Kebesaran Hati Vera

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
 
 

fotoRelawan mengunjungi kediaman Verawati, Jumat, 27 April 2012 lalu di kediamannya di daerah Mangga Besar, Jakarta Pusat.

Bukan keadaan dirinya yang ia khawatirkan, melainkan bagaimana perasaan anaknya nanti kalau sudah dewasa dan tahu kondisi ibunya yang tidak lengkap jasmani seperti sekarang ini.

 

 

Verawati, begitulah nama yang diberikan oleh orang tua tercinta saat ia dilahirkan 12 Februari 1986 lalu. Menjadi anak yang tumbuh bersama dengan orang tua yang lengkap dengan kasih sayang, mengenyam pendidikan dengan layak dan lulus dari sekolah dengan tidak memberikan beban pada orang tua. Begitulah dirinya, lulus dan melamar kerja sebagai waitress di salah satu hotel ternama di Jakarta. Namanya bekerja, mau tak mau harus mengikuti bagaimana peraturan kantor yang telah ditetapkan dengan kerja sistem waktu yang biasa disebut dengan shift. Dan bekerja sebagai waitress mengharuskannya dirinya untuk bekerja di jam malam dan pulang tepat pukul 00.00 (12 malam). Beruntung teman sekerja yang juga adalah pacarnya selalu mengantarkan dan menjaga dirinya saat malam menyapa dimana setiap orang sudah terlelap.

Musibah Menimpa
“Malam itu..,” ingatnya saat mulai bercerita, “Sudah jam 12 malam dan memang sudah waktunya untuk pulang, dan seperti biasa saya diantar sama pacar saya. Belum lama saya duduk di jok motornya dan keluar dari gedung parkir tempat kami bekerja, sebuah truk tronton yang awalnya berhenti tiba-tiba melaju dengan kencang dan setelah itu saya sudah nggak ingat apa-apa lagi,” ceritanya dengan mata berkaca-kaca. Saya tidak meneruskan pertanyaan saya, lebih tepatnya saya menunggu kondisi Vera lebih tenang. Memerhatikan gerak-geriknya, saya tahu bahwa emosi ibu satu anak ini sudah terlatih dengan baik. “Teman yang boncengin saya meninggal di tempat, kepalanya terlindas truk itu. Dan saya sudah langsung dilarikan ke Rumah Sakit Cipto,” ujarnya melanjutkan.

foto    foto

Keterangan :

  • Kaki palsu yang biasa digunakan oleh Vera sebagai alat bantu jika dirinya akan melakukan perjalanan jauh seperti ke pasar, memasak, atau memandikan putranya (kiri).
  • Kecelakaan yang terjadi 4 tahun lalu membuat tulang kaki Vera remuk dan mengharuskan kakinya diamputasi (kanan).

Kecelakaan malam itu, 3 Juni 2008, merupakan kejadian yang tidak dapat dilupakan oleh Vera. Kecelakaan yang merenggut bukan cuma orang terkasihnya, namun juga kedua kakinya. Tulang kaki Vera remuk dan tidak dapat dipertahankan, hingga dokter mengambil keputusan untuk melakukan amputasi pada kakinya. Tidak banyak hal yang bisa dia perbuat lagi, hanya berdoa yang dia lakukan, berpasrah dengan nasib yang akan dia jalani selanjutnya. Berbekal dengan Surak Keterangan Tidak Mampu (SKTM), pengobatan demi pengobatan kembali dilakukan oleh Vera. Mulai dari amputasi hingga tahap penyembuhan.

Dalam perjalannya berobat, jalinan jodoh antara Vera dan Tzu Chi terbentuk. “Saya sebenarnya enggak tahu apa-apa soal Yayasan Buddha Tzu Chi, nah tahu Tzu Chi dari mulut ke mulut, dari pasien yang juga mendapat bantuan dari Tzu Chi. Dan akhirnya saya menerima bantuan dari Buddha Tzu Chi,” ceritanya. “Kaki palsu ini juga dapatnya gratis, dikasih tahu sama bapak ini,” tambahnya sambil menunjuk Ong Hok Cun Shixiong yang memberi tahu dimana dan bagaimana cara mendapatkan kaki palsu secara gratis. “Kita sih selalu siap membantu, nah dengan kondisi Vera yang waktu itu sudah selesai melakukan operasi, kita lihat apa yang kira-kira akan masih selalu dibutuhkan untuk kelanjutan hidupnya. Akhirnya kita bertanya pada Vera langsung, ternyata dia membutuhkan kaki palsu itu tadi,” ujar Hok Cun Shixiong.

Hidup baru
Kini, empat tahun telah berlalu dari kejadian yang memilukan tersebut. Raut wajahnya sudah kembali tenang dan kehidupannya telah tertata dengan lebih baik. Kini pun dia telah mempunyai pangeran kecil, Muhammad Sultan Rifai, yang baru berusia 20 bulan. Balita mungil itu adalah buah pernikahannya 18 oktober 2009 lalu. Membicarakan tentang penikahan, saya sempat berpikir bahwa keterbatasan fisik manusia akan menghalangi hal yang menyangkut pasangan hidup. Namun, Vera telah membuat saya menjadi tahu, bahwa ketulusan nyata dapat mengalahkan segala keterbatasan tersebut.

foto   foto

Keterangan :

  • Vera memeragakan bagaimana caranya untuk menggunakan kaki palsu (kiri).
  • Dengan kebesaran hatinya, kini Vera tidak pernah merasakan bahwa dirinya lemah, namun dia ingin membuktikan bahwa dia bisa hidup mandiri (kanan).

Menjadi sosok yang mandiri merupakan hal yang telah dilakoninya sehari-hari. Mulai dari pergi ke pasar, memasak, mencuci, hingga memandikan sang jabang bayinya adalah rutinitas yang ia lakukan sendiri tiap harinya. Vera mampu berjalan lumayan jauh dengan menggunakan kaki palsunya, perjalanan sekitar 1 km sanggup dia jalani. Selain mengagumi sosok Vera dalam kehidupannya sekarang, saya juga mengagumi sosok suami yang setiap saat memberikan waktunya dan segala kasih sayang serta ketulusan untuk tetap menjaga kesetiaannya pada Vera. “Dulu, saya menolak dia (suami) karena saya sadar akan keadaan saya, sampai saya ngomong ke dia ‘kamu cari aja yang lain, yang lebih sempurna, yang lebih baik dari saya’. Tapi dia malah bilang ‘saya mau kamu saja’,” tuturnya meniru ucapan suaminya. “Ya dianya bilang begitu, sama mah ya udah, terima aja,”. Mendengar penuturan cerita Vera, San Ing Shijie juga mengungkapkan betapa bagusnya jodoh hidup yang dia punya. “Kita yang istilahnya sehat saja kadang masih sangat susah dengan masalah jodoh, tapi Vera jalan hidupnya menjadi mulus karena telah dipasrahkan,” ujarnya.

“Setelah menjalani berbagai macam cobaan, saya sudah tidak mengkhawatirkan keadaan saya, sekarang keadaan anak sayalah yang saya khawatirkan,” ungkapnya. “Sekarang dia masih kecil dan belum tahu apa-apa, nanti setelah dia besar takutnya banyak dihina sama teman atau dia malu dengan keadaan ibunya yang mempunyai fisik tidak lengkap,” tuturnya menjelaskan kekhawatiran yang menyelimuti dirinya. Wajar memang mempunyai kekhawatiran semacam itu karena lingkungan perumahan tempat Vera tinggal juga kurang mendukung perkembangan pertumbuhan yang baik. “Justru kamu tidak boleh merasa khawatir, pelan-pelan kamu bisa menjelaskan kepada anak kamu nantinya, dengan kasih sayang, pasti nanti anak kamu akan mengerti dan kekhawatiran kamu tidak akan terjadi,” ujar Hok Cun Shixiong membesarkan hati Vera.

Hok Cun Shixiong pun mengungkapkan betapa dia sungguh terinspirasi dengan perjalanan hidup Vera. Bencana yang menimpanya memang pernah menjadikannya lemah, namun dari kelemahan yang dia miliki dia dapat membuktikan bahwa kemandirian dapat dia bentuk untuk melanjutkan kehidupannya, bahkan lebih baik dari sebelumnya. “Dengan keadaan yang seperti ini, justru kamu adalah orang yang secara langsung dapat menginspirasi dan merupakan orang yang patut dicontoh karena kebesaran hati kamu,” pungkas Hok Cun Shixiong.

  
 

Artikel Terkait

Bulan Berbakti dan Bervegetaris

Bulan Berbakti dan Bervegetaris

06 September 2018

Melakukan ritual di Bulan Tujuh Penuh Berkah bagi kelas Bimbingan Budi Pekerti Tzu Chi Medan (Tzu You Ban) merupakan hal baru. Kegiatan perdana ini dilakukan pada Minggu 2 September 2018 dan diikuti oleh 66 Bodhisatwa cilik dan 20 relawan Da Ai Mama (pendamping Bodhisatwa cilik).

Berbagi Kasih untuk Oma dan Opa di Panti Tresna Werdha

Berbagi Kasih untuk Oma dan Opa di Panti Tresna Werdha

21 September 2016
Tawa Canda oma dan opa penghuni Panti Tresna Werdha Kota Gowa menyentuh hati para relawan Tzu Chi Makassar. Kunjungan kasih pada Minggu, 18 September ini menguatkan rasa syukur di hati para relawan. 
Letusan Merapi : Memberi yang Terbaik

Letusan Merapi : Memberi yang Terbaik

03 November 2010 Melalui bantuan rumah pengungsian sementara yang dibangun untuk para korban bencana alam Gunung Merapi, masyarakat lereng Gunung Merapi mulai mengenal cinta kasih dari para relawan Tzu Chi.
Kebahagiaan berasal dari kegembiraan yang dirasakan oleh hati, bukan dari kenikmatan yang dirasakan oleh jasmani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -