Kasih itu Selalu Ada

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

* Karena Nermi sudah berusia lanjut dan tidak ada yang menemani, salah seorang relawan Tzu Chi membantu membawakan beras yang diterimanya dalam bakti sosial Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional di Pabayuran, Bekasi.

Meski sangat sederhana, namun rumah itu sanggup memberikan keteduhan. Halamannya terlihat asri dengan bunga-bunga yang bermekaran, memberi kesan rapi, sejuk, dan bersih. Jelas sekali jika penghuninya bukanlah orang yang suka bermalas-malasan. Tapi sayang, keindahan taman ini tak seindah jalan hidup penghuninya.

Di usianya yang genap 70 tahun, Nermi mengisi hari-harinya dengan kesendirian. Meski memiliki dua orang cucu dari hasil perkawinan anak perempuannya, Nermi tak mau mengusik kehidupan kedua orang cucunya. Padahal, kedua cucunya ini sejak bayi hingga besar, Nermilah yang merawat dan membesarkannya. “Yah, inget sama saya syukur, nggak inget juga nggak papa. Ibu ikhlas,” kata Nermi getir.

Kelopak matanya pun basah dan sembab saat melihat tempat tinggalnya sekarang, sebuah gubuk tua milik adiknya. Padahal, di ujung jalan raya sana, sebuah rumah besar di pinggir jalan raya itu dulunya adalah miliknya. “Dijual, Dik. Dijual, buat makan ama ngerawatin cucu. Tapi sekarang giliran ‘banda’ (harta –red), Mak, dah habis, nggak ada lagi yang mau nemenin,” ujarnya lirih.

Menjadi Ibu bagi Sang Cucu
Sejak suami dan anak satu-satunya meninggal dunia, Nermi seperti kehilangan pegangan hidupnya. “Martinah meninggal saat melahirkan anak yang kedua. Saya akhirnya yang nyusuin anaknya,” kenang Nermi. Begitu Martinah meninggal, suami Martinah tak lama kemudian pergi meninggalkan dua anaknya dan tak pernah lagi kembali. Jadilah Nermi seorang nenek, sekaligus juga ibu bagi kedua cucunya, Lia dan Fendi. Berbagai pekerjaan pun dijalani Nermi demi menghidupi kedua cucunya, mulai dari buruh tani, dagang, dan bahkan mengumpulkan padi sisa-sisa panen sawah orang.

Pengorbanan Nermi pun tidak putus sampai di situ. Ia bahkan mesti merelakan rumah dan harta benda peninggalan suaminya dijual untuk menutupi kekurangan kebutuhan sehari-hari dan sekolah cucunya. Meski tidak tinggi, setidaknya kedua cucunya bisa lulus sekolah menengah pertama (SMP).

Kesendirian Nermi bermula ketika Lia, cucu pertamanya menikah dan ikut suami. Demikian pula dengan Fendi yang menyusul 3 tahun kemudian. Sayangnya, begitu memiliki keluarga sendiri, Fendi dan Lia seolah lupa dengan nenek mereka. “Tinggalnya sebenarnya nggak jauh dari sini, tapi tetap aja nggak ada yang pernah datang,” keluh Nermi.

foto   foto

Ket : - Tak kuasa menahan haru, Nermi menceritakan kisah hidupnya. Setelah berjuang dan berkorban untuk
            membesarkan kedua cucunya, Nermi tetap saja hidup sendiri di masa tuanya.(kiri)
         - Karena rumah dan harta bendanya telah habis terjual, maka Nermi menempati rumah adiknya yang tidak
            lagi dipergunakan. (kanan)

Berdagang Pakaian Bekas
Hidup sebatang kara tidak membuat Nermi menyerah. Di usianya yang telah lanjut, wanita asli Pabayuran, Bekasi ini tetap gigih mencari nafkah. Nermi berdagang pakaian-pakaian bekas sisa impor dan barang-barang kebutuhan rumah tangga lainnya, seperti piring, gelas, dan kain. Kampung demi kampung ia susuri untuk menjajakan barang dagangan milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Setiap pagi, jarak kurang lebih 20 km mesti ia tempuh dengan berjalan kaki. “Kalau naik ojek, pulang pergi bisa 4 ribu. Itu kalo untung, kalo nggak?” jawabnya tegas ketika ditanya mengapa tidak menggunakan angkutan umum atau ojek. Terlebih, dalam sehari belum tentu Nermi mendapatkan pembeli. Tak heran jika Nermi sering makan nasi hanya dengan garam saja.

Beruntung Nermi memiliki tetangga-tetangga yang baik. Setiap bulan ada saja yang memberinya beras, teh, gula, minyak, dan kebutuhan sehari-hari. “Yah nggak disayang ama cucu, tapi lebih banyak yang sayang sama saya, orang lain,” kata Nermi menghibur diri. Nermi percaya, meski darah daging yang dikasihi dan menjadi harapan di masa tuanya tidak bersikap semestinya, akan selalu ada orang-orang baik yang menjaga dan melindunginya.

Kegembiraan Nermi makin bertambah. Siang itu, Rabu, 28 Mei 2008, Nermi mendapat bantuan pengobatan dan beras sebanyak 20 kg. Bertempat di Koramil 713/Pabayuran, Bekasi, bukan hanya Nermi saja yang menerima bantuan, tapi juga ribuan warga Kecamatan Pabayuran lainnya. Kegiatan bakti sosial yang digagas Kodam Jaya dan bekerjasama dengan komponen bangsa ini dilakukan dalam rangka Peringatan 100 Tahun Hari Kebangkitan Nasional. Yayasan Buddha Tzu Chi sendiri ikut ambil bagian dengan menyediakan 24 ton beras dan sejumlah relawannya untuk mendukung kegiatan ini. “Perasaan senang, girang aja hati. Bisa makan, punya beras tenang gitu. Bisa buat sebulan lebih,” ujar Nermi yang juga ikut berobat. “Tangan suka pegel-pegel. Ngider aja keliling-keliling kampung, megang payung dan dagangan,” tukas Nermi.

foto   foto

Ket : - Di rumah milik adiknya inilah Nermi (70) menghabiskan sisa-sisa umurnya seorang diri. Untuk menghidupi
            dirinya, Nermi berdagang pakaian bekas berkeliling kampung dengan berjalan kaki. (kiri)
         - Selain anggota TNI dan relawan, para anggota Pramuka juga ikut berpartisipasi dalam bakti sosial dalam
            memperingati 100 Tahun Kebangkitan Nasional. (kanan)

Membangkitkan Kepedulian
Menurut Pangdam Jaya, Mayjen. TNI Suryo, tujuan kegiatan ini adalah mengajak masyarakat Indonesia peduli kepada sesama. “Berbagi kepedulian, rasa, dan penghasilan. Karena hanya dengan cara-cara seperti inilah kesulitan hidup dapat teratasi,” kata Suryo. Dalam bakti sosial ini, tercatat sebanyak 1.200 orang menerima pengobatan umum (batuk, flu, dan penyakit kulit), sunat sebanyak 80 anak, dan beras sebanyak 2.400 karung.

foto   foto

Ket : - Selain pembagian sembako, warga Kecamatan Pabayuran juga bisa mendapatkan pengobatan gratis dan
           sunatan masal dalam bakti sosial dalam rangka Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional yang
           diadakan Kodam Jaya bekerja sama dengan Walubi, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. (kiri)
         - Sebanyak kurang lebih 1.500 warga Kecamatan Pabayuran, Kabupaten Bekasi mendapatkan sembako,
           pengobatan gratis, dan sunatan masal dalam bakti sosial Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional.
           (kanan)

Meski berbatasan dengan DKI Jakarta, nyatanya Kabupaten Bekasi, khususnya Kecamatan Pabayuran, masyarakatnya banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. “Kegiatan ini akan kami lanjutkan untuk mengentaskan kemiskinan di daerah kami,” kata Bupati Bekasi, Sa’duddin. Dengan banyaknya pihak yang peduli dan bekerjasama dalam membantu sesama, maka mewujudkan kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera bukanlah suatu hal yang sulit untuk diwujudkan.

 

Artikel Terkait

Banjir Jakarta: Meringankan Penderitaan Korban Banjir

Banjir Jakarta: Meringankan Penderitaan Korban Banjir

31 Januari 2013 Dan saat ini Jakarta sedang dilanda bencana banjir, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Barat pun langsung menyinsingkan lengan baju ke lokasi banjir untuk terus membantu meringankan penderitaan korban-korban banjir.
Ibarat Tali Wol yang Terus Menyambung

Ibarat Tali Wol yang Terus Menyambung

01 April 2010
Panti yang berdiri sejak tahun 1993 dan dihuni 93 anak yang mengalami berbagai masalah sosial ini sangat menyambut kehadiran Tzu Ching dengan antusias. Setibanya di sana, anak-anak dengan tertib berkumpul di aula bersama dengan kakak-kakak Tzu Ching.
Waisak 2558: Ikrar Hati

Waisak 2558: Ikrar Hati

14 Mei 2014 Doa jutaan insan  sebagai tema peringatan ketiga hari besar  yang dirayakan sekaligus di Tzu Chi, yaitu Hari Ibu Internasional, Hari Raya Waisak  dan Hari Tzu Chi sedunia. Mengingat secara serentak jutaan insan Tzu Chi  yang tersebar di 54 negara di seluruh dunia, merayakannya di negara masing-masing pada minggu kedua di bulan Mei.
Benih yang kita tebar sendiri, hasilnya pasti akan kita tuai sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -