Kasih Orangtua Tiada Tara
Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy LiantoSaki yang akan menjalani operasi terus menangis. Saki harus menjalani puasa makan selama 5 jam sebelum menjalani operasi. |
| |
Seperti halnya pasangan Anton (30) dan Iwit yang menikah pada tahun 1998 ini, setelah menikah mereka mengontrak sebuah rumah untuk mereka tempati. “Saya dan istri begitu menikah, sudah tidak tinggal lagi dengan orangtua,” jelas Anton. Untuk menafkahi kebutuhan keluarga, Anton bekerja sebagai buruh tani. Karena jarak antara sawah yang dikelola dengan rumahnya sekarang cukup jauh, Anton pun menggunakan sepeda motor untuk pergi ke tempatnya bekerja. Pada tahun 2004, keluarga sederhana ini mendapat sebuah berkah, yaitu Iwit, istri Anton melahirkan seorang putri yang cantik yang mereka beri nama Suci. Keluarga ini merasa kehidupan mereka terasa lebih hidup daripada sebelumnya, yang mana bila biasanya mereka hanya berdua kini telah bertambah seorang anak yang akan menghiasi hari-hari mereka dengan penuh canda dan tawa. Delapan tahun kemudian, tepatnya bulan Desember 2011, keluarga Anton bertambah satu lagi. Melalui bantuan seorang bidan, Iwit melahirkan seorang putra yang mereka beri nama Saki. “Umumnya Zaki itu pake huruf ‘Z’, tetapi karena mengikuti surat keluarga saya jadinya pake huruf “S” menjadi Saki,” ujar Anton. Menyambut kelahiran Saki, Anton dan keluarga merasa bahagia sekaligus pilu, karena Saki yang baru lahir memiliki bentuk bibir yang sumbing. Melihat kondisi Saki yang demikian, Anton dan keluarga hanya bisa pasrah. ”Persoalan ini kita terima, karena anak ini pemberian Yang Maha Kuasa,” ungkap Anton.
Keterangan :
Ibarat seperti ditindih yang berat, dililit yang panjang (kemalangan yang datang tanpa bisa dihalangi -red), masalah terus berdatangan. Karena bentuk bibir yang tidak sempurna, hidung Saki sering tersumbat dan tidak mau menyusu. Melihat gejala Saki yang demikian Anton dan istri merasa sedih. Melihat Saki yang tidak mau menyusu maka Anton berinisiatif menggantikan ASI (Air Susu Ibu) dengan susu formula. Selama 11 bulan lamanya Saki harus meminum susu formula, hingga suatu hari, Anton mendapat berita dari seorang hakim tentara di Batang Kapas, sebuah kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat mengenai adanya kegiatan Baksos Kesehatan Tzu Chi di RS Dr. Reksodiwiryo. Dengan adanya bantuan dari Korem 032, pada tanggal 1 Oktober 2011 Anton, Iwit dan Suci, anak sulungnya berangkat ke rumah sakit untuk menjalani screening. Dari hasil screening, Saki dijadwalkan untuk menjalani operasi pada tanggal 7 Oktober 2011. Tetapi karena letak rumahnya yang cukup jauh dari rumah sakit, Anton dan keluarga baru dapat ke rumah sakit pada tanggal 8 Oktober 2011. Sejak pukul 6 pagi Saki harus menjalani puasa hingga pukul 11 siang, karena persyaratan untuk menjalani operasi bibir sumbing salah satunya adalah harus menjalani puasa selama lima jam lamanya. Sesampainya di rumah sakit, Saki terus menangis. Anton dengan penuh kasih sayang mencoba menghibur dan menenangkan Saki. Tepat pada pukul 13.20 WIB, Saki menjalani operasi bibir sumbing hingga pukul 15.00 WIB.
Keterangan :
Anton pun menerangkan jika sesudah menjalani operasi Saki terus menangis. Anton yang menyaksikan anaknya terus menangis merasa sangat bingung dan sedih karena tidak dapat menolong menyembuhkan rasa perih akibat operasi di bibir Saki. “Untungnya pada pukul 23.00 WIB Saki sudah mau tenang dan tidur,” ungkap Anton dengan mata berkaca-kaca. Pada keesokan harinya, Saki lebih tenang dan dapat diajak bercanda. Setelah diperiksa oleh dokter, Saki pun diizinkan untuk pulang dan harus melakukan kontrol pada hari Selasa tanggal 12 Oktober 2011. Mendengar kabar bahagia ini Anton dan istri serta merta merasa bahagia, karena kini Saki dapat menjalani masa kecilnya tanpa perlu merasa malu dengan bentuk bibirnya yang sumbing. Ketika akan meninggalkan RS Dr. Reksodiwiryo, Anton dan Iwit mendapat sebuah celengan bambu dari relawan Tzu Chi. Mereka diberikan penjelasan mengenai sejarah celengan bambu dan berharap agar Anton serta Iwit dapat ikut berkontribusi dalam kegiatan Tzu Chi di sekitar rumahnya, menolong orang lain yang juga membutuhkan pertolongan. Kegiatan Baksos selama tiga hari ini telah menolong sebanyak 363 orang warga Padang dan dengan berakhirnya kegiatan baksos ini bukan berarti kegiatan Tzu Chi di kota Padang akan berakhir, tetapi ini baru awal dari sebuah jalinan jodoh baik untuk mengenalkan Tzu Chi dan cara kerja relawan Tzu Chi kepada mereka. Seperti yang diucapkan oleh Master Cheng Yen, ”Pengobatan adalah tugas mulia dalam kehidupan. Bukan hanya dalam upaya untuk menyelamatkan kehidupan , lebih dari itu pengobatan juga harus dapat menunjukkan kasih sayang terhadap kehidupan.” |
Artikel Terkait
Wajah Bahagia Menyambut Relawan Tzu Chi
22 Mei 2017Memegang Teguh Sebersit Niat Baik
12 Maret 2019Pelatihan Relawan Abu Putih yang diselenggarakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Perwakilan Pekanbaru pada 24 Februari 2019 di Kantor Tzu Chi di Perkantoran Grand Sudirman Ruko B1 diikuti sebanyak 68 orang relawan. 21 di antaranya dilantik menjadi relawan Abu Putih.