Kelas Budaya Humanis
Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto Pembelajaran kata perenungan kepada murid ini tidak hanya dengan teori belajar di kelas saja tetapi juga praktik dilapangan. |
| ||
Master Cheng Yen sering mengulas tentang hati seorang guru dan hati seorang ibu. Kita harus menggunakan hati Bodhisatwa untuk mendidik anak sendiri dan menggunakan hati seorang ibu untuk mendidik para murid. Jika kita selalu memberikan paksaan dan hanya memikirkan kebaikan anak sendiri, maka hati kita akan selalu terikat oleh mereka sehingga dipenuhi banyak noda batin. Kita harus menggunakan kebijaksanaan Bodhisatwa dan membiarkan anak kita dididik oleh gurunya. Kemudian, kita harus mencurahkan perhatian kepada para siswa agar mereka bisa merasakan kehangatan keluarga. Inilah yang disebut menggunakan welas asih dan kebijaksanaan dalam pendidikan. Dengan welas asih seorang ibu dan kebijaksanaan seorang guru, kita bahkan dapat mendidik murid yang paling bermasalah menjadi baik. Jika kita bisa memiliki kebijaksanaan seorang guru, welas asih bagai seorang ibu, serta menggunakan welas asih dan kebijaksanaan ini dalam mengajar, maka para murid akan memperoleh manfaat. Pada tanggal 23 Februari 2012, Sekolah Cinta kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat, mengadakan kegiatan pembelajaran kata perenungan dan gerakan isyarat tangan. Kegiatan ini merupakan bagian dari pembelajaran budaya humanis yang terdiri dari kata perenungan, isyarat tangan, dan merangkai bunga. Kegiatan ini diikuti oleh 13 kelas (7 kelas untuk isyarat tangan, 6 kelas untuk kelas kata perenungan). Selama 30 menit lamanya, para murid dengan tenang menyimak setiap pengetahuan yang dapat mereka serap ke dalam hati. “Bila di Taiwan untuk pendidikan humanis terdapat 5 hal yang harus diperhatikan, yakni memiliki tema, cerita, praktik nyata, pembelajaran kata perenungan dan sharing mengenai diri murid. Hal itu juga ingin kita terapkan di sini,” ujar Kang Wen Li, relawan Tzu Chi yang membantu mengajar menulis kaligrafi kepada para murid Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Kang Wen Li menerangkan jika pada awalnya berdiri Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi para murid-muridnya belum dapat mendalami budaya humanis dengan baik, terbukti ketika sehabis beraktivitas mereka masih kurang dalam menjaga kebersihan lingkungan dan fasilitas sekolah. Tetapi setelah mendalami kelas budaya humanis mereka kini lebih dapat menjaga lingkungan dan tahu bagaimana menyayangi alam. “Kita ingin agar mereka tidak hanya melakukan pembersihan pada diri sendiri, tetapi juga pada lingkungan sekitar rumah dan sekolah mereka,” terang Kang Wen Li.
Keterangan :
Pembelajaran kelas budi pekerti sendiri dilakukan sebanyak dua kali dalam satu bulan. Pada minggu pertama, para murid diajarkan filosofi dari kata perenungan. Selain merenungkan juga diajak untuk mendalami setiap kata perenungan dalam hati dan dalam kehidupan sehari-hari. Dan pada minggu ke dua para murid belajar untuk berani memberikan sharing mengenai apa saja yang telah mereka kerjakan dan alami dalam kehidupan mereka sehari-hari serta hal baik apa saja yang telah mereka lakukan. Pembelajaran ini di nilai cukup efektif, mengingat kini para murid lebih dapat menyayangi lingkungan dan benda yang ada di sekitarnya. Ini terbukti dengan hampir separuh jumlah kelas melakukan perbuatan baik. Misalnya Wahyudi (14), murid kelas 4 C Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Pada umur 10 Tahun, kedua orang tuanya meninggal dunia. Kini Wahyudi tinggal bersama ketiga kakaknya di Rusun Cinta Kasih. Wahyudi yang melihat seorang temannya membuang sampah sembarang, menegurnya dan memberikan contoh untuk membuang sampah pada tempatnya. “ Di sekolah diajar untuk tidak buang sampah sembarangan,” ujar Wahyudi. Selain kata perenungan para murid juga diajarkan pembelajaran isyarat tangan. “Kegiatan hari ini diikuti oleh 7 kelas , yang mana dimulai dari pukul 09.00 hingga lebih kurang pukul 14.30,” ujar Chuliana Tiolani, relawan Tzu Chi yang aktif mengajarkan bahasa isyarat tangan setiap hari selasa dan kamis. Pembelajaran bahasa isyarat tangan juga merupakan bagian dari budaya humanis untuk mendalami Dharma Master Cheng Yen lebih dalam. Seperti ucapan Master Cheng Yen dalam 108 Kata perenungan, ”Tanamkan rasa syukur pada anak-anak sejak kecil, setelah dewasa ia akan tahu bersumbangsih bagi masyarakat.” | |||
Artikel Terkait
Genggam Kesempatan untuk Terus Bersumbangsih
02 Juni 2023Sosialisasi Relawan Baru yang digelar Tzu Chi Medan kali ini sedikit lain dari biasanya. Yang mana, 11 calon relawannya kebanyakan berasal dari kota Stabat dan Tanjung Pura yang berjarak sekitar 60 km dari Kota Medan.
Perjamuan Yang Dipenuhi Keharuman Teh, Bunga, dan Batin
03 Mei 2019Para istri komisaris kehormatan Tzu Chi mengikuti perkenalan budaya teh Jing Si dan kaligrafi Chinese serta yang diiringi permainan kecapi, Jumat, 26 April 2019.