Kesabaran dan Kegigihan Berbuah Kebahagiaan
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya * Lie Fie Lan, relawan Tzu Chi, menenangkan dan menentramkan batin Wahyudi (68) yang baru selesai dioperasi kataraknya dalam baksos kesehatan Tzu Chi ke-50. | Sekali, dua, dan tiga kali mengalami kegagalan, para pasien katarak dan hernia ini seperti sudah kehilangan harapan. Tensi dan gula darah yang tinggi membuat mereka tak bisa dioperasi. Beruntung, para dokter, perawat dan relawan Tzu Chi terus berusaha mencari cara agar mereka bisa sembuh dari penyakitnya. Dengan ketekunan, perhatian, kedisiplinan, dan hati yang tulus, terbukti segala kendala yang ada dapat diatasi dan berbuah kebahagiaan. |
Hari itu, 16 Agustus 2008, sehari menjelang HUT Kemerdekaan RI ke-63, menjadi hari yang paling membahagiakan bagi Wahyudi dan 29 orang penderita katarak lainnya. Pria berusia 68 tahun ini sebelumnya telah tiga kali mendaftar dan menjadi pasien dalam baksos kesehatan Tzu Chi, namun selalu gagal dioperasi. Penyebabnya macam-macam, mulai dari tensi dan gula darah yang tinggi sampai kondisi tubuh yang kurang sehat. Seperti pasien-pasien yang dibatalkan operasinya, selain faktor usia, terkadang para pasien ini mendadak stres dan tidak bisa tidur semalaman setelah dihubungi RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. “Setelah kita survei, banyak pasien yang sebelumnya tensinya normal, mendadak naik begitu ditelepon akan dioperasi. Mungkin karena takut, jadi nggak bisa tidur semalaman, ya? Karena itu saya tekankan sama Bapak dan Ibu sekalian, nggak usah takut, kami melakukan ini semua dengan dilandasi cinta kasih,” kata dr Toto yang menjadi koordinator baksos kesehatan Tzu Chi ke-50 ini. “Sekarang masih ada yang takut tidak?” pancing dr Toto. “Tidak!” jawab para pasien kompak. Semangat Hidup yang Terkoyak Ket : - Wahyudi dan Fie Lan sedang berdoa sebelum pelaksanaan operasi katarak. Wahyudi sudah 3 kali gagal Bukan hanya Wahyudi saja yang berdoa, tapi relawan Tzu Chi yang sejak awal mendampinginya, Lie Fie Lan, pun berharap Wahyudi bisa segera dioperasi. “Kasihan, dia hidup sebatang kara, jadi dah saya anggap orangtua sendiri. Saya terus berusaha gimana caranya supaya dia bisa dioperasi,” kata Fie Lan tegang. Wahyudi memang hidup sebatang kara. Ia dulu pernah menikah, tetapi kemudian bercerai pada tahun 1992 karena tidak dikaruniai keturunan. Meski telah berpisah, tetapi Wahyudi dan istrinya tetap berhubungan baik. Bahkan, untuk makan sehari-hari, Wahyudi mengandalkan Sukesih –mantan istri– yang berdagang makanan. Keduanya pun tetap saling membantu. Sukesih diizinkan berdagang di depan rumah Wahyudi, sedangkan biaya listrik dan air Sukesih yang menanggung setiap bulannya. Rumah yang ditinggali Wahyudi sendiri sebenarnya berstatus sewa, dan sudah 3 tahun terakhir Wahyudi belum bisa memenuhi kewajibannya. “Sebenarnya sih nggak boleh, tapi mau gimana lagi? Saya juga dah nggak ada kerjaan,” kata Wahyudi pasrah. Ket : - Kehangatan dan perhatian yang diberikan para relawan Tzu Chi dapat menenangkan dan menentramkan Cukup panjang lika-liku perjalanan hidup Wahyudi. Selepas mengajar bahasa Mandarin tahun 1965, pria kelahiran Jakarta ini kemudian beralih profesi menjadi kasir di pertunjukan sirkus. Puluhan tahun ia berkeliling daerah di Indonesia, sampai kemudian akhirnya membantu saudaranya berdagang di Pasar Glodok pada tahun 1995. “Saya jadi pelayan,” ujarnya enteng. Meski penghasilannya tak besar, tapi Wahyudi cukup bisa hidup tenang kala itu. Apalagi saat itu ia sudah berpisah dengan istrinya, dan hidup sendirian. Tapi ketenangan itu akhirnya berubah bencana, tahun 1998, toko tempat Wahyudi bekerja habis dijarah massa. “Tokonya dijarah dan dirusak. Saya nggak bisa apa-apa. Habis semua,” kenangnya sedih. Meski pemilik toko –saudaranya– semuanya selamat, tapi mereka tak lagi berdagang. Sejak itu, Wahyudi pun kehilangan pekerjaan dan menderita stres. Penderitaan Wahyudi semakin bertambah ketika kedua kakinya lumpuh dan matanya terkena katarak. Dia pun praktis hanya berdiam diri di rumah sampai akhirnya bertemu dengan Go Ek Bun, suami Fie Lan. “Sama suami saya disuruh daftar ke Tzu Chi,” kata Fie Lan. Waktu itu, menurut Fie Lan, semangat hidup Wahyudi sudah hampir tidak ada. “Saya bangkitin dan pompa terus semangat hidupnya,” jelas Fie Lan. Meski demikian, upaya ini tak semudah yang dibayangkan. Beberapa kali Wahyudi gagal dioperasi. “Syukurlah, akhirnya Tzu Chi bikin pengobatan khusus ini. Saya sering mampir ke rumah, untuk nengokin dan kontrol supaya obatnya diminum,” kata Fie Lan. Dua minggu sebelum operasi, RSKB Cinta Kasih memang memberikan obat agar kadar gula dan tekanan darah Wahyudi bisa stabil. “Saya support terus. Yang penting jangan makan yang manis-manis dan yang asin-asin supaya bisa normal gula darahnya,” kata Fie Lan. Dan upaya ini tidak sia-sia karena akhirnya Wahyudi berhasil dioperasi dalam baksos kesehatan Tzu Chi kali ini. “Senang bisa lihat jelas lagi. Sedikit-sedikit saya masih bisa kerja, bikin kue,” kata Wahyudi yang berjanji akan menjadi relawan Tzu Chi dan membantu orang lain semampu yang ia lakukan. “Sesama manusia, kita harus hidup saling tolong-menolong. Sekarang saya yang ditolong, siapa tahu besok saya bisa menolong orang lain,” kata Wahyudi haru. Ket : - Direktur RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, dr Kurniawan memberi sambutan kepada para pasien dalam baksos Baksos Kesehatan yang Istimewa Menurut dr Kurniawan, Direktur RSKB Cinta Kasih, baksos kali ini memang sengaja dirancang untuk mereka yang bermasalah dengan kesehatannya –tensi dan gula darah yang tinggi–saat akan dioperasi. “Sudah discreening nggak lolos-lolos operasi, kan kasihan. Kita terus memikirkan bagaimana caranya bisa memberikan kesembuhan,” kata dr Kurniawan. Maka, para pasien-pasien ini pun mendapatkan penanganan khusus, dimana selama 2 minggu menjelang operasi, mereka secara rutin meminum obat dan dipantau kesehatannya oleh RSKB Cinta Kasih. Tujuannya agar tensi dan gula darah para pasien ini dapat terkontrol dan stabil –dalam batas aman– hingga waktu pelaksanaan operasi. “Semoga kesembuhan ini bisa memberi manfaat yang besar bagi Bapak dan Ibu,” kata dr Kurniawan. Dalam kesempatan itu, dr Kurniawan juga mengajak para pasien untuk turut menebarkan cinta kasihnya kepada orang lain setelah sembuh. “Karena masih banyak yang membutuhkan uluran tangan di sekeliling kita,” sambungnya. | |
Artikel Terkait
Saling Mengenal dan Belajar
29 April 2013 Pada awal pembukaan acara, teman-teman Binus diajak untuk menonton video langkah awal Yayasan Buddha Tzu Chi yang didirikan oleh Master Cheng Yen di Hualien dan penyebaran cinta kasih Tzu Chi yang menyebar hingga ke seluruh dunia termasuk di Indonesia.Teken MoU, Tzu Chi Indonesia dan Wahana Visi Indonesia Siap Berkolaborasi
10 Juli 2024Setelah sering bersua dalam berbagai kesempatan baik di forum maupun di lapangan khususnya saat tanggap bencana, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan Wahana Visi Indonesia menandatangani nota kesepahaman atau MoU.