Keluarga-Keluarga Bahagia di Tzu Chi
Jurnalis : Felicite Angela Maria (He Qi Timur), Triana Putri (He Qi Utara 2), Fotografer : Arimami , Bobby (Tzu Chi Batam), James Yip (He Qi Barat 2), Suyanti Samad (He Qi Timur)Wie Sioeng dan Vivi Tjiptadihardja menceritakan jalinan jodoh keluarga mereka dengan Tzu Chi hingga perubahan-perubahan yang mereka rasakan dalam diri maupun keluarga.
Pemberkahan Akhir Tahun Tzu Chi 2019 yang diadakan pada tanggal 12 Januari 2020 di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara diisi dengan sharing dari keluarga relawan yang telah berbahagia karena mengikuti jejak langkah master di Jalan Tzu Chi. Salah satu keluarga yang sharing adalah Wie Sioeng dan Vivi Tjiptadihardja.
Bermula sekitar awal tahun 2008 ketika kedua putri Wie Sioeng dan Vivi Tjiptadihardja, masuk menjadi siswi kelas budi pekerti Tzu Chi, saat itu pula pasangan suami istri ini mulai mengenal Tzu Chi. Dari sana pula Vivi mulai tertarik dengan Tzu Chi. Ia mengetahui dan melihat sendiri apa saja ragam ragam kegiatan misi kemanusiaan Tzu Chi saat mendampingi anak-anaknya di kelas budi pekerti. Menurutnya, semua kegiatan Tzu Chi membawa manfaat. Ia akhirnya bergabung menjadi relawan.
Wie Sioeng dan Vivi, relawan misi amal dari Tzu Chi Jakarta menjelaskan poin-poin dalam form pengajuan pasien kasus kepada relawan Tzu Chi pada gathering misi amal di Batam.
Sedangkan Wie Sioeng yang awalnya hanya sekadar ikut-ikutan karena rutinitas mengantar jemput kedua anak dan istrinya, secara tidak langsung mempunyai rasa kertarikan. Semakin lama ia semakin ingin mengenal dan mendalami kegiatan Tzu Chi. Akhirnya, Wie Sioeng pun memantapkan hati ikut bergabung bersama istrinya sebagai relawan Tzu Chi.
Wie Sioeng dan Vivi semakin kompak melibatkan diri dalam berbagai kegiatan misi kemanusiaan Tzu Chi bersama-sama. Mulai dari survei kasus, pemberian bantuan bagi pasien, juga memberikan pendampingan kepada keluarga penerima bantuan.
Pasangan suami istri ini pun semakin memberanikan diri, memantapkan hati tetap setia selama 12 tahun hingga hari ini untuk mengemban tugas serta tanggung jawab kerelawaan. Mereka kini merupakan fungsional dan penanggung jawab harian, serta penggerak misi amal Tzu Chi di berbagai komunitas relawan, komunitas relawan He Qi Timur, Kelapa Gading, khususnya.
Wie Sioeng menuturkan bahwa mereka berdua juga menerapkan apa yang diajarkan oleh Master Cheng Yen di dalam keluarga besar. Khususnya juga mengajak dan mengajarkannya kepada kedua putri mereka untuk ikut turut belajar saling berempati, berbagi, dan mengasihi di antara sesama saudara. Mereka juga mengajak anak-anak untuk aktif ikut berbagai kegiatan kerelawanan di komunitas tempat tinggal mereka, Kelapa Gading
Wie Sioeng (depan, kanan) bersama rombongan relawan lainnya menuju rumah penerima bantuan untuk melakukan kunjungan kasih. Dalam kondisi apapuun, semangat relawan Tzu Chi untuk mengunjungi rumah para penerima bantuan tidak pernah surut.
Hingga hari ini Wie Sioeng sekeluarga merasa sangat bersyukur dan bangga karena melihat perkembangan kedua putri mereka. Sejak aktif sebagai siswi kelas budi pekerti dan ikut berbagai kegiatan kerelawanan Tzu Chi, anak-anak mereka menjadi lebih mandiri, bertanggung jawab, hemat, juga mampu menghargai barang, dan semakin berbakti kepada kedua orang tua. “Mereka bisa berpikir sendiri, bagaimana sebenarnya mereka menjalani kehidupan,” kata Wie Sioeng.
Kini Wie Sioeng dan Vivi bertekad untuk menjadi teladan bagi anak-anak mereka sehingga otomatis harus memberi contoh baik kepada anak-anaknya, “Karena anak-anak sudah menjalankan apa yang kami ajarkan ke mereka, tetapi kenapa kita sendiri tidak ikut menerapkan hal yang sama.”
Pandangan Wie Sioeng sebagai keluarga bahagia di Tzu Chi pastinya sudah mengalami banyak perubahan yang baik. Selama mengikuti kegiatan Tzu Chi, yang tadi sifatnya temperamen bisa berubah menjadi lebih sabar. Yang awalnya sangat boros bisa menjadi lebih hemat. Yang paling utama sebenarnya bagaimana bisa berbagi kepada orang lain, beramal dan belajar berbagi, mengatasi, menyadari, mengetahui keadaan keluarga sendiri. Wie Sioeng menekankan, “Bagaimana kita dengan bijaksana, sebagai orang tua, sebagai kepala keluarga mampu membawa keluarga ini menuju arah yang lebih baik.”
Wie Sioeng dan Vivi Tjiptadihardja bersama anak keduanya, Michelle mengikuti kegiatan Tzu Chi bersama.
Merupakan satu kebahagiaan istimewa bagi Wie Sioeng sekeluarga, semenjak mereka sekeluarga kompak dan aktif bergabung sebagai satu keluarga insan Tzu Chi, ia merasa semakin harmonis. Satu keluarga mampu saling memahami dan membimbing, juga mampu belajar mengikuti serta meneladani ajaran Master Cheng Yen.
Walaupun normalnya dalam keluarga ada timbul masalah, tetapi setidaknya Wie Sioeng sekeluarga belajar dari ajaran Master Cheng Yen, bahwa sebelum kita membantu orang lain, lebih baik menyelesaikan masalah yang timbul dalam keluarga terlebih dulu.
Wie Sioeng berharap agar semua keluarga lain pun bisa saling bersatu hati, menjalani ajaran Master Cheng Yen, membantu orang lain, sambil juga terus melatih diri sendiri.
Berbuat Baik Membawa Kedamaian
Satu keluarga lainnya yang berbagi kisah kali itu
adalah pasangan relawan Yuliati dan Oei John yang telah dilantik menjadi komite
tahun 2017.
Selain Wie Sioeng dan Vivi Tjiptadihardja, ada juga Yuliati dan Oei John yang membagikan kisah keluarga bahagia versi mereka pada Pemberkahan Akhir Tahun Tzu Chi 2019.
Menonton DAAI TV dan mendengar ada yayasan sosial bernama Tzu Chi di tahun 2012, Yuliati dan Oei John sempat berkeinginan untuk bergabung menjadi relawan ketika anak-anak mereka sudah besar dan waktu luang mereka sudah banyak. Ternyata jodoh dengan Tzu Chi begitu dekat karena di tahun 2013, saat bencana banjir melanda Jakarta, mereka ikut menjadi relawan dan langsung turut membagian makanan hangat bagi korban banjir.
Sejak saat itu Yuliati dan Oei John semakin sering mengikuti kegiatan-kegiatan Tzu Chi walaupun terkadang mendapatkan protes dari anak-anak mereka karena pada awalnya waktu mereka seakan tersita oleh Tzu Chi. Secara perlahan, Yuliati berusaha untuk membawa serta anak-anak meraka untuk berkegiatan Tzu Chi. Baginya, kegiatan Tzu Chi telah memberikan perasaan yang damai ke dalam hati mereka.
Yuliati dan Oei John (berseragam Tzu Chi) bekerja sama dengan warga membuat hiasan untuk persiapann perayaan Hari Raya Idul Fitri.
Bergabung menjadi barisan relawan nyatanya membawa perubahan bagi Yuliati. Semula, ia selalu marah dan mudah emosi kepada anaknya hanya karena hal-hal sepelel. Tapi kini ia mampu mengolah emosinya menjadi pribadi yang sabar terhadap anaknya sendiri.
