Kebijaksanaan Boddhisatwa Dalam Pendidikan Anak
Jurnalis : Suyanti Samad (HeQi Pusat), Fotografer : Suyanti Samad dan Tjhin Men Hao (HeQi Pusat)
|
|
||
Lingkungan sekolah yang serba maju dan lengkap dengan berbagai teknologi dan berpedoman pada realitas. Dengan adanya pendidikan budi pekerti, kita bisa membina bibit murni yang memiliki sopan santun, bijaksana, dan berkemampuan bersaing sehingga bisa menjadi harapan baru masyarakat. Dalam mendidik anak agar diperoleh berpuas hati, bersyukur, penuh pengertian dan bertoleransi, diharapkan setiap orang bisa mencintai dan menghormati dirinya sendiri. Pendidikan yang diharapkan oleh Master adalah pendidikan yang berlandaskan cinta kasih dan berbudaya humanis. Adalah mewujudkan kehidupan yang bermakna luhur, mengenal budi luhur orang tua, tahu membalas budi, menyempurnakan hidup dengan berbakti tanpa penyesalan, menjunjung tinggi sikap berbakti sebagai dasar dari segala perbuatan baik, menghormati orang tua seperti menghormati Buddha. Pendidikan harus dimulai dari tata krama yang baik tentang cara jalan, makan, duduk dan berinteraksi dengan orang lain, yang terpenting adalah bagaimana menjalani kehidupan dengan baik. Belajar Saat melakukan, Melakukan Saat Tercerahkan
Keterangan :
“Ada dua hal yang tidak bias ditunda dalam kehidupan adalah berbakti kepada orang tua dan melakukan kebajikan,” kutipan kata perenungan Master. Minggu siang 9 Februari 2014 pada pukul 15.00 wib, minggu kedua bulan Februari tahun 2014, relawan Daai Mama mengajak orang tua murid Er Tong Ban dan Tzu Shao Ban, berkumpul bersama dalam acara keakraban antara orang tua murid dengan Daai Mama di ITC Mangga 2 lantai 6. Tujuan gathering ini adalah mengajak orang tua murid berpartisipasi menjadi relawan Daai Mama dan mengajak orang tua murid mendampingi anaknya saat kelas budi pekerti berlangsung dan mengembangkan anak kelas budi pekerti menjadi harapan Master, jelas Ria Sulaeman Shijie, yang baru membantu di Daai Mama. Pada pukul 14.30 wib, orang tua murid sudah antri di bagian pendaftaran. Mereka disambut dengan wajah yang bahagia dari para relawan Daai Mama. Sedangkan murid budi pekerti yang datang bersama mama papa, diajak ke ruang sebelah, mereka diminta melukis curahan hati. Sambil menunggu acara dimulai, orang tua murid diajak mengisi form pendataan orang tua murid kelas budi pekerti, dengan didampingi oleh relawan Daai Mama. Anak-anak yang ikut kelas budi pekerti Tzu Chi, banyak yang berubah dari sifat buruk menjadi seorang anak yang berbakti. Michael Ferrari, anak dari Anwar Djaja dan Briani M, dulunya sangat nakal. Mamanya ingin anaknya bisa ikut kelas budi pekerti dengan harapan dapat menjadi seorang anak berbakti. Perubahan sikap Michael mulai terlihat setelah anaknya masuk di kelas budi pekerti. Kakak kedua dari Michael, Nikki Natasi (20 tahun) yang datang di acara gathering ini, mendampingin mamanya, memiliki cita-cita mulia. Selain memiliki hobbi di bidang kuliner (tata boga), Nikki sangat menyukai anak kecil. Di usia yang belia ini, ia ingin mendampingi anak-anak kecil di kelas budi pekerti. Relawan Daai Mama sangat senang mendengarnya dan menyambut niat baik.
Keterangan :
Gathering ini dibuka dengan isyarat tangan Xing Fu De Lian (Wajah yang Bahagia) dari tim shou yu. Dilanjutkan dengan pengenalan Tzu Chi dan video Gui Yang Tu (Lukisan Kambing Bersujud). Adalah anak kambing berlutut sambil memejamkan mata, mengenang budi saat menerima susu, menghormat membungkuk diri dengan posisi kedua kaki berlutut. Adalah sifat alami anak kambing mengandung kebenaran. Kita memiliki jiwa kebijaksanaan, seharusnya bisa menjunjung tinggi sikap berbakti dan membalas budi luhur orang tua, menghormati orang tua seperti menghormati Buddha. Detik-detik puncak gathering ini adalah saat anak-anak masuk dalam ruang acara, berdiri di depan panggung, memperlihatkan lukisan curahan hati kepada mama papa, dan memberikan lukisan curahan hati kepada orang tuanya. Air mata kegembiraan mulai terlihat di setiap mama papa saat anaknya memberikan lukisan tersebut dan disambut dengan pelukan hangat dari mama papa. Kemudian anak-anak menampilkan isyarat tangan Satu Keluarga dan mengajak orang tua murid berisyarat tangan bersama. Petrus Julus (60 tahun) menitip anak kedua di Er Tong Ban di He Qi Timur dan anak pertama di Tzu Shao Ban di He Qi Pusat. “Awalnya saya hanya menitipkan anak saya di kelas budi pekerti. Sebelumnya saya pernah diundang relawan Daai Mama He Qi Timur. Di acara tersebut terdapat sesi dimana anak-anak berlutut di depan papa mama, menyuguhkan secangkir teh kepada papa mama, dan memeluk papa mama. Saat itu saya menitikan air mata gembira dan terharu. Hal ini tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Demikian juga acara hari ini, saya sangat senang sekali, sangat menyentuh hati saya. Anak saya melukiskan curahan hatinya, dan memeluk saya. Acara hari ini di luar dugaan saya, lebih bagus, lebih menyentuh dari acara yang pernah diadakan oleh He Qi lain,” ujarnya. Berbeda dengan Jason Tanof Shixiong. “Anak-anak mengalami perubahan sikap lebih baik. Sekarang anak pertamanya lebih sayang, mau menemani neneknya tidur. Anak kedua lebih peduli dan memisahkan barang-barang daur ulang,” jelasnya. Acara ini ditutup dengan mengajak orang tua murid menjadi salah satu donator dalam program Celengan SMAT, dan diikuti oleh 22 orang tua murid dan didampingi oleh 9 relawan pendamping DaAi Mama di setiap meja, serta relawan lainnya. |
|||
Artikel Terkait
Menjaga Diri, Wujud Bakti kepada Orangtua
15 Januari 2015 Sebanyak 49 anak kelas Er Tong Jing Jin Ban dan 40 anak kelas Tzu Shao Ban, pada hari Minggu, 11 Januari 2015 di Tzu Chi Pekanbaru mengikuti kelas budi pekerti dengan topik Bisa menjaga atau menyayangi diri sendiri.Kelas Budi Pekerti Tzu Chi Mencetak Generasi Muda Berkarakter Mulia
01 Agustus 2024Kelas Budi Pekerti di komunitas relawan He Qi Pusat berlangsung dengan penuh keceriaan. Mereka dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu 12 peserta kelas Qin Zi Ban untuk anak-anak usia dini dan 16 peserta kelas Tsu Shao Ban untuk anak usia remaja.