Kebahagiaan dari Sebuah Senyuman
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto * Sekitar 90 orang mengikuti sosialisasi calon relawan Tzu Chi pada hari Sabtu, 6 September 2008 di kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. | “Kenapa sih di Tzu Chi harus berseragam? Itu karena untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap insan Tzu Chi. Berseragam juga melatih diri saya untuk menjaga ‘citra’ yang sudah dibina insan Tzu Chi sejak 42 tahun silam,” kata Rita, anggota Tzu Ching. Dengan gaya khas remajanya, intonasi dan kemampuannya berbicara di muka umum, suasana sosialisasi calon relawan Tzu Chi berlangsung hidup dan ceria. |
Sabtu, 6 September 2008, Tzu Chi kembali menggelar sosialisasi calon relawan di kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, ITC Mangga Dua, Jakarta. Dihadiri sekitar 90 orang peserta, sosialisasi ini dibuka dengan penjelasan tentang sejarah, visi, dan misi Tzu Chi oleh Mario, relawan Tzu Chi. Dalam presentasinya, Mario menegaskan pentingnya relawan Tzu Chi menjalankan 4 misi utama dan 8 langkah besar, yaitu: Misi Amal, Pendidikan, Kesehatan, Budaya Kemanusiaan, Bantuan Internasional, Pelestarian Lingkungan, Relawan Komunitas, dan Donor Sumsum Tulang. “Agar masyarakat aman dan damai, dan dunia terbebas dari bencana,” kata Mario merangkum isi materinya yang merupakan tujuan utama Tzu Chi didirikan 42 tahun silam oleh Master Cheng Yen. Sementara, Desi Wijaya, relawan Tzu Chi yang membawakan materi tentang Budaya Kemanusiaan Tzu Chi memaparkan tentang keistimewaan prinsip humanis Tzu Chi. Prinsip-prinsip itu yakni: Senyuman Tzu Chi, Lakukan Sendiri, Turun ke Lapangan, Rendah Hati, Penuh Pengertian, dan Perilaku yang Lembut. “Jadi saat kita turun ke lapangan memberi bantuan, lakukan dengan sepenuh hati, tersenyum, dan menghormati mereka. Barang yang kita berikan juga bukan yang ingin kita berikan, tapi barang yang benar-benar mereka butuhkan,” kata Desi. Ket : - Desi Wijaya sedang memberikan penjelasan tentang Budaya Kemanusiaan Tzu Chi yang perlu diketahui Bantuan yang Berkelanjutan Selain itu, Hendra yang pengagum sosok Bunda Theresa ini juga menemukan kharisma yang sama pada diri Master Cheng Yen. “Sejauh yang saya tahu belum ada tokoh yang mendunia seperti beliau (Bunda Theresa),” kata Hendra tentang pandangannya dulu. Sewaktu kuliah, Hendra yang rajin ke vihara ini mendapat buku tentang Master Cheng Yen. “Setelah membacanya, dari situ saya ngerasa, kok ada lagi yang mirip dengan Mother Theresa. Kalo Mother Theresa dengan Yayasan Cinta Kasih, Master Cheng Yen dengan Tzu Chi-nya,” jelas Hendra. Begitu mengetahui bagaimana prinsip hidup Master Cheng Yen yang mandiri—tidak menggantungkan diri dari donasi umat—Hendra semakin kagum terhadap pribadi Master Cheng Yen. “Suatu teladan yang sangat bagus sekali. Istilahnya, saya percaya kharisma beliau bisa mendunia seperti ini berawal dari hal-hal kecil yang nyata. Jadi, teladan beliau (Master Cheng Yen-red) sendiri, kemudian diikuti oleh para relawan hingga akhirnya di Indonesia pun kelihatan juga pengaruh positifnya,” terang Hendra. Ket : - Dokter Hendra Salim menyerahkan biodatanya seusai acara sosialisasi. Karena sedang melanjutkan studi Lulus dari Fakultas Kedokteran pada tahun 2006, Hendra yang ditugaskan—sebagai dokter PTT—ke Flores pun sangat merasakan bagaimana pentingnya berbuat kebajikan dengan mengajak partisipasi semua masyarakat. “Waktu di Flores, saya dokter pertama dan satu-satunya di sana. Karena kurang tenaga, akhirnya saya kerahkan perawat-perawat seusai jam kerja Puskesmas,” kata Hendra mengenang. Mereka pun berkeliling desa mencari warga sakit yang tidak mampu berobat ke Puskesmas.”Nah, kalo ada pasien yang harus dibawa ke Puskesmas, kita kerahkan anggota masyarakat untuk membawanya,” ujar Hendra. Hendra pun mengisahkan pengalamannya ketika menolong seorang ibu yang mengalami pendarahan seusai persalinan yang dibantu dukun beranak. “Wajahnya dah pucat dan badannya lemah sekali,” kata Hendra. Beruntung, warga masyarakat segera membantunya dengan membuatkan tandu dan membawanya ke Puskesmas. “Jangan berbuat baik sendiri aja, kita juga harus mengajak orang lain berbuat kebajikan,” kata Hendra berprinsip. Mengingat studinya di Bali, Hendra pun akan mencari relawan Tzu Chi Bali untuk bergabung dalam barisan relawan Tzu Chi. “Kepuasannya kalau melihat orang yang tadinya wajahnya sedih, bingung, dan gelisah, terus setelah masalahnya (penyakit-red) terselesaikan bisa tersenyum, rasanya bahagia sekali,” kata Hendra yang rutin mendonorkan darahnya di PMI 3 bulan sekali ini beralasan. | |