Kampus Terbaik bagi Calon Guru Agama
Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Sutar Soemithra Hong Tjhin menuturkan alasan kenapa Tzu Chi membantu STABN Sriwijaya. Menurutnya, Master Cheng Yen sangat prihatin dengan keadaan Sriwijaya. Sebagai pencetak guru agama, seharusnya mahasiswa menempuh pendidikan dengan fasilitas memadai. | Setahun lalu, relawan Tzu Chi melakukan survei terhadap sejumlah Sekolah Tinggi Agama Buddha di Indonesia, terutama di sekitar Jakarta. “Waktu itu kita melihat di (STABN) Sriwijaya kondisinya masih memprihatinkan, di mana tempat belajar, tempat tidur, tempat cuci, tempat masak, juga tempat beribadah masih jadi satu,” kenang relawan Tzu Chi, Hong Tjhin. |
Hasil survei tersebut kemudian dilaporkan kepada Master Cheng Yen (pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi) di Taiwan. Melihat laporan hasil survei tersebut, Master Cheng Yen merasa prihatin karena sebagai calon guru agama, para mahasiswa di STABN Sriwijaya harus belajar dengan fasilitas yang memprihatinkan. Beliau meminta relawan Tzu Chi Indonesia untuk memikirkan apa yang bisa dibantu. Menurut Hong Tjhin, pemberian bantuan ini bukan karena Tzu Chi adalah yayasan Buddha dan Sriwijaya adalah sekolah Buddha, melainkan lebih dari itu. “Seorang guru adalah panutan. Bagaimana mungkin ia menjadi panutan kalau tidak bisa menjadi panutan yang sebenarnya?” Hong Tjhin menjelaskan, “Seorang guru agama, apapun agamanya, apakah Islam, Katolik, Kristen, juga Buddha, kalau mau jadi guru yang baik, kesejahteraannya, cara hidupnya, dan cara pemikirannya harus benar. Bagaimana kita bisa menjadi guru agama yang baik kalau kesejahteraan kita sendiri masih tidak pasti?” Belajar dan Praktik Agama Buddha Tidak lama lagi pembangunan gedung fasilitas tersebut akan segera dimulai. Dari sejumlah rencana pengembangan fasilitas kampus, Tzu Chi membangunkan sebuah gedung 3 lantai. Gedung tersebut kelak akan dipergunakan untuk laboratorium Dharma (lantai 1), perpustakaan (lantai 2), dan ruang serbaguna (lantai 3). Ket : - Relawan Tzu Chi dan mahasiswa STABN bersama-sama memeragakan isyarat tangan 'Satu Keluarga'. Agar para mahasiswa lebih mengenal siapakah Tzu Chi, 15 relawan Tzu Chi mengunjungi kampus STABN Sriwijaya yang terletak di Jl. Engineering Pagarhaur, Kampung Tegal RT 02/01, Desa Pagedangan, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang untuk menyosialisasikan Tzu Chi kepada para mahasiswa dan dosen, serta menjalin jodoh baik. “Pembelajaran agama Buddha yang penting juga adalah praktiknya. Kalau kita cuma mengerti intelektualnya saja, tapi tidak bisa praktik melangkahkan satu langkah pun, tidak banyak gunanya,” Hong Tjhin mengingatkan para mahasiswa. Menurut Hong Tjhin, jika telah belajar agama Buddha, kita harus langsung mempraktikkannya. Niscaya kita akan mencapai tujuan kita. Kerja sama STABN Sriwijaya dengan Tzu Chi juga diwujudkan dalam pembelajaran budaya humanis. Mulai awal tahun kuliah 2009, tepatnya Agustus, akan ada mata kuliah Budaya Humanis yang diisi oleh relawan Tzu Chi. “Biar bisa ada perubahan sikap mental pada mahasiswa, karyawan, dan dosen. Bisa penuh cinta kasih dan kasih sayang kepada semua makhluk,” harap Setia Dharma, Ketua STABN Sriwijaya. Mahasiswa STABN Sriwijaya berasal dari berbagai daerah di Indonesia, di antaranya Jabotabek, Temanggung (Jawa Tengah), Jambi, Bengkulu, Kalimantan, hingga Lombok. Jumlah staf pengajar ada 15 orang, dan saat ini memiliki 2 jurusan, yaitu Dhammacariya (Pendidikan Guru Agama) dan Dharmaduta (Penyuluh). Rencananya di masa depan akan ada 4 jurusan. Daerah Angker Ket : - Sekitar 100 mahasiswa berkumpul di sebuah ruangan kelas yang diubah menjadi ruang pertemuan. Endah, mahasiswi jurusan Dhammacariya semester 8 menggambarkan suasana kampus saat itu sangat mencekam. Mahasiswa tidak diperbolehkan keluar area kampus setelah pukul 5 sore, tidak boleh membiarkan alat makan tergeletak sembarangan dan kotor, dan pantangan-pantangan lainnya. Jika dilanggar, pasti langsung ada yang kesurupan. “Tiap malam nggak bisa tidur, takut. Baru bisa tidur jam 2 pagi,” cerita Tri Ningsih, mahasiswi jurusan Dharmaduta tingkat akhir asal Gombong, Jawa Tengah mengenang. Itu pun pukul 5 pagi mereka sudah harus bangun untuk membaca doa bersama-sama. Suasana belajar pun sangat terganggu. “Kegiatan belajar terganggu. Mau belajar gimana, bentar-bentar kesurupan,” cerita Setia Dharma. Beberapa mahasiswa dihinggapi trauma dan takut, tak terkecuali dengan Indah dan Tri Ningsih. Tokoh agama hingga “orang pintar” dipanggil untuk mengatasinya, namun berkali-kali hasilnya (sering) nihil. Perlu waktu hampir sebulan keadaan baru bisa dikendalikan. Setelah mulai berangsur normal, para mahasiswa, dosen, dan staf kampus segera membabat pohon-pohon dan semak belukar di belakang kampus yang luas tanahnya mencapai 1 hektar lebih sehingga suasana yang tercipta tidak terlalu suram. Sejak saat itu suasana belajar pun kembali normal. Kini STABN Sriwijaya bahkan bersiap menghuni gedung baru untuk menunjang kegiatan kuliahnya. | |
Artikel Terkait
Membangun Gizi Bersama Tzu Chi
07 Februari 2017Dalam memperingati hari gizi, para relawan menggelar acara sarapan bersama sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai di sekolah-sekolah yang tersebar di 17 wilayah Xie Li. Sebanyak 6.599 pelajar ikut dalam perayaan Hari Gizi yang digelar pada tanggal 21-27 Januari 2017.
Aksi Solidaritas Bagi Korban Topan Haiyan di Filipina
12 Desember 2013 Senyuman dan sapaan yang ramah terus dilontarkan oleh relawan Tzu Chi ketika mengajak para pengunjung untuk menyisihkan uangnya bagi para korban bencana Topan Haiyan di Filipina.Kebersamaan Memupuk Cinta Tanah Air
09 Agustus 2017Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara-1 mengadakan kelas budi pekerti untuk anak-anak rusun Cinta Kasih Tzu Chi, Muara Angke. Diisi dengan perayaan kemerdekaan RI, kegiatan ini dihadiri 23 relawan Tzu Chi, 5 guru dan 27 murid Tzu Chi School PIK, serta 4 Tzu Ching dari Taiwan. Sekitar 50 anak rusun yang hadir pun merasa gembira.