Kelas Budi Pekerti, Menjalin Kedekatan Keluarga

Jurnalis : Shelfi (He Qi Utara 1) , Fotografer : Vionita Gunawan (He Qi Utara 1)

Wong Chuin leen sedang menjelaskan sejarah asal mula festival Dongzhi. Ia juga mengajak para siswa berdiskusi tanya jawab yang berlangsung dengan seru dan menyenangkan.

Kelas Budi Pekerti di He Qi Utara 1 turut merayakan festival Dongzhi 14 Januari 2024 lalu. Dengan dihadiri oleh 33 murid Qing Zi Ban, 26 murid Tzu Shao Ban, juga 40 relawan, acara hari itu sungguh menjadi meraih karena mereka pun diajak langsung untuk membuat tang yuan atau ronde.

Mengawali perjumpaan di hari itu, Wong Chuin Leen laoshi, seorang guru di Tzu Chi School yang hari itu menjadi MC menjelaskan tentang asal muasal festival Dongzhi. “Jadi festival Dongzhi ini bermula pada masa Dinasti Han (206 sebelum Masehi). Kala itu masyarakat memperingatinya sebagai festival musim dingin dimana seluruh pemerintahan diharuskan libur dengan tujuan agar mereka dapat pulang ke kampung halamannya untuk berkumpul keluarganya, berdoa kepada Tuhan, juga sembahyang kepada leluhur yang telah meninggal dunia,” jelas Wong Chuin Leen.

Kompak dan gembira, orang tua dan anak dapat membuat ronde bersama. Vincent Tandiary, papa Mathieu mengaku sangat bahagia dan senang karena seharian bisa bersama buah hati tercinta.

“Pada Perayaan Dongzhi tersebut, setiap keluarga akan berkumpul dan makan ronde, yaitu kue bola ketan yang berisi kacang atau tanpa isi. Ronde yang berbentuk bulat ini melambangkan kesempurnaan, kebersamaan, dan rezeki untuk keluarga di rumah. Dari festival ini, anak dan orang tua diharapkkan bukan hanya dapat selalu berkumpul bersama tetapi dapat mewariskan sejarah dan tradisi ini sampai ke anak cucu mereka nanti," papar Wong Chuin Leen.

Setelah mengerti maknanya, para siswa kelas budi pekerti bersama orang tua mereka semakin antusias membuat ronde mereka masing-masing.

Ronde-ronde yang sudah dipulung kemudian direbus dan disajikan dengan hangatnya kuah gula merah jahe.

Orang tua menguleni adonan tepung ketan dan anak-anak membantu menuangkan air. Lalu adonan yang sudah kalis dipulung dan dibuat bundar-bundar kemudian diberi isian kacang tumbuk yang sudah diberi gula sesuai takaran yang disediakan. Setelah dimasak dan matang, ronde bisa disajikan dengan kuah gula merah jahe hangat.

“Setelah mendengarkan makna festival Dongzhi, sesibuk apapun kita dengan hal-hal didunia ini harus inget kumpul bersama, dan ketika anak beranjak dewasa, mulai besar dapat mencari uang harus bisa mengunjungi orang tuanya kembali,” kata Vincent Tandiary, orang tua dari Mathieu Ansel Tandiary. “Menurut saya ini adalah pelajaran yang ingin saya turunkan juga ke anak saya supaya tidak melupakan orang tua. Dimana saat ini orang sibuk dengan dunia digital, sibuk dengan hp masing-masing, sulit untuk meluangkan waktu bersama keluarga tanpa terdistraksi oleh apa pun, di jaman sekarang hal ini sudah jarang terjadi,” tambahnya.

Tim Daai mama membantu merebus ronde yang sudah selesai dibentuk, setelah direbus, disajikan dengan kuah gula merah dan jahe.

Selain Vincent, istrinya Meliza Yonata juga mengungkapkan rasa gembira dan bahagia bisa melakukan kegiatan aktifitas bersama sang anak, “kami sangat senang bisa menghabiskan waktu, bisa punya quality time bersama Mathieu. Senang sekali rasanya.”

Editor: Metta Wulandari

Artikel Terkait

Mendidik Anak-anak Kelas Budi Pekerti dengan Penuh Kasih

Mendidik Anak-anak Kelas Budi Pekerti dengan Penuh Kasih

05 April 2017

Kegiatan Er Tong Ban Camp digelar setiap tahun. Tahun ini kamp digelar di awal tahun supaya anak-anak kelas budi pekerti dapat mengenal teman-temannya lebih dalam lagi.

Wujud Bakti Kepada Orang Tua

Wujud Bakti Kepada Orang Tua

12 April 2017

Yayasan Buddha Tzu Chi Kantor Penghubung Tanjung Balai Karimun mengadakan kegiatan Kelas Budi Pekerti dengan tema I Love My Family pada Minggu, 9 April 2017 yang diikuti oleh 43 anak-anak, 32 orang relawan dan para orang tua.

Belajar Toleransi Beragama Sedari Dini

Belajar Toleransi Beragama Sedari Dini

18 April 2023

Kelas Budi Pekerti kali ini mengajarkan para siswa tentang cara membuat ketupat sekaligus makna toleransi antar umat beragama dan saling menghormati seperti makna yang terkandung dari filosofi ketupat.

Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -