Kasih Akan Selalu di Hati

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Shiladamo Mulyono
 
 

fotoSambil memanggul beras dan menggandeng tangan relawan Tzu Chi mengantar penerima bantuan sampai tempat dimana mereka berkumpul dan menunggu sanak saudaranya menjemput.

Hari itu Minggu 8 Agustus 2011, Tzu Chi dalam misi amalnya membagikan beras cinta kasih kepada warga kurang mampu di Kelurahan Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. Sebanyak 6.835 karung beras berukuran 20 kg siap dibagikan kepada yang berhak.  Dan sebelum acara pembagian beras dimulai, CEO DAAI TV Indonesia Hong Tjhin memberikan kata sambutan kepada masyarakat yang hadir.

Dalam sambutan itu Hong Tjhin membacakan sepucuk surat yang berisikan pesan dari Master Cheng Yen yang berisikan tentang cinta kasih yang terkandung di dalam setiap butiran beras yang akan dibagikan kepada masyarakat. Melalui beras itu Master Cheng Yen berharap cinta kasih dapat bersemi di hati masyarakat dan menyebar hingga ke pelosok dunia. Pesan ini senada dengan yang disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Menurutnya apa yang telah Tzu Chi berikan selama ini merupakan wujud dari cinta kasih yang diberikan dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Oleh karena itu ia mengimbau kepada masyarakat untuk mensyukuri berkah yang diterima.

Hj. Manik Tersentuh
Ternyata kebahagiaan ini telah menyentuh hati Hj. Manik yang duduk di pojokan podium. Saat seremoni masih berlangsung Hj. Manik yang telah berusia 75 tahun terus menyimak dengan tatapan mata yang sayu. Ia bahagia karena dilibatkan sebagai penerima bantuan, namun ia juga sedih karena di saat-saat seperti ini ia hidup sendiri tanpa dampingan sang suami.

Dua puluh lima tahun yang lalu adalah kenangan yang terpahit dalam hidup Manik. Kala itu suaminya yang bernama H. Husbi pergi untuk selamanya karena kecelakaan lalu lintas. Semua ini telah mengubah hidup Hj. Manik untuk selama-lamanya. Demi menyambung hidup dan membesarkan ke-9 anaknya, Manik berusaha meneruskan usaha suaminya menjual meubel yang kala itu sudah cukup maju. Namun nasib membawa Manik ke jalan yang lain. Tanpa keahlian berdagang dan inovasi menghadapi meubel-meubel buatan pabrik, meubel buatan Manik hanya menjadi produk kuno yang tak lagi menarik minat konsumen. Penjualan pun akhirnya menurun hingga akhirnya Manik harus rela menutup dan menjual toko meubel peninggalan suaminya.

Tapi ternyata kebutuhan hidup keluarga Manik tidak terhenti sampai di situ. Kehidupan tanpa penghasilan yang tetap ditambah anak-anaknya yang terus membutuhkan biaya pendidikan, memaksa Manik untuk menjual rumah kontrakannya. Sampai pada awal tahun 2000, salah satu anaknya membutuhkan modal untuk usaha angkutan. Hal ini ditanggapi Manik secara positif dan Manik pun menjual sepetak rumahnya yang terletak di Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. Kendati demikian usaha angkutan yang dijalani oleh putra keduanya tidak seperti yang ia harapkan. Usaha angkutan ternyata telah memberikan banyak kesulitan dan tentunya menuntut banyak biaya. Karena merasa masih memiliki beberapa bidang tanah, maka Manik kembali menjual sepetak rumahnya lagi dan terus berlanjut hingga seluruh tanah dan rumah petakan yang ia miliki di daerah Penggilingan habis terjual. “Untuk menikahkan anak, untuk modal usaha anak, dan untuk biaya sekolah anak, semua tanah dan rumah saya jual,” kata Manik.  

foto  foto

Keterangan :

  • Senyuman terindah adalah saat para relawan merasa bahagia dan ikhlas memberikan sumbangsihnya. (kiri)
  • Hj. Manik (kanan) merasa tersentuh dengan keramahan para relawan. (kanan)

Karena tak lagi memiliki rumah, akhirnya Manik bersama anak-anaknya tinggal di sebuah rumah kontrakan yang masih berada di daerah Penggilingan. Manik pun mulai menyambung kembali kehidupannya dengan berjualan gado-gado. Ia berharap dengan sedikit uang yang ia dapat dari menjual makanan ia masih bisa menyekolahkan putra bungsunya hingga tamat SMA dan hidup dengan tentram.

Di tengah penderitaan yang sedang dihadapi, Manik mulai mencari ketenangan dalam kegiatan rohani, seperti pengajian. Di pengajianlah Manik mulai mencurahkan semua keluh kesah dan perasaannya melalui doa. Setiap kali mengaji, Manik selalu berdoa agar dirinya diajuhi dari jodoh, ditabahkan dalam segala godaan, dan dikuatkan dalam membesarkan anak-anaknya. “Setiap kali berdoa saya hanya berharap agar tidak ada lelaki lain yang ingin meminang saya sebagai istri. Saya hanya ingin benar-benar merawat dan membesarkan anak-anak,” akunya.

Ternyata doa Manik terkabul – Manik berhasil menjadi orangtua tunggal selama 25 tahun tanpa merasa letih dan sesal. Meskipun ia masih menggantungkan hidup dari menjual gado-gado, tapi ia tetap bahagia karena ke-8 orang anaknya telah berkeluarga dan dan telah menunjukkan bakti kepadanya. “Sekarang setelah anak-anak bekerja kontrakan rumah anak-anak yang bayar. Mereka patungan setiap bulannya,” jelas Manik. Karena itu, di Minggu pagi 8 Agustus 2011 yang cerah, Manik terlihat sedih meski seharusnya hari itu ia bergembira. “Saya sedih ingat suami. Kalau saja sejak dahulu saya tahu bersyukur dan memanfaatkan peninggalan suami, kehidupan saya tak berakhir seperti ini,” katanya.

foto  foto

Keterangan :

  • Secara tertib, para penerma bantuan mengantri menunggu giliran mendapatkan beras. (kiri)
  • Pada hari itu ditandatangani serah terima beras dari Tzu Chi kepada pihak kelurahan. (kanan)

Setelah menerima sekarung beras 20 kg Manik langsung memikulnya seorang diri. Tubuhnya yang ringkih langsung miring ke kanan akibat tekanan dari beras yang ia panggul. Selangkah demi selangkah ia berjalah dengan terhuyung-huyung. Melihat dirinya yang semakin tergopoh-gopoh memanggul beras, maka saya berinisiatif untuk membawakan berasnya. Sambil berjalan pelan diantara keramaian, ia menceritakan berbagai harapan dan cita-cita anak-anaknya yang berkeinginan sekolah tinggi, namun tak kesampaian karena keterbatasan biaya. Sesampainya di penghujung jalan tempat ia akan dijemput oleh putra bungsunya, Manik memeluk saya dan menyandarkan wajahnya di bahu kiri saya. Air matanya deras mengucur hingga membasahi baju. Sambil tersedu sedan ia berkata, “Saya menangis bahagia. Melihat keramahan relawan, saya teringat sebagai manusia saya juga ingin berbagi.” “Jika nanti bertemu kembali entah kapan waktunya, saya akan selalu ingat budi hari ini,” katanya.

Setelah menyeka air matanya yang berderai ia melambaikan tangan sambil memperlihatkan sesungging senyum. Banyak tawa dan sukacita yang saya temui hari itu, tapi pesan yang saya dapatkan adalah beras itu akan habis pada masanya, tapi cinta kasih yang telah dibagikan akan terus tumbuh di hati setiap orang.

  
 
 

Artikel Terkait

Kamp 4in1: Kisah Inspiratif Menapaki Jalan Bodhisatwa

Kamp 4in1: Kisah Inspiratif Menapaki Jalan Bodhisatwa

18 September 2023

Dalam Pelatihan 4 in 1 yang berlangsung dua hari di Tzu Chi Center Jakarta, terdapat juga sharing inspiratif dari berbagai kota di Indonesia, di antaranya ada Kota Batam, Medan, dan Palembang.

Harta Paling Berharga

Harta Paling Berharga

11 Oktober 2011 Relawan Tzu Chi dan tim medis Tzu Chi telah berangkat dari penginapan sejak pukul 6 pagi. Semangat dan tekad para relawan Tzu Chi dan tim medis dalam menyembuhkan kesulitan warga di Padang patut untuk diteladani.
Menggunakan kekerasan hanya akan membesarkan masalah. Hati yang tenang dan sikap yang ramah baru benar-benar dapat menyelesaikan masalah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -