Kemanusiaan adalah Keutamaan
Jurnalis : Willy, Fotografer : WillyPerwakilan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Hong Tjhin memperkenalkan filosofi yang dianut Tzu Chi dalam penyaluran bantuan yaitu bersyukur, menghargai, dan cinta kasih dalam Workshop on Humanitarian Principles and Code of Conduct yang digelar pada 2 dan 3 September 2015 di Hotel Salak Heritage, Bogor, Jawa Barat.
Sembilan meja bundar berjejer rapi membentuk barisan tiga kali tiga. Tak banyak orang dalam ruangan itu. Hanya ada sekitar 45 orang perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari dalam maupun luar negeri yang bergerak di bidang kemanusiaan. Tiga orang pembicara duduk rapi di balik meja ditemani seorang moderator yang duduk di sisi kiri.
Begitulah suasana Ruang Pertemuan Padjajaran di Hotel Salak Heritage, Bogor, Jawa Barat dalam Workshop on Humanitarian Principles and Code of Conduct pada Kamis, 3 September 2015. Dalam workshop yang telah dimulai pada 2 September 2015 ini Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia diberi kesempatan mengenalkan filosofi serta sejarahnya bersama dua LSM lain yakni Dompet Dhuafa dan YAKKUM. Selain itu, kegiatan yang diinisiasi oleh Humanitarian Forum Indonesia (HFI) bersama International Committee of Red Cross (ICRC) dan International Council of Voluntary Agencies (ICVA) ini juga menyajikan diskusi kelompok serta berbagai pemateri mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan penanganan bencana.
Menurut Surya Rahman Muhammad, Direktur Eksekutif HFI, workshop ini ditujukan untuk mengenalkan prinsip-prinsip kemanusiaan (humanitarian principles) maupun rambu-rambu perilaku dalam penyaluran bantuan (code of conduct) kepada LSM-LSM yang bergerak di bidang kemanusiaan. “Kita ingin mencoba melihat perspektif lain dari teman-teman agama (LSM berpilar agama –red) karena sebenarnya nilai-nilai yang dianut oleh teman-teman agama selaras dengan code of conduct atau humanitarian principles,” ujar Surya.
Lebih lanjut, Surya menjelaskan bahwa sebagian besar LSM berbasis keagamaan (Faith Based Organizations – FBOs) telah menjalankan prinsip kemanusiaan sebagaimana tertuang dalam humanitarian principles maupun dalam code of conduct. “Mungkin hanya menggunakan nomenklatur atau istilah yang berbeda,” pungkas pria yang telah menjabat sebagai Direktur Eksekutif HFI sejak tahun 2014 itu.
Senada dengan itu, Hong Tjhin, perwakilan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dalam pemaparannya menjelaskan nilai-nilai kemanusiaan yang dianut oleh Tzu Chi dalam penyaluran bantuan yaitu rasa syukur, menghargai, dan cinta kasih. Hal ini ditunjukkan oleh para relawan Tzu Chi dalam sikap-sikap saat menyalurkan bantuan seperti berterima kasih kepada penerima bantuan karena telah diberikan kesempatan untuk berbuat kebajikan.
Surya Rahman Muhammad, Direktur Eksekutif HFI berharap kegiatan ini dapat menjadi wadah bagi LSM berbasis keagamaan untuk mengenal prinsip kemanusiaan dan rambu-rambu berperilaku dalam penyaluran bantuan.
Romo Adrianus Suyadi, SJ dari Karina (Caritas Indonesia) menuturkan bahwa semangat kemanusiaan telah menjadi perekat dari LSM-LSM yang berbeda latar belakang.
“Filosofi kita adalah mengatasi batasan agama, culture, race, ethnic dan nation. Dan juga, kita bukan hanya membantu, helping the poor, tapi sebenarnya dalam proses kita educating the rich. Itu siapa? Ya kita yang memberikan. Makanya salah satu prinsip kita harus memberikannya secara langsung. Kita yang donatur itu harus memberikan, juga harus berterima kasih atas kesempatan bisa membantu orang,” terang Hong Tjhin.
“Prinsip-prinsip ini bisa diadopsi oleh teman internasional secara umum. Sehingga harapannya, seperti yang diutarakan oleh CEO DAAI TV (Hong Tjhin –red), menolong menjadi sebuah privilege (hak istimewa yang dimiliki seseorang –red),” tambah Surya.
Kita itu Sama
Saat ditemui langsung, Hong Tjhin mengaku bahwa sepuluh code of conduct itu sangat sesuai dengan apa yang telah dijalankan oleh Tzu Chi selama ini dan akan tetap dipegang oleh Tzu Chi.
“Jadi bagi kita (workshop) ini adalah suatu penyemangat bahwa ternyata nilai-nilai universal ini juga di-share oleh teman-teman kita, NGO (Non-Governmental Organization –red) lain,” tambah Hong Tjhin.
Lebih lanjut, Hong Tjhin mengaku bahwa kegiatan ini juga menjadi wadah untuk mempererat kerja sama di antara LSM di bidang kemanusiaan. “Melalui kegiatan ini kita bisa saling mengenal. Ini merupakan jalur yang baik untuk menjalin kerja sama. Koordinasi antar-NGO ini perlu ditingkatkan. Nah, melalui acara seperti ini, koordinasi dan trust level antar-NGO bisa ditingkatkan,” pungkasnya.
Senada dengan itu, Romo Adrianus Suyadi, SJ dari Karina (Caritas Indonesia) menuturkan bahwa semangat untuk membantu kemanusiaan telah menghapus sekat-sekat di antara organisasi-organisasi berbasis keagamaan. “Saya sangat senang di mana kita semua lembaga-lembaga kemanusiaan yang berbasis agama berkumpul dan membagikan pengalaman spiritualitas mereka masing-masing. Kita menemukan bahwa kita tidak ada perbedaan dalam hal kemanusiaan,” ujar Romo Adrianus yang telah bergabung dengan Karina sejak 2012 itu.
Menambahi hal itu, Hong Tjhin menuturkan, “Saya melihat sebetulnya lebih banyak kesamaan di antara kita dari pada perbedaan. Perbedaan pasti ada tapi kalau kita fokus pada persamaannya kita akan lebih mudah bekerja sama, dan juga menghindari konflik saat turun ke lapangan memberikan bantuan.”
James Munn, PhD., Regional Representative ICVA di Asia juga berharap kegiatan ini tidak hanya berhenti dalam diskusi melainkan menjadi langkah menuju terjalinnya kerja sama antar LSM. “Diskusi selama dua hari ini sangat menarik serta memperlihatkan tantangan yang tengah kita hadapi. Ke depannya, kita ingin membuat sebuah kemitraan antara beragam LSM baik tingkat global maupun lokal untuk bekerja bersama,” ujar James Munn.
James Munn, PhD., Regional Representative ICVA di Asia berkeinginan untuk menjalin kemitraan dengan LSM-LSM untuk memberikan bantuan yang lebih prima kepada yang membutuhkan.
Andrew Bartles, Regional Advisor untuk Asia Pasifik dari ICCR mengapresiasi keberagaman serta filosofi yang dianut Tzu Chi dalam penyaluran bantuan.
Bisa Memberi itu Adalah Berkah
Topik yang menjadi fokus pada workshop hari itu menarik perhatian para peserta. Melalui pemaparannya, Hong Tjhin menjelaskan prinsip yang dianut oleh insan Tzu Chi dalam pemberian bantuan yaitu bahwa sebenarnya pemberi bantuan harus berterima kasih kepada penerima bantuan karena diberi kesempatan berbuat kebajikan.
“Konsep berterima kasih ini, terutama menggarisbawahi kerja kemanusiaan sebagai sebuah berkah. Bahkan, relawan Tzu Chi sungguh-sungguh berterima kasih kepada penerima bantuan., Ini sangat luar biasa. Inilah yang disebut menghargai penerima bantuan dan memartabatkan manusia,” ujar Andrew Bartles, Regional Advisor untuk Asia Pasifik dari ICCR.
Menambahi hal itu, Andrew juga mengapresiasi keberagaman latar belakang yang dimiliki oleh para relawan di Tzu Chi. “Berbagai orang dengan beragam latar belakang menjadi bagian dari Tzu Chi. Dan itu sangat menunjukkan keberagaman dalam organisasi tersebut,” tambah Andrew.
Senada dengan itu, Romo Suryadi menuturkan, “Tzu Chi menawarkan suatu pendekatan baru. Misalnya mendistribusikan bantuan. Bahwa pemberi bantuan yang harus berterima kasih karena diberi kesempatan untuk memberikan bantuan.”