Kebahagiaan Suasana (Bag. 1)

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

foto Zr. Suasana (kaus putih) tengah memeriksa kondisi pasien mata dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi. Sejak tahun 1999, Suasana sudah aktif mengikuti Baksos Kesehatan Tzu Chi.

Mengabdi selama hampir 30 tahun di Puskesmas di Jakarta membuat Zr (suster-red) Suasana Irmina Sembiring  terbiasa menghadapi berbagai permasalahan kesehatan masyarakat kurang mampu— mulai dari penyakit kulit (gatal-gatal), ISPA, katarak, hingga TBC.

Tahun 1999, Zr. Suasana Irmina Sembiring purna bakti menunaikan tugasnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jakarta, tetapi kiprahnya sebagai tenaga medis belum usai. Bersama Tzu Chi, Suasana bahkan semakin aktif membantu masyarakat yang membutuhkan pelayanan di bidang kesehatan. Tidak hanya di Jakarta, berbagai kota pernah dijelajahinya bersama insan Tzu Chi menunaikan tugas sebagai relawan medis (perawat) di bagian mata.

Bagaimana pun juga, wilayah Jakarta Utara tentunya tak akan pernah lekang dari ingatan ibu 4 anak ini. Sejak tahun 1970 hingga 1999,  Suasana Irmina Sembiring atau yang akrab dipanggil Zr Suasana ini bertugas sebagai tenaga medis Puskesmas di daerah Tanjung Priuk dan sekitarnya. Banyak lika-liku yang dihadapinya, apalagi saat itu tenaga medis sangat terbatas, sementara jumlah orang yang membutuhkan layanan kesehatan di wilayah itu sangat banyak. “Jadi buat saya wilayah Tanjung Priuk itu dah mendarah daging,” tandas wanita berumur 67 tahun ini.

Bekerja dengan Hati
Selepas lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Medan, Suasana cukup beruntung karena seorang pastur mengirimnya untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Perawat RS Santo Borromeus Bandung, Jawa Barat. Setelah lulus, Suasana kemudian kembali ke kampung halaman dan bekerja di RS Elisabeth Medan. Pada tahun 1968, Suasana memutuskan menerima pinangan dari Sabar Surbakti, seorang pemuda yang juga tetangganya dan telah menjadi dosen di IKIP Jakarta— kini UNJ. “Saya akhirnya diboyong juga ke Jakarta,” kenang Suasana seraya tersenyum. Masalah muncul saat Suasana hendak bekerja kembali di Jakarta. “Saya mau masuk ke RS Carollus dah nggak bisa lagi, katanya sudah menikah, nanti takut nggak boleh sama suami jaga malam dan urus keluarga,” terangnya. Gagal menjadi perawat di RS Carollus, Suasana pun kemudian melamar sebagai tenaga medis di Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan ditempatkan di Puskesmas Tanjung Priuk, Jakarta Utara.

foto  foto

Keterangan :

  • Pengalaman Suasana selama hampir 30 tahun di Puskesmas mendorongnya untuk terus membantu orang lain yang membutuhkan pelayanan kesehatan. (kiri)
  • Untuk menentukan pasien penderita katarak atau minus biasa, tim medis dan relawan Tzu Chi mengecek fungsi penglihatan dan memeriksa kedua mata calon pasien baksos kesehatan. (kanan)

Ada kesenjangan yang dirasakan Suasana saat itu. Ia yang terbiasa bekerja di Rumah Sakit Katolik yang besar dan megah, tiba-tiba harus bekerja di Puskesmas yang sarana dan prasarananya sangat sederhana. “Bingung juga waktu itu, soalnya tempat tugas saya itu kan daerah kumuh dan kecil, tetapi itu akhirnya yang bikin saya jadi tergerak untuk menolong orang-orang kurang mampu,” tandasnya. Terlebih saat musim penghujan tiba, Puskesmas pun sering terendam air. Suasana pun menjadi bimbang, terlebih rumahnya pada waktu itu juga sering terkena banjir. “Tapi kalau saya nggak datang gimana, kasihan pasien-pasien saya, nunggu-nunggu saya,” terang Suasana, “padahal saya harus nyuntikkin pasien-pasien TBC secara rutin dan nggak boleh tertunda atau terputus.” Dan benar saja, saat Suasana datang, para pasiennya sudah menunggu (nangkring) di atas kursi yang terendam banjir. Saat itu kondisinya kotor sekali. Selain bekas banjir, sisa-sisa batuk darah pasien pun banyak yang tercecer di lantai. Suasana pun mau tak mau terlibat juga membersihkannya. “Saya nggak takut tertular, mungkin itu juga yang bikin kekuatan dari atas (Tuhan) ya. Saya juga nggak ada perasaan jijik saat membersihkannya,” tegasnya.

Tahun 1981, keahlian Suasana bertambah. Ia menjadi salah satu perawat yang terpilih untuk mengikuti penataran sebagai perawat mata di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. “Di antara wilayah lainnya, daerah saya paling banyak pasiennya,” kata Suasana yang selalu menjemput bola keliling kampung untuk mencari pasien yang terindikasi katarak. “Kadang dapat info dari warga, ‘di sana ada pasien.’ Saya langsung samperin sama dokternya,” ujarnya. Pada saat itu tugas Suasana hanya “mendeteksi, mencari, dan memeriksa” pasien. Karena dianggap sudah berpengalaman akhirnya Suasana pun diajak untuk menjadi asisten dokter operasi di RSCM Jakarta. Sejak itulah suster lulusan Sekolah Keperawatan Santo Borromeus Bandung ini kemudian menjadi “mahir” mendampingi dokter spesialis mata di meja operasi. Ia juga sering membawa pasien katarak dari keluarga tidak mampu berobat ke RSCM Jakarta. Siapa sangka, keahlian dan kepedulian ini pulalah yang membuka jalannya menjadi relawan Tzu Chi di bidang medis atau dan tergabung di Tzu Chi International Medical Association (TIMA)

foto  foto

Keterangan :

  • Memberikan penjelasan dan pemahaman kepada para pasien juga penting dilakukan agar mereka tidak takut saat akan menjalani operasi. (kiri)
  • Suasana merasa bersyukur di usia senjanya masih dapat beraktivitas dan membantu sesama. "Kalau operasinya berhasil dan lihat pasien senang, saya juga ikut senang,” ungkapnya. (kanan)

Jalinan Jodoh dengan Tzu Chi
Masa pensiun bagi sebagian orang mungkin menjadi masa-masa yang ‘menyeramkan’. Tidak lagi bekerja, kurang kesibukan, dan diam di rumah tanpa banyak aktivitas yang berarti tentunya selalu membayangi mereka yang baru saja menginjak usia pensiun. Belum lagi psikologis dari semula orang yang produktif dan mandiri, kini menjadi orang yang tanpa aktivitas yang berarti. Tetapi ini tidak terjadi pada Zr Suasana. Saat memasuki masa pensiun tahun 1999, Suasana cukup beruntung karena ditawari untuk bekerja kembali sebagai tenaga honorer di puskesmas lain dan membantu teman yang belum pernah menangani baksos mata. “Saya terima aja, walaupun gajinya kecil yang penting saya tetap bisa bekerja dan mengabdi kepada masyarakat,” tegas ibu dari dari Clara Surbakti (41), Natalia Surbakti (39), Aloiza Surbakti (35), dan Bernadeta Surbakti (28) ini.

Di tahun yang sama, Zr Suasana mendapat tugas mendampingi pasien mata dari wilayahnya (Tanjung Priuk) yang akan mengikuti bakti sosial kesehatan di wilayah Pademangan, Jakarta Utara. Perhatian dan kepeduliannya pada pasien membuat salah satu relawan Tzu Chi tersentuh. “Saya ditanya, ‘ibu bisa periksa mata? Ibu perawat ya’ Saya jawab bisa, dan sejak itu saya ditarik ke RSKB Cinta Kasih,” terang Suasana. Sejak itu juga Suasana selalu mengikuti setiap kegiatan Baksos Kesehatan Tzu Chi di berbagai wilayah Indonesia.

Bersambung ke Bagian 2.

  
 

Artikel Terkait

Memulihkan Penglihatan Pasien

Memulihkan Penglihatan Pasien

04 Mei 2015 Mendengar banyak dukungan yang mengalir dari berbagai pihak, Ketua Tzu Chi Biak, Susanto Pirono akan mengupayakan agar Tzu Chi bisa bersemi di Kota Sorong.
Mukjizat Itu Nyata

Mukjizat Itu Nyata

11 Maret 2014 Ayah dan Ibu Rizki tidak tega melihat Rizki, mereka pun kembali mencari informasi tentang pengobatan katarak. Suatu hari, ayah Rizki kembali mendapat informasi dari para tetangganya bahwa ada Yayasan Buddha Tzu Chi akan mengadakan operasi mata katarak gratis.
PAT 2022: Menyelami dan Menghayati Kebenaran Sejati Dari Sutra, Serta Membina Berkah dan Kebijaksanaan

PAT 2022: Menyelami dan Menghayati Kebenaran Sejati Dari Sutra, Serta Membina Berkah dan Kebijaksanaan

15 Desember 2022

Tzu Chi Medan mengadakan Pemberkahan Akhir Tahun 2022 dan Pelantikan Relawan Komite. Pementasan adaptasi Persamuhan Dharma juga digelar untuk menyelami semangat pembabaran Dharma Puncak Burung Nasar 2.500 tahun lalu.

Lebih mudah sadar dari kesalahan yang besar; sangat sulit menghilangkan kebiasaan kecil yang buruk.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -