Kelak Papa Akan Ceritakan Kisahmu
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : ApriyantoKehidupan buruh tani yang tidak menjanjikan membuat Sumanto berharap agar kela anak-anaknya dapat memiliki pekerjaan yang layak di kota. |
| ||
Susanti, bayi berusia 2 bulan ini adalah gambaran kesulitan hidup dari pasangan Sumanto dan Nurmayati. Setelah 19 tahun membina rumah tangga dan memiliki 5 orang anak, pada tangal 23 Desember 2009 lalu Nurmayati melahirkan anak kembar, yang mereka beri nama Susi dan Susanti. Susi lahir terlebih dahulu, beberapa menit berselang barulah Susanti menyusul lahir dari rahim ibunya. Kegembiraan memiliki dua putri kembar yang cantik seolah terhenti ketika Sumanto menyaksikan adanya kelainan di kepala belakang Susanti. Sebuah benjolan sebesar telur ayam menempel di kepala belakang Susanti. “Sejak lahir kepalanya sudah ada benjolan,” kata Sumanto dengan logat Melayu. Beberapa hari berikutnya dengan hati yang kalut Sumanto mencoba memeriksakan Susanti ke Rumah Sakit Umum Abdul Azis, Singkawang. Berhubung di rumah sakit ini tidak memiliki peralatan yang komplet, maka seorang dokter menyarankan Sumanto agar membawa Susanti ke Pontianak untuk menjalani CT Scan. Namun, kondisi keuangan yang tidak memadai membuat ia berpikir ulang untuk membawa putrinya ke Pontianak. Sebagai Petani Kopra Sumanto sendiri bekerja pada seorang pengusaha perkebunan yang mempercayakan 2000 batang kelapanya untuk diolah oleh Sumanto. Namun, harga kopra yang murah dan hanya dipanen 2 bulan sekali membuat pendapatan Sumanto menjadi kembang kempis. “Beruntung kalau 2 bulan ada hasilnya. Terkadang hasilnya sedikit sebab setiap hari bunganya disadap untuk membuat gula,” jelasnya.
Ket : - Sejak lahir, Susanti memang sudah tidak menyusu kepada ibunya. Karenanya ia pun mudah dibawa ke Jakarta tanpa didampingi sang ibu. (kiri)
Kehadiran usaha gula kelapa yang bahan bakunya berasal dari tuak kelapa juga membuat produksi buah kelapa menjadi menurun. Imbasnya petani kopra semakin terjepit oleh keadaan. Pendapatannya yang tak seberapa dari hasil bertani kopra membuat Sumanto harus berpikir keras untuk mencari bantuan pengobatan bagi putri bungsunya. Di tengah kegundahannya itu, tiba-tiba seorang dokter menyarankan kepada Sumanto agar ia mengajukan permohonan bantuan ke Yayasan Buddha Tzu Chi perwakilan Singkawang. Berbekal informasi ini, Sumanto segera mendatangi kantor Tzu Chi dan bertemu dengan salah satu relawan Tzu Chi di sana. Dengan penuh harap Sumanto menceritakan keadaan putrinya yang memiliki benjolan di kepala belakangnya, rumah tangganya, dan pendapatannya yang tak seberapa dari bertani kopra. Permohonan yang Disetujui Hasil CT Scan menjelaskan bahwa ada pembesaran dan lubang di tengkorak kepala bagian belakang Susanti. Hasil CT Scan itu juga menyimpulkan bahwa Susanti harus menjalani operasi di Rumah Sakit Rujukan RSCM Jakarta. Mengetahui hal itu, relawan Tzu Chi segera mengantar Sumanto dan Susanti berobat ke Jakarta.
Ket : - Susanti memang bayi yang tidak mudah menangis. Sejak lahir ia telah memiliki sifat bawaan yang tenang. (kiri). Mereka tiba di Jakarta pada tanggal 30 Januari 2010. Di sana, Sumanto dan Susanti langsung mendapat pendampingan dari relawan Tzu Chi, di antaranya dari Neneng, Sofia, dan Hok Chun. Menurut Hok Chun, saat pertama kalinya Susanti tiba di Jakarta tubuhnya terlihat sangat kurus dan lemah. “Pertama datang terlihat kurus, tetapi anaknya tidak rewel,” ungkap Hok Chun. Berhubung kondisinya perlu penanganan segera maka setelah menjalani serangkaian pemeriksaan. Akhirnya pada Kamis, 18 Februari 2010, Susanti berhasil dioperasi. Sebuah operasi yang membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam. Sekarang, setelah seminggu dioperasi, kondisi Susanti terlihat lebih baik. kepalanya sudah nampak normal dan tubuhnya pun nampak lebih gemuk dari semula. Menurut Sumanto, proses pengobatan di Jakarta berjalan dengan sangat cepat karena Tzu Chi telah memberikan perhatian dan prioritas kepada putrinya. “Kondisinya perlu segera ditangani, maka harus menggunakan jalur umum agar cepat dioperasi,” jelas Neneng Sofia. Kini, setelah Susanti terlihat lebih baik, berbagai harapan pun tumbuh dibenak Sumanto. Ia berharap kelak Susanti bisa menjalani kehidupan dengan normal, bersekolah, dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari dirinya. “Mudah-mudahan ia bisa bersekolah dan dapat pekerjaan di kota, tidak seperti saya yang hanya petani kopra,” katanya penuh harap. Sumanto juga merasa cinta kasih yang dicurahkan oleh relawan Tzu Chi kepadanya telah menyentuh perasaannya yang terdalam. Ia bahkan akan terus mengingat kebaikan ini dan akan menceritakannya sebagai sebuah kisah kepada Susanti bila ia besar nanti. “Akan saya ceritakan nanti kisahnya dia sakit, sampai mendapat bantuan dan sembuh,” ujar Sumanto dalam logat Melayu. | |||