjung Balai Karimun, Lampung, Padang, Palembang, Pekanbaru, Bandung, Tangerang, Makassar, Biak dan Jakarta sendiri.
Pelatihan ini diisi dengan beberapa sharing inspiratif dari relawan yang membawakan materi. Khusus relawan Calon Komite yang akhir tahun nanti dilantik di Taiwan, mengikuti sesi mengenai kasus amal. Sementara relawan Calon Komite lainnya mengikuti sesi tanya jawab bersama relawan-relawan komite senior. Selama kamp, setiap peserta wajib bertata krama sesuai dengan budaya Tzu Chi. Karena itu pada kamp ini relawan dibimbing terus mengenai tata krama makan, berpenampilan, dan tata krama tidur. Sikap dan tindakan sehari-hari, semuanya tidak luput dari pelatihan diri.
Salah satu peserta kamp adalah Ina. Relawan Tanjung Balai Karimun yang sudah bergabung di Tzu Chi sejak 2009 ini awalnya mengira bergabung di Tzu Chi untuk berbuat kebajikan saja. Ia baru tahu ternyata Tzu Chi adalah ladang pelatihan diri. Relawan berusia 35 tahun ini sangat bersyukur bisa bergabung di Tzu Chi. “Sungguh bahagia bisa mendapat guru bijaksana seperti Master. Ini yang membuat saya tetap berani dan maju terus menggenggam jalinan jodoh ini,” ujar Ina.
Calon Relawan Komite yang akhir tahun nanti dilantik di Taiwan, mengikuti sesi tentang kasus amal.
Perjalanan Ina di Tzu Chi selama ini bukan tanpa liku-liku. Ina adalah salah satu tulang punggung keluarga setelah abangnya. Gajinya bekerja setiap bulan dipakai untuk kebutuhan keluarga. Anak keempat dari lima bersaudara ini pun tidak mengeluh. Baginya bisa menjadi tulang punggung keluarga adalah salah satu caranya berbakti pada kedua orang tua.
Kurun waktu dari tahun 2009-2011, keluarga Ina mengalami kesulitan beruntun. Sang ayah sakit kemudian disusul dengan ibu, yang akhirnya menghabiskan dana tabungan mereka. Setelah itu Ina sendiri juga menjalani operasi kista, yang biayanya dibantu oleh saudara-saudara se-Dharma dari Tzu Chi Tanjung Balai Karimun.
Dalam hati Ina pun pernah berkecamuk. Lantaran pada tahun 2014 lalu ia mempertimbangkan untuk pindah kerja agar bisa tetap ikut kegiatan Tzu Chi. Waktu itu ia bekerja Senin sampai Minggu. Dan dalam satu bulan hanya mendapat satu kali off. Artinya satu bulan baru bisa ikut satu kali kegiatan Tzu Chi. “Rasanya kok saya makin jauh dari Master. Hati juga merasa tidak tenang,” kenang Ina yang saat itu bekerja di sebuah agen pulsa telepon.
Sang ibu, sangat mendukung Ina aktif dalam kegiatan Tzu Chi. Ina pun kemudian mencoba mencari pekerjaan lain agar setiap minggu bisa hadir di Tzu Chi. Akhirnya ia menemukan pekerjaan di Bank Perkreditan Rakyat Karimun sebagai Admin Credit.
“Gan en banget saya malah menemukan pekerjaan yang Sabtu Minggu libur, tapi gajinya memang lebih rendah,” ujarnya.
Ina sempat bimbang, perbedaan gaji yang lumayan jauh ini ia diskusikan dengan sang ibu. Tidak menyangka jawaban ibunya sangat membuatnya terharu.
“Mama bilang, yang penting kamu bahagia, uang kalo lebih, tapi kamu tidak bahagia buat apa.“ Selain itu Ina juga merasa tidak berbakti jika pendapatannya berkurang, tapi malah mamanya menghibur dengan berkata, ”Pendapatan lebih sedikit.. ya kita lebih berhemat saja, kamu jangan berpikir terlalu banyak, pasti ada jalan keluarnya.”
Ina, Relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun senantiasa menggenggam kesempatan dan waktu yang ada untuk melatih diri. Akhir tahun ini Ia akan dilantik sebagai Relawan Komite ke Taiwan.
“Hal yang Benar, Lakukan Saja”
Selama di Tzu Chi, Ina lebih banyak aktif di Misi Kesehatan dan Pendidikan. Ia juga rajin mengumpulkan barang daur ulang dari lingkungan tempat kerjanya. Dari Tzu Chi Tanjung Balai Karimun belum memiliki kantor hingga saat ini memiliki kantor, Ina tetap konsisten menjalani Tzu Chi. Tahun ini Ina akan dilantik Master Cheng Yen di Taiwan.
Dana untuk pelantikan komite ke Taiwan sebenarnya belum terkumpul, mengingat gaji bulanan Ina seutuhnya untuk kebutuhan keluarga. Namun karena merasa takut waktu berlalu dan sudah tidak ada kesempatan lagi, ia selalu menggenggam kesempatan dan waktu yang ada.
