Kecemasan yang Hilang

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 

fotoDelilah dan putranya Lewi. Demi mengobati putranya, Delilah rela meninggalkan kampung halamannya di Biak, Papua dan menemani putranya berobat di Jakarta.

Di lapangan basket Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, sesosok tubuh mungil tampak lincah memainkan mobil-mobilan plastik yang dikendarainya. Dengan menghentakkan kaki-kakinya, Lewi Pelupessy (5), bocah kecil itu mengitari lapangan basket berulang kali. Panggilan sang mama, Delilah Dimara (28) baru sanggup menghentikan aktivitasnya. “Di luar sudah panas, ayo masuk,” kata Delilah. Sambil tersenyum, bocah laki-laki asal Biak Papua ini pun berjalan masuk ke ruang B-3 Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi sambil membawa mobil-mobilan yang sudah sejak pagi hari ini mainkan.

Berobat di Jakarta
Sudah hampir 6 bulan Lewy dan ibunya tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Mereka datang ke Jakarta dalam rangka pengobatan Lewy yang mengalami atresiani (penyempitan usus/tidak memiliki anus) sejak lahir. “Waktu pertama lahir Lewi masih bisa buang air, tetapi dua hari setelah itu nggak bisa,” terang Delilah. Akibatnya perut Lewy pun kembung. Lewy yang lahir 16 Juli 2005 ini pun segera dilarikan orang tuanya ke Puskesmas Yendidorei, Biak, Papua. Oleh dokter Puskesmas Lewy segera dirujuk ke RSUD Biak. Dari hasil rontgen akhirnya diketahui jika Lewy ternyata mengalami penyempitan usus. Dokter menyarankan untuk dibuat lubang colostomy di bagian perut (pinggang atas). “Awalnya omanya (nenek) tidak setuju, tetapi dokter menjelaskan kalau ini satu-satunya jalan untuk menolong Lewy,” kata Delilah, “akhirnya neneknya setuju. Mungkin karena Lewy cucu pertamanya, omanya takut Lewy kenapa-napa.”

Bermodalkan surat Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) maka operasi pun dilakukan. Kehidupan orang tua Lewy memang sangat sederhana. Ayahnya Herman Pelupessy (30) yang asal Ambon bekerja sebagai supir angkota jurusan Yolindari – Ufu dengan penghasilan sehari-hari yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga ini. “Harga bahan makanan di Biak mahal,” terang Delilah. Sukses operasi pertama, Lewy pun disarankan untuk menjalani operasi kedua saat usianya 6 bulan. Di rumah sakit yang sama dan ditangani oleh dokter yang sama Lewy pun kembali menjalani operasi. Dengan kondisi demikian, Delilah harus sangat berhati-hati jika Lewy harus buang air besar. “Biasanya saya bersihkan dan beri bedak supaya tidak lecet,” terang Delilah. Meski begitu, Lewy tumbuh normal seperti anak-anak lainnya. Tidak ada pantangan baginya untuk makan apapun. Namun Delilah dan suaminya belum tenang seratus persen, sebab dokter mengingatkan mereka agar Lewy kembali dioperasi 3 – 5 tahun lagi.

foto  foto

Keterangan :

  • Sudah hampir 6 bulan Lewy dan ibunya tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Mereka datang ke Jakarta dalam rangka pengobatan Lewy yang mengalami atresiani (penyempitan usus/tidak memiliki anus) sejak lahir. (kiri)
  • Perhatian dan dukungan relawan Tzu Chi tak pernah putus diterima oleh Delilah dan Lewy selama tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. (kanan)

Ingat Pesan Dokter
Tanggal 16 Juli 2005 Lewy genap berusia 5 tahun, dan saat itulah Delilah teringat pesan dokter untuk kembali membawa Lewy berobat. Dokter kemudian merontgen Lewy dan hasilnya akan dikirim ke sebuah rumah sakit di Ujung Pandang. “Rencananya akan dioperasi di Ujung Pandang,” kata Delilah. Karena tidak ada keluarga di Ujung Pandang, sang dokter sempat berniat mencarikan tempat tinggal untuk mereka sementara selama pengobatan Lewy. “Dokternya bilang akan didaftarkan di Buddha Tzu Chi,” kenang Delilah. Tapi kabar yang ditunggu itu tak kunjung tiba, sampai akhirnya Herman dikenalkan oleh bosnya (pemilik angkot) ke ayah Joshua, salah satu pasien Biak yang pernah ditangani Tzu Chi di Jakarta. (Baca artikel: “Saya Percaya, Joshua Pasti Hidup). Tanpa menunggu lama, Herman pun mendatangi rumah Joshua dan disarankan mengajukan permohonan bantuan kepada relawan Tzu Chi Biak.

Setelah melengkapi berbagai persyaratan yang dibutuhkan, pada bulan Oktober 2010 Lewy dan Delilah berangkat ke Jakarta. Selama di Jakarta, mereka tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Untuk pengobatan Lewy, relawan mengantar dan mendampinginya di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Setelah melalui berbagai pemeriksaan medis, pada tanggal 31 Januari 2011 Lewy menjalani operasi pertamanya di RSCM Jakarta. Cukup lama proses operasi ini karena sebelumnya Lewy harus menjalani serangkaian tes praoperasi. “Karena terburu-buru saya tidak membawa riwayat kesehatan Lewy, jadi dokter memeriksa kondisi Lewy dari awal lagi,” kata Delilah. Tapi Lewy masih belum bisa kembali berkumpul bersama ayahnya di Biak, karena ia harus menjalani operasi kedua agar lubang anusnya bisa berfungsi normal. Tanggal 22 Maret 2011, Lewy kembali dioperasi. Operasi ini pun berjalan lancar tanpa kendala yang berarti. “Jadi sekarang Lewy bisa buang air sendiri, tidak perlu repot seperti dulu lagi,” kata Delilah senang, “Saya langsung kirim kabar ke Biak dan bapaknya senang sekali.”

foto  foto

Keterangan :

  • Kondisi Lewy sebelum dioperasi. Meski mengalami sakit ia tetap lincah dan bersemangat seperti anak-anak seusianya. (kiri)
  • Semangat dan perjuangan Delilah (baju putih) dalam mencari kesembuhan putranya memang sangat besar. “Orangnya selalu bersemangat, positif, dan tidak mudah putus asa,” puji Hok Cun, relawan Tzu Chi. (kanan)

Menjadi Donatur Tzu Chi
Selama menjalani pengobatan putranya dan tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Delilah merasakan perhatian dan cinta kasih yang besar dari relawan terhadap ia dan putranya. “Saya bersyukur dan berterima kasih sekali kepada Tzu Chi anak saya bisa diobati. Saya juga bersyukur sama Tuhan yang sudah memberi jalan saya melalui Tzu Chi,” ungkap Delilah haru. Pascaoperasi ini, Delilah mengaku “rasa cemas” yang selalu menghantuinya akan keselamatan Lewy menjadi hilang. “Terima kasih yang tak terhingga, terutama kepada relawan Tzu Chi Biak yang terus memberi perhatian pada saya di Jakarta,” kata Lewy.

Sebagai ungkapan rasa syukurnya, Delilah kini menjadi donatur Tzu Chi. Ia sudah dua kali (setiap bulan) menyisihkan uang yang diterima dari suaminya di Biak untuk turut menebarkan cinta kasih melalui Tzu Chi. “Saya sudah dibantu Tzu Chi, saya juga mau bantu orang lain,” kata Delilah menjelaskan alasannya berdana. Hok Cun dan Sofie, relawan Tzu Chi yang kerap mendampingi Lewy berobat pun menyatakan kekagumannya atas semangat dan perjuangan Delilah dalam mencari kesembuhan putranya. “Orangnya selalu bersemangat, positif, dan tidak mudah putus asa,” puji Hok Cun. Dan rupanya sikap-sikap positif itulah yang kemudian menurun pada Lewy. Jauh dari ayah dan keluarga besarnya, Lewy tetap menjadi seorang anak yang ceria dan bersemangat menjalani hari-hari pengobatannya.

  
 

Artikel Terkait

Suara Kasih: Meneladani Bodhisatwa

Suara Kasih: Meneladani Bodhisatwa

07 November 2011 Inti ajaran Buddha adalah menolong semua makhluk. Kita harus mempraktikkan ajaran ini. Jadi, kita harus memiliki tekad yang teguh untuk memurnikan dunia ini. Kita harus membangun ikrar luhur dan mempertahankannya.
Perubahan yang Lebih Baik untuk RSCK Tzu Chi

Perubahan yang Lebih Baik untuk RSCK Tzu Chi

28 November 2018

Tidak terasa waktu cepat berlalu, Kamp Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi sampai juga pada  gelombang III. Kamp kali ini tidak kalah meriah dari kamp gelombang I dan II yang digelar beberapa bulan yang lalu. Kamp yang diselenggarakan pada 24-25 November 2018 di Aula Jing Si Tzu Chi Center, Jakarta ini diikuti sebanyak 97 karyawan. Kamp gelombang III ini merupakan gelombang terakhir dari kamp karyawan Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi.


Aku, Kamu, dan Kita Adalah Berkah

Aku, Kamu, dan Kita Adalah Berkah

11 September 2014 Saya bertekad untuk terus menghargai orang tua saya, papa, mama, meskipun saya masih sering berbuat salah kepada mereka, meskipun saya sering dimarahi oleh mereka, tapi tiada sedetikpun saya akan lupa untuk menyayangi mereka, saya sayang papa, mama sampai angka 13 di temukan di jarum jam.
Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -