Kasih Ibu Tiada Tara

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto

doc tzu chi

Relawan Tzu Chi, Yuli (kiri) dan Suyanti (kanan) menghibur Nova Ambar saat kunjungan kasih pada Minggu, 23 Juli 2017.

Kasih ibu tiada tara, demi sang buah hati ia rela mengorbankan segalanya: waktu, uang, tenaga, dan bahkan kehidupannya. Demi merawat sang buah hati Nova Ambar (27) yang berkebutuhan khusus, Suparmi mesti menahan diri untuk bisa bepergian, beraktivitas, dan bahkan sekadar untuk melepaskan kejenuhan.

“Kadang kalo mau pergi-pergi bareng ibu-ibu lain (teman) selalu kepikiran ama dia,” kata Suparmi sembari menunjuk Nova Ambar, putri pertamanya. Meski telah berusia 27 tahun, tetapi sikap dan mental Nova memang masih sangat kekanak-kanakkan. Segala sesuatunya masih sangat bergantung kepada sang ibu, mulai dari makan, minum, mandi, sampai urusan buang hajat. Hal itulah yang membuat Suparmi tak tega dan bisa meninggalkannya lama-lama. “Kalo diurusin (diberi makan) sama adik dan bapaknya kadang suka nggak mau,” terang Suparmi.

Di rumahnya di kawasan Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan inilah sudah lebih dari 25 tahun Suparmi dengan setia mendampingi dan mengurusi Nova Ambar. Beruntung ada warung sederhana di rumah yang membantunya mengatasi kejenuhan. Sambil mengawasi Nova, Suparmi pun bisa tetap berusaha. “Hasilnya lumayan buat nambahin dapur, terus juga buat ‘hiburan’ di rumah,” terang Suparmi. Ya, penghasilan Salim (54) suami Suparmi sebagai tenaga keamanan memang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Dan tahun ini, Salim sudah tidak lagi bekerja. “Jadi bantu-bantu di warung aja,” terang Salim.

Sebulan sekali relawan mengunjungi Nova Ambar, untuk menghibur dan menyemangati kedua orang tuanya dalam merawat putrinya yang berketerbatasan fisik.

Berawal dari Kejang

Semua bermula ketika Nova Ambar yang terlahir normal mengalami kejang-kejang di usia 9 bulan. Karena menganggapnya sebagai penyakit panas atau demam biasa maka Suparmi pun hanya memberikannya obat penurun panas biasa. Semakin lama Nova semakin sering mengalami kejang, dan Suparmi kemudian membawanya berobat ke Puskemas. Karena frekuensi kejang semakin sering dan mengkhawatirkan, Nova pun dibawa berobat ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. “Kata dokter, sekali Nova kejang saja sebenarnya sudah ribuan sarafnya yang rusak,” kata Suparmi mengenang. Dokter menyarankan Nova menjalani terapi. Kurang lebih tiga tahun Nova berobat jalan, sampai akhirnya Suparmi memutuskan untuk merawat Nova di rumah. “Kalau dulu kan semua masih bayar sendiri (belum ada BPJS -red), jadi kami nggak sanggup,” kata Suparmi.

Sejak itulah kesabaran dan ketabahan Suparmi, Salim, dan Rahmanita (22), adik Nova diuji. Dan kesabaran itu semakin diuji seiring bertambahnya usia dan fisik Nova. Sikap dan perilaku Nova pun semakin sulit dikendalikan. “Kadang kalau sudah nggak mau, susah buat mandi atau makan,” kata Parmi setengah mengeluh. Beruntung Nova tidak berlaku agresif, merusak barang ataupun melukai orang lain.  “Dulu pernah kalo megang gelas (kaca) dilempar, tapi setelah dikasih tahu dia bisa ngerti,” kata Parmi, “kalo sekarang buat hiburannya paling nonton tv, dia senang, bisa ketawa-ketawa.”