“Ikrar saya setelah dilantik, sheng sheng shi shi dou zai pu ti zhong. Selamanya berada di jalan bodhisatwa. Saya juga berusaha mengingat selalu tujuan awal saya ke Tzu Chi itu untuk apa. Master bilang, hal yang benar, lakukan saja,” ujarnya.
Saat ini, Ina yang sudah bervegetaris ini mengambil pekerjaan sampingan yaitu input data pada malam hari setelah pulang dari BPR. Dana inilah yang bisa ia simpan dan sebagian sudah terpakai untuk tiket ke Jakarta mengikuti pelatihan kali ini. Selanjutnya akan dikumpulkan lagi untuk pelantikan di Taiwan. Namun jika dihitung-hitung hingga November, dana dari pekerjaan sampingan ini sebenarnya masih belum mencukupi, hanya sekitar 1/3 dari total dana yang dibutuhkan.
“Master sudah tua, kita pun tidak tahu ketidakkekalan itu apakah besok atau kapan saya masih ada. Yang penting sekarang jalani dulu, berusaha dulu. Saya mau mengikuti jejak langkah Master, supaya beliau tidak kuatir,” ucap Ina.
Tekad agar Master bisa bertenang hati juga diungkapkan Santoso (26). Relawan Tzu Chi Batam ini awalnya adalah relawan muda-mudi Tzu Ching. Ia adalah anggota Tzu Ching pertama Batam yang akan dilantik menjadi komite akhir tahun nanti. Sebagai bagian dari Tim Pelatihan Tzu Chi Batam, ia pun bertekad untuk menjaga pintu dharma melalui acara sosialisasi maupun pelatihan relawan dengan sebaik mungkin.
“Setiap kita melakukan training dan acara, kita berharap banyak orang yang bergabung dan mengenal Tzu Chi. Pintu dharma ini harus kita lakukan sebaik mungkin, supaya orang-orang bisa masuk ke dunia Tzu Chi,” terangnya.
Santoso adalah anggota Tzu Ching pertama Batam yang akan dilantik menjadi komite akhir tahun ini. Sebagai bagian dari Tim Pelatihan Tzu Chi Batam, ia pun bertekad untuk menjaga pintu dharma melalui acara sosialisasi maupun pelatihan relawan dengan sebaik mungkin.
Sama seperti Ina, perjalanan Santoso selama ini di Tzu Chi sejak tahun 2010 juga naik turun. Tidak lama bergabung, ia sudah ditunjuk menjadi Ketua Tzu Ching Batam. Dalam membina relawan muda mudi Tzu Ching inilah, ia merasakan pelatihan dirinya terasah.
“Kadang niat kita bisa goyah, kenapa sih saya kerja keras di Tzu Chi dan akhirnya dapat marah. Ngapain saya di sini, bukan dapat duit juga. Kadang bisa sedih karena hasil tak sesuai harapan. Awalnya pernah mikir seperti itu, sempat mau menyerah,” tutur Santoso.
Namun nyatanya ia tidak pernah menyerah. “Karena di Tzu Chi kita bisa belajar banyak. Karena sudah ada arah dan jalannya, maka lakukan saja. Ajaran Master itu lebih dekat dengan kehidupan kita. Ajaran Buddha seperti inilah yang memang saya mau, yang memang dekat dengan kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.
Selama menggarap ladang pelatihan di Tzu Chi, Santoso selalu berusaha melakukan yang terbaik. “Ladang itu harus sendiri yang garap. Tidak semua bisa berkesempatan memiliki ladang ini. Kalau kita sudah memiliki ladang ini ya kita harus genggam,” ujar Santoso.
Di Tzu Chi, Santoso belajar banyak. Dari yang tidak tahu, kemudian menjadi tahu, dan akhirnya dapat mempraktikkannya (dalam bahasa mandarain: bu zi dao, zi dao, dao zuo dao). Suaranya juga dulu lebih keras kalau bicara, sekarang sudah bisa menyesuaikan. Ia juga mengaku, kesabarannya mengalami kemajuan.
“Karena kita di jalan bodhisatwa, prakteknya memang enam paramita. Salah satunya adalah Ren Ru (Kesabaran). Ren Ru ini tidak bisa kita sendiri berlatih, tapi harus orang lain yang mengasah ke kita,” jelasnya.
Mengikuti Kamp Pelatihan Komite dan Cakom kali ini adalah salah satu persyaratan untuk relawan yang akan dilantik akhir tahun nanti di Taiwan. Sebagai komite nantinya, Santoso berkomitmen akan kembali membimbing yang lain.
“Dulu kita dibimbing, sekarang gantian kita yang membimbing orang. Kita tidak sempurna, tapi kita justru belajar, zhuo zhong xue, xue zhong jue.” ucapnya sambil mengingat kembali materi pelatihan tadi pagi yang dibawakan Ernie Lindawaty Shiijie. Satu kata dari Master Cheng Yen yang selalu diucapkan setiap hari adalah duo yong xin, harus lebih bersungguh hati.
”Duo yong xin itu katanya sederhana, tapi bagaimana kita terapkan dalam kehidupan kita itulah yang mesti diasah terus,” kata Santoso menutup pembicaraan.
Editor : Khusnul Khotimah