Kamp Zhen Shan Mei: Berlari Mengimbangi Laju Tzu Chi Indonesia
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Juliana Santy, Metta WulandariLiu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia berbagi kisah mengenai kondisi relawan Zhen Shan Mei (dokumentasi) 20 tahun silam. Ia dan relawan yang jumlahnya masih sedikit bersama-sama menjalankan berbagai fungsi, mulai dari tim pelayanan, konsumsi, hingga Zhen Shan Mei.
“Kami dulu juga adalah relawan Zhen Shan Mei (dokumentasi -red),” ucap Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengawali kisahnya membangun Tzu Chi Indonesia bersama para istri pengusaha dari Taiwan. Sesi sharing selama 60 menit dalam Kamp Budaya Humanis Zhen Shan Mei (6/12/15) tersebut membuat Liu Su Mei kembali mengenang masa lalu.
Dalam kenangannya, Su Mei menuturkan bahwa sekitar 20 tahun lalu jumlah relawan Tzu Chi di Indonesia masih sangat sedikit. “Hanya beberapa ibu-ibu, istri pengusaha dari Taiwan yang itupun susah berbahasa indonesia,” jelas Agus Hartono, moderator sesi sharing yang disambut senyum oleh Liu Su Mei. “Jadi dulu setiap relawan bisa menjalankan berbagai fungsi, kami merangkap tim pelayanan, konsumsi, dan sekaligus Zhen Shan Mei,” ungkap Liu Su Mei.
“Lalu, mengapa ada Zhen Shan Mei? Apakah tidak terlalu sibuk mengurus semua kesibukan Tzu Chi?” tanya Agus. Dalam jawabannya, Liu Su Mei menegaskan bahwa membuat dokumentasi dari apa yang mereka lakukan kala itu adalah hal yang sangat penting. Hingga kini pun, dokumentasi adalah poin yang sangat penting. “Karena hasil dokumentasi bisa dimanfaatkan untuk mengajak orang lain dan menginspirasi mereka agar tergerak hatinya untuk membantu yang membutuhkan,” jelasnya.
Masing-masing dari relawan selalu memberikan dukungan satu sama lain melalui kelas-kelas yang kerap diadakan untuk meningkatkan kemampuan relawan dalam mendokumentasikan kisah-kisah inspiratif Tzu Chi. Melalui kelas tersebut, kehangatan tercermin dalam setiap senyuman relawan Zhen Shan Mei.
Sebanyak 9 relawan Zhen Shan Mei memberikan sharing mengenai perasaan mereka usai dilantik menjadi relawan komite Tzu Chi oleh Master Cheng Yen di Taichung, Taiwan.
Walaupun masih sedikit relawan yang bergabung, Liu Su Mei ingat betul bahwa semangat kerelawanan mereka sangat besar. Bagaikan potongan puzzle, masing-masing relawan menjadi pelengkap satu sama lain. Ia sendiri tidak menyangka, setelah Tzu Chi berdiri selama 20 tahun, relawan Zhen Shan Mei telah tumbuh bertambah banyak.
Bagi Liu Su Mei, menjadi relawan Zhen Shan Mei adalah langkah untuk memperkenalkan Tzu Chi ke masyarakat luas. “Intinya adalah di dalam kegiatan Tzu Chi terdapat banyak cerita yang mengharukan dan cerita-cerita itu bisa kita bagikan ke orang-orang lain untuk menumbuhkan welas asih mereka,” tambahnya.
Kesempatan tersebut juga ia gunakan untuk memberikan pesan kepada relawan bahwa menjadi relawan adalah belajar dari melakukan, dan dari melakukan baru bisa menjadi lebih baik. “Ingatlah apa yang menjadi tekad awal saat akan menjadi relawan, wujudkanlah harapan masing-masing dari kalian semua, dan jangan lupa untuk saling mendukung antarsesama,” pungkasnya.
Menggenggam Tekad Awal
Seperti apa yang diungkapkan oleh Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bahwa tekad awal adalah kunci dari semangat kerelawanan, hal itu pula yang diterapkan oleh banyak relawan Zhen Shan Mei. Lo Wahyuni salah satunya. Dengan tekad menyebarkan Dharma Master melalui bedah buku, ia akhirnya menjadi relawan Zhen Shan Mei.
“Di kegiatan bedah buku, kami punya tim untuk menyusun resume dan dokumentasi setelah bedah buku diadakan,” ucapnya membuka cerita. Melalui rutinitas tersebut, Wahyuni menjadi terbiasa membuat sebuah tulisan. Selain itu, dorongan dan motivasi dari relawan Zhen Shan Mei membuatnya memberanikan diri untuk mengirimkan karya tulis pertamanya ke redaksi Tzu Chi. “Sambutannya bagus dan artikel saya langsung naik ke situs Tzu Chi,” imbuhnya senang.
Sepanjang menjadi relawan dokumentasi, Wahyuni mengaku tidak ingin menolak tugas yang ia terima. Ia menganggap tugas meliput kegiatan Tzu Chi merupakan bentuk lain dari sebuah berkah. “Dengan meliput kegiatan, saya bisa sekaligus belajar dari pengalaman orang lain. Ini berkah luar biasa,” ucap Wahyuni.
Relawan Zhen Shan Mei membacakan ikrar.
Sebanyak 69 relawan Zhen Shan Mei bersama mentor dan panitia kamp melakukan foto bersama.
Pemegang fungsional Xun Fa Xiang di He Qi Utara ini juga merasakan mempunyai tanggung jawab tersendiri saat berhadapan dengan alat tulis dan kamera. “Tidak bisa asal membuat karya, karena hasil karya kita mencerminkan Tzu Chi dan diharapkan bisa menginspirasi orang lain,” jelasnya.
Di akhir perbincangan, relawan yang baru saja dilantik menjadi relawan komite ini berkata bahwa melalui Zhen Shan Mei, ia melihat banyak ketulusan, kebaikan, dan kehangatan. Relawan Zhen Shan Mei pun selalu mendukung satu sama lain. “Komitmen saya terhadap Zhen Shan Mei tidak boleh luntur karena kita harus lebih banyak menyebarkan kisah inspiratif dan Dharma Master Cheng Yen,” tegas Wahyuni tersenyum.
Sementara itu, Ivana Chang, Kepala Divisi Zhen Shan Mei yang juga baru saja dilantik menjadi relawan komite bertekad ingin membawa Zhen Shan Mei berlari mengimbangi perkembangan Tzu Chi Indonesia yang melaju dengan cepat. “Dalam waktu sepuluh tahun, empat misi di Tzu Chi Indonesia terwujud. Di perkembangan Tzu Chi Indonesia yang begitu cepat ini, Zhen Shan Mei harus berkembang sama cepatnya. Karena kalau tidak, kita akan tertinggal. Kalau kita tertinggal, kita akan tertinggal sejarah yang merupakan warisan untuk anak cucu kita. Warisan di mana di generasi ini, saat dunia semakin membutuhkan cinta kasih, ada lho relawan yang berbuat bajik. Dan ini adalah tugas kita bersama.”
Artikel Terkait
Kamp Zhen Shan Mei: Menjadikan Kelemahan Sebagai Tantangan
08 Desember 2015Kamp Budaya Humanis Zhen Shan Mei 2015 dimulai pada Sabtu dan Minggu, 5 dan 6 Desember 2015 di gedung DAAI, Tzu Chi Center. Sebanyak 80 peserta yang berasal dari seluruh Indonesia ini : Batam, Jambi, Makassar, Manado, Palembang, Pekanbaru, dan Tangerang, datang untuk menjadi mata dan telinga Master Cheng Yen.