Kebijaksanaan Dalam Kebajikan
Jurnalis : Ivana, Fotografer : Ivana * Para relawan Tzu Chi tidak hanya diharapkan menjalankan misi kemanusiaan dengan membantu orang lain. Mereka juga diarahkan untuk mengikuti pelatihan, membaca buku, dan mengikuti isyarat tangan untuk menumbuhkan kebijaksanaan. | “Memang sih bener, kita bukan hanya bekerja-bekerja saja, tapi juga harus mempelajari, juga mengerti, supaya kita menemukan kebijaksanaan,” kata Frans Chandra, peserta pelatihan relawan senior. |
Bagi relawan Tzu Chi di segala tingkatan, pelatihan sudah menjadi kegiatan yang rutin diikuti setiap tahun. Tanggal 20 Juli 2008, 302 relawan senior (berseragam biru-putih) Tzu Chi mengikuti pelatihan di Ruang Serbaguna, Rumah Sakit Khusus Bedah Cinta Kasih, Cengkareng. Selain diikuti relawan senior dari Jakarta, para peserta ada juga yang berasal dari Bandung, Surabaya, Pekanbaru, Batam, Tangerang, Padang, dan Makassar. Pukul 08.00 pagi, para peserta berjalan beriringan dalam barisan yang rapi memasuki ruangan pelatihan. Tak kurang dari 50 relawan lain membantu persiapan dan pelaksanaan pelatihan ini. Berbagai materi yang telah disusun, disampaikan oleh para relawan yang bertugas membawakan. Diantaranya terdapat materi mengenai gaya hidup vegetarian yang dapat membantu menyelamatkan bumi, serta materi tentang hidup hemat dan penuh pengendalian diri dalam hidup sehari-hari. Setelah makan siang, materi yang disampaikan lebih banyak berbentuk sharing pengalaman relawan. Di panggung berlatih untuk para relawan yang menjadi pemateri. Beberapa pemateri memang belum berpengalaman bicara di depan ratusan orang. “Shixiong, shijie, terus terang saya deg-degan berdiri di sini,” ujar Christine saat mewakili sharing dari He Qi Utara. Para peserta pelatihan yang mendengarnya tertawa dan sebagian bertepuk tangan memberi semangat. Usaha Christine juga tak kalah besar, perlahan dan hati-hati, ia menyelesaikan semua pengalaman yang ingin ia ungkapkan. Ket : - Jia Wen-yu memaparkan sejumlah fakta yang memberikan alasan bahwa dengan menjalani hidup Mediator Dua Bahasa yang Berbeda Johan menjelaskan bahwa ini adalah metode penerjemahan simultan. “Terjemahan bahan cerita sama sekali tidak sulit karena itu pengalaman sehari-hari (yang) kita bisa rasakan. Bahasanya pun tidak terlalu dalam,” jelasnya tenang. Meski demikian, bukan berarti ia tak butuh pengalaman. Sejak dulu, Johan memang sering menjadi penerjemah bagi penceramah asing di vihara. “Penerjemah punya keuntungan, dia akan memahami (isi ceramah) kemudian dia bisa sampaikan pada orang. Setelah dia memahami baru dia bisa menjelaskan sama orang. Jadi ada 2 keuntungan. Satu, (saya) memahami lebih dulu daripada orang lain, kedua saya juga melatih respon menterjemahkan. Kalau ada orang mau belajar (jadi) penerjemah, dia dapat keuntungan seperti ini. Saya me-motivate orang-orang yang mau. Bisa karena biasa,” lanjutnya. Hari itu Johan boleh dibilang sangat berjasa. Sekitar 80 peserta menggantungkan diri padanya untuk dapat mengikuti total sekitar dua setengah jam materi yang disampaikan oleh tiga pembicara dari Tzu Chi Singapura –Ji Yu, You Yu, dan Cien Yu. “Semuanya sih berkesan di hati saya. Terutama cerita tentang ibu muda yang melahirkan di lift dan di luar gerbang rumah sakit. Biasanya orang kalo mau melahirkan kan selalu mules gimana,” ujar Supiyati, salah seorang peserta yang mendengarkan materi melalui penerjemahan. Supiyati dan 9 relawan lain yang merupakan relawan dari Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, semuanya menggunakan earphone untuk mengikuti materi dalam bahasa mandarin. Berkat fasilitas ini, ia dapat tertawa, tersentuh, dan sekali-kali tampak mengangguk-angguk saat “mendengar” cerita Ji Yu shixiong. Ket : - Sekitar 80 peserta yang tidak memahami bahasa mandarin, menggantung harap pada Johan yang hari itu Sebuah Ikrar dan Sekutip Salam “Acara ini sangat indah. Dari pagi sampe sekarang saya belajar banyak,” Ria Sulaeman menyampaikan perasaan. Kemudian ia mengaku bahwa selama ini sebagai seorang yang high temper, perfeksionis, dan emosional, ia menjadi mudah tersinggung. Keluarganya sendiri sering mengingatkan bahwa ia tidak mencerminkan sikap sebagaimana seorang relawan Tzu Chi, dan hal ini membuatnya semakin tersinggung. “Tapi kemaren ketika saya mendengar bahwa tidak ada satu pun (seorang pun) yang bisa menyinggung perasaan saya kalau saya tidak membiarkannya, yang disampaikan oleh Shixiong Ji Yu dari Singapura, itu sangat menguatkan saya,” kata Ria dalam sesi sharing peserta. “Dan saya melihat bahwa vegetarian ternyata penting sekali, tidak hanya untuk kesehatan tapi juga untuk lingkungan sekitarnya. Sekarang setelah mendengar semua, saya mencoba untuk 100% vegetarian,” tekad Ria mengejutkan. Sebelumnya ia bercerita bahwa selama ini sangat sulit baginya bervegetarian terutama saat mama-nya memasak makanan non-vegetarian. Masakan mama-nya memang sangat lezat. Rupanya niat relawan dari He Qi Barat itu sudah bulat. Prasetyo memiliki pesan yang berbeda saat berdiri di atas panggung. “Saya di sini untuk menyampaikan salam dari teman saya yang 10 Juli lalu meninggal,” ucapnya. Teman yang ia maksud adalah Suwanto, relawan dari Pati yang bersama-sama dengannya menyosialisasikan celengan bambu bagi anak asuh Tzu Chi di sana. Sepuluh hari lalu, relawan yang juga mantan pasien penanganan khusus Tzu Chi itu meninggal di RS Elisabeth, Semarang karena penyakit Hepatitis B yang dideritanya. Sungguh berarti bahwa setelah sempat sembuh dari penyakitnya terdahulu, dalam waktunya yang singkat Wanto sempat mengisi hidupnya dengan membantu orang lain. “Wanto dihargai bukan karena pendidikannnya. Ia hanya lulusan SD. Ia juga bukan dihargai karena kekayaannya. Tapi ia sangat dihargai di sana karena kerelaannya, dia sangat berterima kasih pada Tzu Chi. Berapa bulan yang lalu ia sampaikan pada saya bahwa ia sangat bersyukur terhadap Tzu Chi yang telah memberinya kesempatan berbuat baik,” kata-kata Prasetyo membuat mata beberapa peserta berkaca-kaca. Di akhir acara, dalam wawancara singkat Ji Yu shixiong, Ketua Tzu Chi Singapura dan Malaka mengungkapkan bahwa ia mengamati bahwa dalam 2 tahun terakhir perkembangan Tzu Chi Indonesia sangat pesat baik dalam misi yang dijalankan maupun jumlah relawan yang bergabung. “Menurut saya ini (Indonesia) adalah lahan kebajikan yang sangat besar. Tanpa perlu pergi ke tempat yang jauh, hanya di dalam masyarakat Jakarta ini, bahkan sangat dekat dengan kantor yayasan kita, ada begitu banyak orang yang menderita. Lahan kebajikan ada tepat di samping kita,” tuturnya. Namun relawan asal Taiwan yang telah belasan tahun menetap di Singapura ini juga berpesan, “Karena pertumbuhan sangat cepat, maka kita harus mulai lebih mendalami dharma. Jadi bukan hanya menggarap lahan yang baik, tapi kita juga menumbuhkan kebijaksanaan, sebagaimana yang diharapkan Master Cheng Yen.” | |
Artikel Terkait
Pengurus Yayasan Kemala Bhayangkari Mengikuti Pelatihan Budaya Humanis
23 Februari 2024Dalam rangka HUT ke-44 Yayasan Kemala Bhayangkari, para Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Kemala Bhayangkari di seluruh Indonesia mengikuti pelatihan Budaya Humanis di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi.
Meringankan Beban Warga Rajeg di Tengah Pandemi
30 Juli 2020Relawan Tzu Chi bekerja sama dengan Koramil 12/Rajeg membagikan 250 paket sembako untuk warga kurang mampu dan terdampak wabah Covid-19 di Desa Pangarengan, Rajeg, Tangerang.