Kearifan Lokal Nusantara yang Luhur dalam Seri Dokumenter Pelindung Alam DAAI TV
Jurnalis : DAAI TV Indonesia , Fotografer : DAAI TV IndonesiaEdy Wiranto berharap diskusi budaya ini dapat membuat setiap orang lebih mau menggali dan memahami kekayaan budaya Indonesia.
Menyambut HUT ke 17 tahun, DAAI TV mengadakan diskusi budaya dan ramah tamah dengan tema Mencintai Indonesia, Kamis 22 Agustus 2024. Acara yang dihadiri oleh perwakilan komunitas dan kampus-kampus di Jakarta ini dibuka dengan menyanyikan Indonesia Raya dan penampilan Megan, murid Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang membawakan petikan alat musik khas Dayak, yaitu sape atau sampek.
Edy Wiranto, Direktur Utama DAAI TV berharap, diskusi budaya ini membuat setiap orang mau lebih menggali dan memahami kekayaan budaya Indonesia. “Ada begitu banyak komunitas adat di Indonesia yang mempunyai nilai-nilai kearifan lokal bagaimana mereka memperlakukan alam dan sesama. Dengan dokumentasi visual yang dilakukan oleh DAAI TV, kami berharap akan semakin banyak masyarakat kita yang mengetahui dan bisa bersama-sama menyebarkan kecintaan terhadap nilai budaya dan tradisi Indonesia,” ujarnya.
Yoyo Yogasmara, juru bicara kasepuhan Cipta Gelar dalam diskusi budaya Mencintai Indonesia.
Diskusi budaya ini dipandu oleh Donny de Keizer. Yoyo Yogasmara yang akrab dipanggil Kang Yoyo, juru bicara masyarakat adat Cipta Gelar menceritakan tentang tradisi tanam padi yang masih dilestarikan di Kampung adat Ciptagelar di lereng Gunung Halimun-Salak, Sukabumi, Jawa Barat.
"Setiap warga Ciptagelar mempunyai tugas untuk menanam padi, sebagai sarana untuk menjaga alam dan generasi selanjutnya.”
Kasepuhan Ciptagelar berdiri pada tahun 1368. Kasepuhan ini berasal dari Kerajaan Pajajaran-Bogor yang diyakini oleh masyarakat adat setempat, berada di seputar Batu Tulis, Bogor. Ketika Kerajaan Pajajaran ditaklukan oleh Sultan Maulana Yusuf dari Banten, sebagian dari keturunan dari kerajaan ini memilih mengungsi ke Lebak Binong, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Selama periode yang panjang itu komunitas Kasepuhan Ciptagelar beberapa kali berpindah tempat.
Komunitas adat Ciptagelar dikenal dengan kearifan lokalnya dalam menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Mereka percaya pada pentingnya menjaga harmoni dengan alam dengan tidak mengambil lebih dari yang dibutuhkan.
Riri Riza, narasumber acara Mencintai Indonesia.
Riri Riza, sutradara dan produser Indonesia, juga mengemukakan sudut pandangnya tentang bagaimana sebuah film bisa menjadi media pembelajaran dan penyebaran informasi yang efektif. "Melihat kekayaan dan tradisi yang ada di Indonesia, ibarat lumbung padi yang menginspirasi. Setiap orang Indonesia bisa membuat karya dengan keahliannya masing-masing dan mengisi lumbung padi Indonesia dengan karya terbaiknya,” tuturnya.
Seri Dokumenter “Pelindung Alam” DAAI TV
Ramah Tamah dan Diskusi Budaya kali ini juga sekaligus menjadi momen peluncuran Program baru DAAI TV, yaitu serial dokumenter Pelindung Alam yang menceritakan bagaimana komunitas adat yang tersebar di Nusantara masih melestarikan tradisi dan budayanya untuk hidup harmonis dengan alam.
Peluncuran Program Pelindung Alam, dari (ki - ka) Mansjur Tandiono, Ketua Yayasan Tzu Chi Humanis, Edy Wiranto (BoD DAAI TV), Hong Tjhin (BoD DAAI TV).
Sebanyak 13 episode tunggal dan 1 episode kompilasi telah rampung diproduksi. Tiga belas episode ini bercerita tentang kearifan lokal Suku Kanume di Merauke, suku Mollo di Nusa Tenggara Timur, Suku Sasak di Bayan Lombok, Suku Toraja di Sulawesi Selatan, Suku Bajo di Wakatobi Sulawesi Tenggara, Suku Nias diSumatra Utara, Suku Bali, Suku Dayak Iban, Suku Sunda Kasepuhan Ciptagelar Jawa Barat, Suku Haruku, Suku Kajang di Bulukumba Sulawesi Selatan, Suku Sumba Marapu Sumba Tengah dan Suku Baduy - Kabupaten Lebak, Banten.
Setiap suku mempunyai adat dan tradisi yang unik dan berbeda-beda. Namun hampir semuanya mempunyai nilai kearifan saat hidup berdampingan secara harmonis dengan alam. Saat meliput di Ciptagelar, tim DAAI TV juga sempat mencicipi beras yang sudah disimpan selama 50 tahun, namun rasanya masih enak.
Penampilan Alat musik Sape dan tarian Dayak.
Sapto Agus Irawan, Produser Program Pelindung Alam DAAI TV menceritakan bahwa yang paling sulit dari proses produksi film ini adalah lokasi yang cukup jauh dan sulit ditempuh. Sebagai contoh saat meliput komunitas adat di Merauke mereka harus menempuh perjalanan empat hari untuk sampai di lokasi. Namun semua kesulitan itu terbayar, saat mereka diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas adat yang dituju.
“Masyarakat adat yang kami dokumentasikan sangat mengagungkan dan menghormati alam serta menghargai makhluk hidup lain sebagai entitas yang punya hak yang sama pada alam. Setiap tradisi yang dilakukan penuh dengan filosofi kehidupan dan diniatkan untuk keharmonisan alam.”
Film seri dokumenter Pelindung Alam bisa disaksikan setiap hari Kamis, pukul 19.30 WIB di saluran televisi DAAI serta bisa diakses melalui Youtube @daaitvindonesia dan aplikasi DAAI+.
Penampilan Tarian Sulawesi Mapadendang di acara Mencintai Indonesia.
17 Tahun DAAI TV Menginspirasi
Tanggal 25 Agustus, DAAI TV genap berusia 17 tahun. Dalam perjalanan selama 17 tahun tersebut, DAAI TV konsisten mengusung nilai kebaikan dan inspirasi dalam setiap kontennya. Saat ini DAAI TV juga bisa diakses di semua platform digital seperti Youtube, Instagram dan Tiktok. Selain itu aplikasi DAAI+ juga bisa menjadi alternatif bagi pemirsa di luar Jakarta dan Medan, secara gratis.
Sebagai rangkaian HUT DAAI yang ke 17, beberapa kegiatan dilakukan oleh staff DAAI TV, diantaranya baksos ke Panti Wreda Budi Mulia dan juga Gala Dinner Vegetarian pada tanggal 27 Juli 2024 lalu.
Dari tahun ke tahun DAAI TV juga konsisten mengusung program dengan nilai toleransi dan keberagaman, sebagai salah satu kontribusi DAAI TV untuk Indonesia. Pendokumentasian cara hidup dan nilai kearifan lokal masyarakat adat di Indonesia dalam seri dokumenter ‘Pelindung Alam’ diharapkan bisa menjadi warisan visual yang bisa terus disaksikan dari generasi ke generasi.
Film ini selanjutnya juga akan diputarkan di kampus-kampus atau komunitas anak muda, sebagai upaya agar semakin banyak generasi muda yang terpapar dan mengetahui kekayaan budaya Indonesia. “Karya film dokumenter Pelindung Alam ini adalah kontribusi DAAI TV untuk mendukung upaya pelestarian budaya dan nilai-nilai kearifan lokal Indonesia,” pungkas Edy Wiranto, Board of Director DAAI TV.
Editor: Khusnul Khotimah