Kedekatan terjalin antara Nova dan Suyanti, relawan Tzu Chi yang rutin mengunjunginya.

Relawan Tzu Chi memberikan semangat dan motivasi kepada Suparmi dalam merawat putrinya yang berkebutuhan khusus.

Sejak setahun lalu, beban keluarga Suparmi sedikit teringankan dengan hadirnya relawan Tzu Chi yang mengunjungi mereka setiap bulannya. Seperti pada Minggu, 23 Juli 2017, Suyanti dan Yuli, dua relawan Tzu Chi dari komunitas He Qi Pusat (Xie Li Selatan) mengunjungi kediaman mereka.  Selain memberikan penghiburan dan motivasi kepada keluarga Nova, relawan juga rutin memberikan bantuan berupa diapers (popok orang dewasa) untuk Nova. “Saya berterima kasih sekali dengan adanya bantuan (diapers) dari Tzu chi ini, memang ini yang saya butuhkan,” ungkap Suparmi. Kehadiran relawan juga sedikit menghibur batin Suparmi. Ia bisa melihat keceriaan dan tawa Nova saat bersama relawan Tzu Chi, sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh semua orang. “Ya kadang ada orang yang gimana gitu, boro-boro mau ngobrol, dekat (sama Nova) aja mungkin takut,” kata Suparmi.

Bagi Suyanti dan Yuli sendiri, banyak pelajaran yang diperoleh mereka saat melakukan kunjungan kasih ke para penerima bantuan Tzu Chi, Nova salah satunya. “Saya melihat contoh nyata kasih seorang ibu kepada anaknya. Beliau akan merawat anaknya sampai batas kemampuannya,” kata Suyanti. Sementara Yuli merasakan dengan adanya perhatian yang tulus maka hal itu dapat menenteramkan batin. “Cinta kasih yang tulus dapat menghangatkan batin orang yang sedang menderita dan bersedih,” kata Yuli.

Dengan melihat, berinteraksi, dan merasakan kesulitan orang lain juga dapat mengasah kepekaan batin sekaligus rasa syukur atas berkah yang dimiliki. “Terkadang saat kita mengalami sesuatu itu kita cenderung menganggap masalah kita yang paling besar, padahal ketika kita melihat kondisi orang lain, ternyata mereka sebenarnya memiliki masalah yang lebih besar,” kata Suyanti, “tetapi bukan berarti karena kita melihat orang lain memiliki masalah maka kita bersyukur, kita beryukur karena masalah kita nggak seberat mereka.”

Editor: Metta Wulandari


Artikel Terkait

Sepenuh Hati Merawat Kurniadi

Sepenuh Hati Merawat Kurniadi

10 April 2017

Pada 6 April 2017, dokter, perawat, staf Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi bersama relawan Tzu Chi Komunitas He Qi Pusat melakukan kunjungan kasih ke tempat pasien kasus Kurniadi di wilayah Bungur, Senen, Jakarta Pusat. 

Meniti Hari Tua Dengan Penuh Semangat

Meniti Hari Tua Dengan Penuh Semangat

25 Oktober 2018
Untuk mencapai rumah nenek Siti Wapsiah, memang relatif cukup jauh dari Jalan Raya Lingkungan 3, Tegal Alur, Jakarta Barat. Tapi tidak menyurutkan langkah tim relawan Tzu Chi, Minggu, 21/10/2018 mengunjungi seorang lansia yang bernama nenek Siti Waspiah.
Kado dan Harapan Baru Andri di Tahun yang Baru

Kado dan Harapan Baru Andri di Tahun yang Baru

24 Januari 2018
Tahun baru 2018 benar-benar menjadi awal yang baru dan harapan baru buat Andri dan orangtuanya. Tepat tanggal 1 Januari 2018, Andri akhirnya memiliki kaki palsu.
Kita hendaknya bisa menyadari, menghargai, dan terus menanam berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -