Kasih Sayang Sepanjang Masa
Jurnalis : Lo Wahyuni (He Qi Utara), Fotografer : Nur Maghfiroh, Lo Wahyuni (He Qi Utara)Aripah tersenyum bahagia setelah menerima bantuan kursi roda yang diberikan oleh Tzu Chi pada tanggal 17 Mei 2015.
Menyusuri jalan setapak penuh bebatuan di perkampungan nelayan, Muara Angke, Jakarta Utara digelapnya malam itu, 7 Mei 2015. Saya bersama dua relawan Tzu Chi harus menderapkan langkah perlahan-lahan di atas jalanan yang terkena banjir rob setinggi 5 cm memenuhi area lokasi. Rumah calon Gan En Hu (penerima bantuan) tidak mudah dijangkau dengan hanya berjalan kaki, kami pun mengajak salah seorang warga untuk mencari alamatnya. Akhirnya kami tiba di lokasi.
Lokasi tempat tinggal dengan ruangan berukuran 2 x 2 m2 ini lebih tepat disebut bilik karena sebagian besar temboknya masih ditutupi kayu yang sudah usang. Sebuah bilik yang diterangi lampu pijar 5 watt ini membuat ruangan tampak remang-remang dihuni seorang wanita paruh baya, Sumirah (45) yang sedang menggendong putrinya, Aripah (17) menyambut kedatangan kami. Segera sorot mata kami tertuju pada putrinya yang sudah menginjak usia remaja namun masih berada dalam dekapan sang bunda.
“Ini anak saya dari suami pertama, Aripah. Dia sejak lahir tidak bisa melihat dan berjalan normal, karena kedua kakinya mengecil,” kata Sang Ibu. Sejak bercerai dengan suami keduanya setahun lalu, Sumirah hidup dari belas kasihan orang lain. Setiap hari ibu asal Cilacap ini, menggendong Aripah keliling kota. Bobot tubuh Aripah yang hampir mencapai 40 kg, telah menjadi beban di pundaknya selama 7 jam setiap hari.
Relawan Tzu Chi melakukan survei ke rumah Aripah di perkampungan Nelayan, Muara Angke, Jakarta Utara.
Sumirah mendorong kursi roda yang dinaiki Aripah dan adiknya keluar rumah untuk sekedar melepas kepenatan di dalam rumah.
“Minta-minta dari pagi sampai sore, saya bisa dapat Rp 50.000 per hari. Uangnya buat bayar kontrakan, beli makanan, popok bayi, dan lainnya. Kalau tidak begini, kita nggak bisa makan, karena masih ada anak 3 tahun yang juga tinggal bareng di sini,” kisah ibu tiga orang anak ini dengan suara terbata-bata. Beberapa waktu yang lalu, melalui informasi salah seorang warga yang memberikan sumbangannya, Sumirah diperkenalkan dengan Tzu Chi. Doa yang tak pernah berhenti terus dipanjatkannya kepada Sang Khalik, mendapatkan jawaban.
Jalinan jodoh baik dengan Tzu Chi mulai terwujud. Pada hari Minggu, 17 Mei 2015, bantuan awal dari Tzu Chi berupa sebuah kursi roda untuk Aripah diterimanya dengan penuh suka cita. Raut wajah Aripah tampak berubah, saat Supardi Shixiong membantunya duduk di kursi roda untuk pertama kalinya. Dengan jemari lentiknya mengusap usap dan mulai menggenggam erat kendaraan barunya, Aripah bersorak kegirangan. “Kami sangat terharu melihatnya, terima kasih,“ kalimat ini diucapkan beberapa kali oleh Aripah dengan senyum kebahagiaan.
Sumirah yang berada di sampingnya menyalami tangan kami dan berkata, “Kemarin ada yang hubungi ibu juga, awal bulan Juni, bantuan biaya hidup dari Tzu Chi juga bisa diambil di sana. Terima kasih banyak,” imbuhnya. Aripah pun memanggil ibunya untuk mendorong kursi roda yang dinaikinya. Sumirah membawanya keluar sembari berkata, “Ipah setiap hari harus pakai pampers karena buang airnya nggak bisa ditahan, kadang dia suka teriak-teriak mukulin dinding rumah, jadi ibu nggak enak sama tetangga. Kalau sudah dibantu biaya hidup, ibu juga nggak mau mengemis lagi,” ungkap Ibu paruh baya ini menutup pembicaraan.
Perjuangan hidup seorang Sumirah dan Aripah telah menjadi pelajaran berharga. Kasih sayang ibu kepada anaknya yang cacat tetap tidak berubah, meskipun hidupnya diliputi dengan penderitaan. Jalanilah hidup ini penuh dengan rasa syukur dan genggamlah setiap kesempatan untuk selalu berbuat kebajikan. Kita harus senantiasa membalas budi luhur orang tua, dengan selalu menghormati dan berbakti kepada orang tua, baik di dalam suka maupun duka, karena kasih sayang orang tua sepanjang masa.
Artikel Terkait
Kasih Sayang Sepanjang Masa
20 Mei 2015Sebuah bilik yang diterangi lampu pijar 5 watt ini membuat ruangan tampak remang-remang dihuni seorang wanita paruh baya, Sumirah (45) yang sedang menggendong putrinya, Aripah (17) menyambut kedatangan kami. Segera sorot mata kami tertuju pada putrinya yang sudah menginjak usia remaja namun masih berada dalam dekapan sang bunda.