“Saya sangat sakit hati karena teringat kenapa saya tega memarahi anak sendiri. Anak yang telah saya lahirkan. Dari perkataan anak saya itu, saya bertekad untuk memperlakukan anak saya dengan lebih baik lagi,” ungkap Yuliati setelah mendapat teguran dari sang anak bahwa ibunya selalu baik kepada anak orang lain dibandingkan dengan anaknya sendiri.
Saat ini apabila hendak marah kepada anak-anaknya, Yuliati selalu teringat akan sentilan sang anak kepadanya. Ia pun meminta maaf kepada anak-anaknya. Sekarang ia berprinsip apabila ia bisa berbuat baik kepada anak lain, makan terhadap anak sendiri pun harus lebih baik.
Yuliati saat ikut dalam pelatihan relawan abu putih di Aula Blok C Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng. Ia mencoba memberikan motivasi kepada para relawan yang hadir untuk tetap bersemangat ikut kegiatan Tzu Chi.
Dalam lingkungan keluarga sikap Yuliati pun mulai berubah ke arah pribadi yang lebih baik. Ia dapat membagi waktu dengan baik antara kegiatan Tzu Chi dengan waktu berkumpul keluarga. Dan Oei John menganggap perubahan istrinya ke arah yang lebih baik telah membawa kebahagiaan ke dalam keluarga. “Positif lah karena sama-sama bisa berubah. Suasana rumah menjadi sangat damai dan bahagia,” ungkap Oei John.
Melalui perjalanan di Tzu Chi pula, Yuliati tersadar akan ketidakkekalan dalam kehidupan. Pada tahun 2019 ada tiga kejadian yang membuatnya semakin yakin dengan Tzu Chi. Kejadian pertama adalah kejadian yang terjadi pada sahabatnya yang telah kehilangan anak remaja, sementara tak lama waktu berselang sahabat lainnya kehilangan suami, dan Yuliati sendiri kehilangan sang mama.
“Anak sahabat saya itu tidak tahu sakit apa tetapi tiba-tiba saja meniggal di usia 16 tahun dan sahabat saya yang lain menjadi tulang punggung keluarga karena ditinggal suami,” ungkap Yuliati.
Oei John menemani Zhang Lao Shi (baju hitam), relawan dari Tiongkok saat mengajarkan bahasa Mandarin lagu Zhao Peng You kepada anak-anak panti Rumah Belajar Anak Langit, Tangerang.
Dari peristiwa itu, Yuliati sadar bahwa berbuat kebaikan tidak boleh ditunda. Jangan sampai menuggu usia tua dan jangan menunggu anak-anak menjadi besar. “Saya selalu teringat akan kata perenungan Master Cheng Yen, Ada dua hal yang tidak dapat ditunda yaitu berbakti terhadap orang tua dan berbuat kebaikan. Maka kita jangan tunda-tunda untuk berbuat baik,” tukasnya.
Yuliati meyakini bahwa berbuat baik dan bekerja tanpa pamrih akan membawa kebahagiaan baik untuk diri sendiri maupun keluarga serta lingkungan. Hal ini telah terbukti di dalam keluarganya karena anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang baik secara emosi dan perilaku.
Editor: Metta Wulandari
Artikel Terkait
PAT 2019: Tzu Chi Pekanbaru Menyelami Sutra Makna Tanpa Batas
29 Januari 2020Tahun ini untuk pertama kalinya Tzu Chi Pekanbaru mengadakan dua sesi pemberkahan, yaitu sesi relawan dan sesi umum. Pada sesi relawan, ada 125 relawan bersungguh hati menyelami Sutra Makna Tanpa Batas.
Menggenggam Jalinan Jodoh dengan Para Penerima Bantuan
16 Desember 2019Relawan Tzu Chi Tebing Tinggi mengadakan kegiatan Pemberkahan Akhir Tahun 2019 bagi penerima bantuan Tzu Chi Minggu, 8 Desember 2019. Kegiatan dihadiri sekitar 30 orang penerima bantuan beserta keluarga yang mendampinginya.
Keluarga-Keluarga Bahagia di Tzu Chi
15 Januari 2020Sharing pengalaman dan kesan mendalam yang dirasakan beberapa pasangan relawan di acara Pemberkahan Akhir Tahun Tzu Chi 2019. Semenjak bergabung menjadi satu keluarga dalam Tzu Chi, mereka mengalami banyak perubahan yang baik dan mendalam.