Kemurahan Hati Eta Zulkifli, Ikhlas Berbagi Tanah untuk Terwujudnya Rumah Bersama

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Arimami Suryo A, Khusnul Khotimah, Anand Yahya, Dok DAAI TV

Eta dan Suryani sumringah memasuki rumah baru mereka di lantai 2 Rumah Cinta Damai Tanah Tinggi. Rasa syukur mereka panjatkan karena doa mereka selama ini bisa terwujud melalui program bebenah kampung Tzu Chi, dan hasil kerja sama dengan Pemda Daerah Khusus Jakarta serta didukung oleh Kementerian ATR/BPN.

Suara lantunan shalawat terdengar mengalun merdu dari pengeras suara masjid Jami Al Falah, Tanah Tinggi. Sore hari menjelang adzan magrib itu rasanya lebih riuh dari biasanya. Beberapa anak kecil berlarian, berlalu lalang dengan suara gelak tawa. Mereka satu per satu menyapa relawan Tzu Chi yang sedang ada hajat besar di sana. Jumat sore, 27 September 2024 itu, Tzu Chi bersama Pemda DK Jakarta baru saja meresmikan Rumah Cinta Damai Tanah Tinggi, yang berlokasi di RT 005 RW 012, Kel. Tanah Tinggi, Kec. Johar Baru, Jakarta Pusat.

Rumah yang berdiri di atas lahan seluas 108 meter persegi ini terdiri dari empat lantai yang selesai diresmikan oleh Tzu Chi, Pemda DK Jakarta, dan Kementerian ATR/BPN itu pun langsung menarik perhatian para warga sekitar. Bahkan ada orang yang awalnya hanya sekadar lewat, malah mampir dan ikut melihat kondisi rumah sampai lantai atas.

Relawan malakukan survei pada rumah Eta (kanan). Rumah itu terdiri dari dua lantai namun rusak di berbagai sisinya dan perekonomian keluarga tak mencukupi untuk melakukan perbaikan.

“Ini bangunan apa sih, Bu? Rumah susun ya? Saya lihat kok ramai sekali, banyak relawan Tzu Chi juga, penasaran saya,” kata seorang wanita muda datang lalu antusias bertanya.

“Ini rumah baru kami, Bu. Dikasih sama Tzu Chi. Memang dibangun baru. Bukan buat dikontrakin ya, tapi buat kami tinggal sendiri,” kata Suryani, seorang warga yang sedang melihat rumahnya yang ada di lantai 2, tak kalah antusias menjawab dengan sederhana.

Oh bagus banget. Saya pikir kos-kosan baru atau apa. Wah selamat ya Bu..,” sambut si wanita yang kemudian kembali melihat-lihat. Suryani menyambut ungkapan wanita itu dengan mengangguk sambil terus tersenyum.

Relawan memberikan pendampingan pada warga, termasuk Eta (baju merah muda), selama masa pembangunan rumah. Mereka sedikit demi sedikit diperkenalkan dengan Tzu Chi hingga terjalin hubungan dan ikatan yang baik.

Ibu empat anak ini juga terus melihat banyak sekali tetangganya yang berlalu lalang, semua orang tampak ikut senang dengan kehadiran rumah empat tingkat ini.

Antusias tersebut masih terus berlangsung, termasuk para anak-anak kecil di lingkungan itu pun tak ingin ketinggalan momentum. “Bu, boleh lihat ke atas nggak?” tanya segerombolan anak ingin tahu rumah bertingkat itu. “Boleh tapi hati-hati ya, tangganya tinggi,” jawab relawan. Tak hanya relawan, Suryani pun ikut sibuk memperingatkan anak-anak. “Hati-hati jangan pada lelarian ya, tinggi,” katanya berkali-kali.

Bukan Orang Kaya, Tapi Niat Bersedekah demi Nikmat Bersama
Suryani adalah istri dari Eta Zulkifli, seorang penerima bantuan rumah yang sudah sangat lama mengidamkan bisa memperbaiki rumah lamanya. Beruntung jodoh baik nan membuahkan berkah menghampiri keluarga Eta. Kebahagiaan tak terkira ia rasakan. “Girang bukan main,” kata Suryani tersenyum.

Keluarga ini mengikhlaskan rumah reot mereka dengan tanah seluas 22 meter persegi dan berbagi lahan kepada para tetangga yang luas rumahnya lebih kecil darinya: ada yang 7 meter persegi, ada juga yang 9 meter persegi, juga ada yang 12 meter persegi.

Kini 11 KK yang awalnya punya rumah dengan luas bervariasi tersebut, tinggal dengan luas unit yang sama, 18 meter persegi.

Eta menerima sertifikat rumah yang diserahkan langsung oleh Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/BPN.

“Ikhlas atuh kuncinya,” kata Suryani tersenyum dengan air mata mengambang. Ia terharu.

“Saya mikirnya biar kami sejahtera semua. Saya ikhlas, karena pada dasarnya sesama manusia jangan sampai kita serakah. Sebisa mungkin ya biar sama-sama merasakan nikmat hidup. Kita kan hidup sama-sama, ya kita jalani dan kalau bisa nikmati sama-sama,” lengkap Eta semringah.

Tanah rumah Eta terbilang cukup luas dibandingkan tetangga lainnya. Tapi kekurangannya rumah itu sudah tua, bocor, dan pengap karena tak ada ventilasi. Pagi, siang, malam, dini hari, rumah Eta tak pernah tertutup. Pintu selalu terbuka karena dari sana lah, satu-satunya jalan udara. “Kami nggak takut maling sih kak, apa yang mau diambil? Nggak ada barang mewah,” ucap Eta.

Seiring bertambahnya anggota keluarga (anak hingga cucu), rumah tersebut tak pernah diperbaiki atau direnovasi. Hanya beberapa kali saja ketika ia membangun lantai dua rumah untuk ditinggali dua anaknya yang sudah berkeluarga.

“Sumpek lah sudah rumahnya,” kata Eta mengingat.

Kondisi rumah Eta pun akhirnya masuk dalam kategori tak layak huni. Keluarga ini tak mampu mengumpulkan uang untuk biaya perbaikan karena semua terkalahkan dengan kebutuhan primer. Kata Eta, hasil dagang tak seberapa. Hasil ojek online pun tak bisa diharapkan. Sementara itu ia masih harus membantu memenuhi kebutuhan dua cucu yang dititipkan dari anaknya.

Dua anak lainnya yang tinggal bersama di rumahnya itu pun semua punya kebutuhan keluarga masing-masing. Rasanya kalau harus mengumpulkan uang untuk merenovasi rumah, mereka tak sanggup.

Rumah Cinta Damai dilihat dari ketinggian dan berada di lingkungan yang pada penduduk di daerah Tanah Tinggi. Seperti namanya, rumah ini diharapkan bisa menjadi tempat berbagi cinta dan kedamaian bagi penghuni dan lingkungannya.

Ketika relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat datang berkunjung untuk melakukan survei di awal program bebenah kampung ini akan dilakukan, Eta tak langsung setuju. Ia menimbang dan berdiskusi dengan keluarga. Perlu beberapa kali pertemuan untuk membuat Eta berkata iya.

“Pertimbangan saya ya tetangga lain yang sudah setuju. Kalau kira-kira saya nggak mau, mereka nggak jadi bangun? Sementara kondisi keluarga saya juga tidak mampu membangun sendiri,” katanya. Istri dan anaknya pun sepakat satu suara dengan sang ayah. “Pokoknya susah seneng ya sama-sama. Kita kompak,” tegas Eta seraya menyeruput kopinya.

Keluarga Eta kini pun masih tak menyangka sudah punya rumah baru. Mereka tak ketinggalan, mengungkapkan rasa bersyukur dan terima kasihnya kepada Tzu Chi yang dalam 8 bulan telah mewujudkan mimpi keluarganya, membangun rumah yang cantik, bersih, megah.

“Kalau bukan karena kebaikan hati para relawan, donatur, Yayasan Buddha Tzu Chi, siapa yang mau bangunin rumah kami? Pasti tidak sebagus sekarang. Alhamdulilah.., kami sekeluarga sangat berterima kasih, semua lega, semua senang,” ucap Eta haru. “Semoga rumah ini seperti namanya, Rumah Cinta Damai, semua warga bisa saling dukung, saling menyayangi, dan damai,” harapnya.

Editor: Arimami Suryo A.

Artikel Terkait

Peresmian Rumah Cinta Damai, Program Bebenah Kampung di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat

Peresmian Rumah Cinta Damai, Program Bebenah Kampung di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat

30 September 2024

Tzu Chi Indonesia bersama Pemprov DKI Jakarta, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional meresmikan Rumah Cinta Damai di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.

Jalinan Jodoh Warga RW 12 Tanah Tinggi dengan Tzu Chi Makin Erat Lagi

Jalinan Jodoh Warga RW 12 Tanah Tinggi dengan Tzu Chi Makin Erat Lagi

01 April 2024

Paket Lebaran Tzu Chi dibagikan kepada 550 warga Kelurahan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Pembagian paket Lebaran ini makin menguatkan jalinan jodoh Tzu Chi dengan warga sekitar, yang mana di wilayah ini Tzu Chi memberi bantuan bedah rumah.

Berbagi kasih di Tanah Tinggi

Berbagi kasih di Tanah Tinggi

18 Agustus 2011 Ide pembagian kupon beras ini sebenarnya berasal dari Yayasan Buddha Tzu Chi sendiri, yang dilakukan pada dua titik, yakni Tanah Sereal, Jakarta Barat dan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.
Lebih mudah sadar dari kesalahan yang besar; sangat sulit menghilangkan kebiasaan kecil yang buruk.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -