Kembali ke Banaran Pascaoperasi

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto


Suminem, nenek Aji mencium pipi Ajik dengan haru. Sudah dua bulan ini Ajik menjalani pengobatan di Jakarta. Terlebih operasi Ajik berjalan dengan lancar.

“Ajik….! Ajik….!” Suara teriakan anak-anak usia taman kanan-kanak itu menyambut kedatangan Ajik Saputra. Kebanyakan adalah kawan-kawan Ajik di TK Dharma Mulia, Dusun Banaran, Desa Wates, Kecamatan, Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Teman-teman Ajik mengenakan pakaian tradisional Jawa (beskap dan kebaya). Ya, kebetulan kedatangan Ajik, Sabtu, 9 Desember 2017 itu bertepatan dengan peresmian SD Dharma Mulia yang baru selesai dibangun. Teman-teman Ajik pun akan menjadi salah satu tim yang memeriahkan acara. Jika tidak sedang menjalani pengobatan, mungkin saja Ajik akan menjadi salah satu di antara mereka. Sambil tersenyum, Sunyoto dan Kartinah, ibu dan bapak Ajik menyapa kerumunan anak-anak.

Ajik sendiri  tak bereaksi apa pun. Perjalanan satu jam dari Jakarta ke Solo via pesawat terbang dan dilanjut tiga jam perjalanan menuju desanya membuat bocah berusia 3,5 tahun ini kelelahan. Terlebih ia baru saja menjalani operasi besar dua bulan lalu di Jakarta. Ajik menjalani operasi pelurusan alat kelamin di RS Evasari Jakarta Pusat atas bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan Dana Everyday.

Kelainan sejak lahir membuat Ajik harus buang kecil layaknya perempuan. Istilah medisnya hipospadia, di mana penderitanya biasanya lubang kencingnya terletak di bagian bawah penis bagian batang, leher, perbatasan antara penis dan buah zakar. Operasi tahap pertama adalah meluruskan penisnya, dan tahap kedua membuat saluran baru di kepala penisnya. Operasi pertama berjalan lancar di bulan Oktober 2017 lalu, dan enam bulan kemudian (sekitar bulan Maret 2018) Ajik rencananya akan kembali ke Jakarta untuk menjalani operasi kedua.

Sapaan Haru Keluarga


Sunyoto dan Kartinah setibanya di Bandara Adisoemarmo, Solo, Jawa Tengah. Dari sini butuh waktu 3-4 jam untuk sampai ke Desa Banaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.


Kedatangan Ajik berbarengan dengan peresmian SD Dharma Mulia yang baru selesai dibangun. Teman-teman Ajik pun akan menjadi salah satu tim yang memeriahkan acara.

Suminem segera memeluk dan menciumi cucu keempatnya ini. Sesekali wajahnya memerah dan sesenggukan menahan tangis. Tanpa kata-kata, ia dekap dan gendong erat cucunya yang sudah dua bulan ini menjalani pengobatan di Jakarta. Sehabis Suminem, beberapa kerabat dan  tetangga juga meluapkan kasih sayang mereka kepada Ajik. Hampir semua tanpa suara, namun raut wajah dan pelukan mereka menjadi penanda betapa mereka semua menyayangi Ajik dan turut merasa bahagia dengan keberhasilan operasi pertama Ajik ini.  

Dari jauh, setengah berlari Samsiyati menyeruak ke dalam rumah. Sambil menggendong putri ketiganya, mulutnya terus berguman, “Ajik…, Ajik…!” Wajahnya merah, air matanya menetes. Begitu bertemu, langsung dipeluk dan digendong keponakannya ini. Diciumi, dipeluk, dan digendong. Tangan kanan memegang putrinya Sintiya, sementara tangan kirinya kukuh menggendong Ajik. “Senang sekali Ajik sudah dioperasi,” ungkapnya. Karena putrinya juga ada yang satu sekolah dengan Ajik, Samsiyati sering melihat bagaimana keponakannya ini kerap minder saat hendak buang air kecil. “Kalau mau pipis dia harus duduk, jadi malu sama teman-temannya. Jadi Ajik lebih milih pipis di rumah. Kebayang kalau besar gimana? Untung sudah dioperasi. Semoga ke depannya bisa normal seperti anak-anak lainnya,” kata Samsiyati.

Ungkapan syukur juga keluar dari mulut kedua orang tua Ajik, Sunyoto (38) dan Kartinah (23). “Bersyukur, jadi kalo sudah besar dia nggak merasa malu…, sudah seperti anak laki-laki lainnya,” kata Sunyoto. Kebahagiaan yang sama diungkapkan Kartinah, “Ya senang, lebih tenang sekarang. Kalau dulu sempat mikir, ‘kasihan, kok anak saya kayak gitu, sementara keluarga nggak ada keturunan kayak gitu’.”

Bukan hanya nenek, saudara, kerabat, dan tetangga pun merasa gembira mendengar kabar kepulangan Ajik pascaoperasi di Jakarta.

Juny Leong, relawan Tzu Chi yang sedari awal menangani Ajik juga merasa bahagia. Setelah menjemput Ajik ke Jakarta pada bulan Oktober lalu, kini relawan yang aktif sebagai DAAI Mama ini merasa senang bisa mengantar Ajik dan kedua orang tuanya ke kampung halamannya. Terlebih kedatangannya ini juga membawa sukacita bagi keluarga besar Ajik. “Tinggal satu tahap lagi maka operasi Ajik akan selesai. Jadi setelah dia dewasa Ajik juga lebih percaya diri. Kita (Tzu Chi) kan membantu hingga tuntas,” ungkapnya.

Menangani pasien pengobatan, khususnya dari luar kota memerlukan penanganan khusus.  “Tantangannya ya jauh, harus survei, setelah itu jemput pasien, antar berobat, siapin tempat tinggal di Jakarta, dan setelah itu mesti antar kembali pasien ke kampung halamannya,” ungkap Juny. Meski begitu, pengalaman mendampingi pasien Ajik ini memberi kesan yang mendalam bagi relawan yang tinggal di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara ini. “Saya sempat nangis, hati teriris melihat kondisi mereka (keluarga Ajik-red). Kemudian melihat kondisi kehidupan masyarakat di (Desa Banaran) ini cukup kaget, ternyata jurang perbedaan kehidupan manusia itu sangat dalam,” sambungnya.

Samsiyati, bibi Ajik menangis bahagia saat melihat Ajik dan orang tuanya serta kabar keberhasilan operasinya.


Juny Leong, relawan Tzu Chi yang menangani Ajik juga merasa bahagia. Setelah menjemput Ajik ke Jakarta dua bulan lalu, kini ia mengantar Ajik dan kedua orang tuanya ke kampung halamannya. Terlebih kedatangannya ini juga membawa sukacita, operasi Ajik berjalan lancar.

Hal ini pun membuat Juny bertekad mengubah kebiasaan lamanya. “Ke depannya saya akan kurangi belanja barang-barang yang nggak perlu dan makan mewah, saya akan memfokuskan ke orang-orang yang membutuhkan,” tekadnya. Sebuah hal yang tidak mudah dilakukan, namun dengan tekad yang kuat maka bisa diwujudkan. “Yang penting niat kita. Shangren (Master Cheng Yen) saja di usia yang sudah lanjut masih terus melakukan kebajikan, masa kita sebagai muridnya nggak mau, kita harus lebih giat lagi.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Mantap Bersama Tzu Chi

Mantap Bersama Tzu Chi

12 Desember 2017

Dr. Karmelita Satari, SpM adalah salah satu tim medis yang telah dilantik pada tahun 2017 ini bersamaan dengan peringatan HUT Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia yang ke-15. Selain dilantik, dokter spesialis mata ini juga memberikan sharing di hadapan ratusan peserta pelantikan dan tamu undangan yang hadir.

Tanda Mata untuk Si Kecil Banaran

Tanda Mata untuk Si Kecil Banaran

04 Desember 2017

Menderita hipospadia (lubang kencing tidak terletak di bagian yang semestinya) Ajik yang kini baru berusia 3.5 tahun akhirnya menjalani operasi pertamanya dengan bantuan Tzu Chi dan Dana Everyday.

Tak Ada Kata Menyerah dalam Kamus Hidup Nurmalita

Tak Ada Kata Menyerah dalam Kamus Hidup Nurmalita

12 Juni 2020
Nurmalita menderita meningioma, yakni tumor di selaput pelindung otak. Tumor tersebut menyerang tulang kepala dan merambat ke organ di wajah sehingga wajah Nurmalita tak simetris lagi. Sudah tujuh kali Nurmalita menjalani operasi. Dalam kondisi ekonomi yang kurang mendukung, ada Tzu Chi yang sudah empat tahun ini membantu dalam hal biaya hidup. Relawan Tzu Chi juga selalu mendukung Nurmalita dan ibunya untuk  tegar. 
Berlombalah demi kebaikan di dalam kehidupan, manfaatkanlah setiap detik dengan sebaik-baiknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -