Keinginan untuk Sembuh
Jurnalis : Himawan Susanto , Fotografer : Himawan Susanto * Jong Thian Kong memapah Ratifah memasuki halaman depan RS Harapan Bersama Singkawang untuk memeriksa kembali kondisi matanya setelah menjalani operasi katarak pada baksos kesehatan Tzu Chi sehari sebelumnya. | Pagi, 23 Agustus 2008, Ratifah dituntun oleh suaminya Jong Thian Kong perlahan memasuki halaman depan rumah sakit Harapan Bersama, Singkawang, Kalimantan Barat, lokasi bakti sosial kesehatan Tzu Chi ke-51. Rumah sakit riuh rendah oleh ratusan orang yang akan menjalani pengobatan. Hari itu, Ratifah yang sehari sebelumnya kataraknya dioperasi, akan menjalani pemeriksaan kembali. Kedua anak mereka, Desi Ratnasari dan Intan, hari itu juga akan menjalani operasi katarak. |
Ratifah lalu duduk bersama puluhan pasien katarak lain yang akan menjalani pemeriksaan sesuai dengan urutan. Perban dan plastik putih yang menutupi mata kiri Ratifah pun dibuka. Saat itu, penglihatannya dites. Meski sekilas, cahaya dan warna yang telah lama dinantikan dan dirindukannya selama 14 tahun terlihat jelas. Ratifah tertegun saat melihat langsung pemilik dua suara yang selama ini cukup akrab di telinganya. Pemilik suara itu adalah dua orang laki-laki dan perempuan berbaju biru putih. Mereka adalah Bong Fa Lin dan Ay Ay, dua relawan Tzu Chi yang menemukan penderitaan keluarga Jong Thian Kong di Ketapang. Senyum bahagia dan gembira pun terlukis jelas di wajah kedua relawan ini. Penantian selama berbulan-bulan menunggu hari bahagia, kini telah berbuah. Meski awalnya ada rasa takut, Ratifah tetap memberanikan diri untuk tetap menjalani operasi. “Tidak terasa sakit, ada rasa takut. Deg-degan takut dioperasi. Ataukah berhasil atau ga,” tuturnya. Bahkan seusai operasi, ia memberitahu Desi dan Intan bahwa operasi yang akan mereka jalani hari itu tak menimbulkan rasa sakit. Walaupun hanya sesaat, Ratifah kini telah bisa mengenali situasi sekelilingnya. Tak lama lagi, mata kirinya pun akan berfungsi normal kembali. Mata kiri itu pun ditutup dengan plastik putih dan diperban. Ratifah, masih harus bersabar beberapa hari ke depan, sebelum mata kirinya benar-benar siap untuk melihat dunia. Ket : - Desi Ratnasari sesaat akan menjalani operasi katarak. Desi adalah 1 dari 3 anggota keluarga Jong Thian Sementara itu, Desi dan Intan, baru saja masuk ke dalam ruang tunggu operasi katarak. Mereka kini telah mengenakan baju operasi berwarna hijau. Alis mata mereka tak lagi perlu dicukur, karena sehari sebelumnya telah dipotong. Desi menjadi yang pertama untuk dioperasi. Desi dituntun oleh tim medis Tzu Chi bagian mata masuk ke dalam ruang operasi. Ia lalu didudukkan di sebuah meja operasi. Tim medis yang menangani segera memeriksa berkas yang dibawanya. Hingga detik itu, Desi tetap diam tak menyadari bahwa ia kini sudah berada di ruang operasi. Yang dapat dilihatnya hanya warna-warna saja, semua seperti tertutup asap. Baksos kali ini mengoperasi 37 pasien katarak, termasuk Ratifah, Desi, dan Intan. Usai menjalani operasi, Desi dan Intan dibawa ke ruang pemulihan yang terletak di bagian belakang rumah sakit. Mereka beristirahat sejenak sebelum kembali ke kos sementara di Singkawang. Ayah mereka, Jong Thian Kong, tanpa didampingi oleh Ratifah, menjaga kedua buah hati tercintanya. Dengan penuh kasih, ia membelai satu demi satu buah hatinya. Siang itu, Desi tampak masih kesakitan seusai operasi karena efek obat biusnya mulai menghilang, namun tidak demikian dengan Intan yang tetap bisa bertahan, meski sesekali meringis sakit. Relawan Tzu Chi bagian pemulihan segera memberikan bantuan karena tidak mudah bagi seorang ayah mengurus dua anak yang menjalani operasi secara bersamaan. Relawan pun segera memberikan air minum kepada Desi dan Intan. Mereka juga memberikan perhatian agar kedua anak ini tidak menangis dan meneteskan air mata, demi keberhasilan operasi siang itu. Ket : - Desi Ratnasari dan Intan sesaat usai menjalani operasi katarak. Jong Thian Kong, ayah mereka dalam Di tempat lain, Rusdah (54) selama bertahun-tahun harus hidup ditemani benjolan sebesar bola tenis di kepala kirinya. Hingga mempunyai cucu, ia tak jua mampu membiayai operasi benjolan yang menurut dokter tak ganas itu. Benjolan itu telah ada sejak ia masih kecil. Rusdah yang tinggal di Dusun Putih Beliung, Tebas ini tak pernah mengoperasi benjolan itu karena tiadanya biaya. Siang itu, sebelum dioperasi, Harianto, Hendro Wiyogo, dan Lusi membantu memangkas rambut yang berada di sekeliling benjolan. Jika tertutup dengan rambut, benjolan itu tak terlalu kentara besarnya, namun saat sedikit demi sedikit rambut yang dipotong dibersihkan, barulah benjolan itu terlihat lebih besar dari apa yang kita lihat sebelumnya. Meski harus hidup dengan benjolan selama bertahun-tahun, Rusdah tak pernah khawatir. Ia bahkan telah menikah, punya anak dan cucu. Setelah rambutnya selesai dicukur, Rusdah pun antri menunggu bersama para pasien lain di depan ruang operasi. Setelah beberapa lama, benjolan di kepala Rusdah pun berhasil diangkat oleh tim medis Tzu Chi. Di usianya yang ke-54, Rusdah kini telah terbebas dari benjolan yang selama ini bersamanya. Kesabaran menunggu tak hanya dirasakan Ratifah dan Rusdah, namun juga mereka yang telah mendapatkan bantuan pengobatan khususnya bagi yang terkendala biaya. Jika kesabaran itu masih ada, kesembuhan bukanlah hal yang mustahil, selagi keinginan untuk sembuh tetap ada dan membara. | |