Kesabaran, Kunci Pelatihan Diri

Jurnalis : ErliTan (He Qi Utara), Fotografer : Stephen Ang (He Qi Utara)

fotoBedah Buku “20 Kesulitan dalam Kehidupan” yang diadakan setiap hari kamis di Jing Si Books & Café Pluit sudah mencapai pada pembahasan Bab 8.

Buddha tidak merasa marah atas “kecelakaan” itu, juga tidak mendendam untuk membalas Ajatasatru, yang beliau berikan setelah acara makan adalah berkah yang tulus. Demikianlah kesabaran sang Buddha. Meskipun dihina, diganggu, dibuat kelaparan, dan hampir dibunuh, beliau tetap tenang dan tidak menaruh dendam, yang ada hanya cinta yang tak terbatas.

Demikian penggalan salah satu paragraf yang ada di dalam buku “20 Kesulitan dalam Kehidupan” mengenai kesulitan kedelapan, yaitu “Sulit Untuk Tidak Marah Ketika Dihina”. Tanggal 20 Oktober 2011, hari Kamis pukul 19.00 WIB, acara Bedah Buku mingguan He Qi Utara yang dikoordinir oleh Po San Shixiong kembali digelar di Jing Si Books & Cafe Pluit. Setiap bab dalam buku tersebut mengupas kesulitan-kesulitan yang sering kita ditemui dan sangat dekat dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat mengikuti Bedah Buku terasa makin nyata, sehingga antusias para peserta untuk datang pun meningkat. Sebanyak 52 peserta hadir pada saat itu, bahkan ada di antaranya yang datang dari Pati, Palembang, dan Inggris. “Kegiatan kami di London tidak sebanyak di sini (Jakarta), di sana perkembangan Tzu Chi termasuk lamban, belum ada Jing Si, belum ada kegiatan gong xiu, karena itu (saya) mau belajar di sini,” ujar Frank Lie Shixiong yang sudah bergabung di Tzu Chi Inggris selama 20 tahun. Merupakan suatu pencapaian bagi insan Tzu Chi Indonesia sehingga bisa menjadi contoh yang bisa dipelajari dan dibawa pulang oleh relawan dari daerah dan negara lain.

Bedah Buku pun dimulai, kali ini menghadirkan Hendry Shixiong dari DAAI TV Indonesia dan juga penerjemah program Sanubari Teduh. Sebelum masuk ke pembahasan inti, Hendry Shixiong mengajak peserta mereview kembali materi yang sudah dibahas sebelumnya, “Menurut Shixiong- Shijie, kesulitan keberapakah yang paling sulit?“ Jawaban pun bervariasi, ada yang merasa paling sulit menghadapi kematian, ada juga yang merasa sulit membaca sutra Buddha, sementara yang lain merasa paling sulit untuk mengendalikan nafsu keinginan. Tiap orang tentu memiliki pendapat yang berbeda berdasarkan pandangan dan pengalaman masing-masing. Lalu bagaimana dengan kesulitan kedelapan ini. “Apa yang membuat kita marah, mengapa ada rasa benci sehingga menimbulkan kemarahan?” Hendry Shixiong mengajak peserta untuk sharing. Menurut Djohan Shixiong, ”Selama belum tercerahkan, tentu masih banyak noda-noda dan bibit-bibit kekotoran batin yang melekat dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya. Bibit-bibit itu adalah keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan kebodohan (moha).” Sharing dari beberapa peserta lain berpendapat bahwa penyebab kemarahan itu adalah karena tersinggung, diremehkan, dan menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan.

foto  foto

Keterangan :

  • Hendry Zhou Shixiong mengingat kembali jenis-jenis kesulitan yang pernah dibahas sebelumnya, kemudian mengajak para peserta untuk sharing mengenai kesulitan kedelapan ini.(kiri)
  • Frank Lie Shixiong dan Jenny Lie Shijie relawan komite dari Inggris menyempatkan waktu untuk hadir dalam acara bedah buku malam itu. (kanan)

Lain lagi dengan pendapat Thomas Shixiong, “Dari pandangan yang salah bisa menimbulkan amarah. Cara pandang dengan Dharma dan tanpa Dharma bisa berbeda. Di Tzu Chi kita malah harus memandang teguran sebagai kritik yang membangun, juga harus gan en kepada orang-orang yang menegur kita, karena itu adalah untuk kebaikan kita. ”Selain itu, Hok Lay Shixiong juga berpendapat, “Yang selalu membuat marah adalah ego kita, kalau orang lain tidak menganggap penting, tidak menghormati, tidak mendahulukan ‘saya’, ‘saya’ akan marah karena ‘ego saya’ tersinggung.”

“Master Cheng Yen mengatakan, marah adalah kegilaan sesaat,” ujar Hendry Shixiong, “kita marah kalau keinginan kita tidak tercapai, kita juga marah untuk menutupi kesalahan kita. Kemarahan dan kebencian adalah kekotoran batin.” Hendry kemudian menceritakan sebuah kisah mengenai seorang Brahmana yang hendak menjelek-jelekkan dan menjatuhkan sang Buddha. Saat itu Buddha berkata kepada sang Brahmana, “Bila engkau berdana makanan kepada orang lain tapi mereka tidak mau menerimanya, maka siapakah yang akan memakannya?” Brahmana tersebut pun menjawab, “Ya tentu saya sendiri.” Buddha kemudian berkata, “Begitu juga jika engkau menghina Aku, bila Aku tidak menerima, maka engkau sendirilah yang akan memakan hinaan itu.” Buddha mengajari kita agar tidak serta merta ‘menerima’ celaan atau hinaan orang lain terhadap diri kita, kita tidak harus ‘memakan’ hinaan tersebut, sebaliknya dengan bersikap tenang dan tak tergoyahkan, maka orang tersebutlah yang akan menanggung sendiri hinaan yang telah dilontarkan kepada kita.

foto  foto

Keterangan :

  • Kisah yang diceritakan oleh Hendry Zhou Shixiong dan sharing dari para peserta membuat acara bedah buku semakin menarik. (kiri)
  • Mengikuti bedah buku, mendalami dharma dan mempraktikkan dalam tindakan nyata melatih agar kita dapat melatih diri dan kebijaksanaan tumbuh berkembang. (kanan)

“Apakah Buddha pernah marah?” Hendry Shixiong kembali melemparkan pertanyaan, terlihat tidak ada yang merespon karena memang tidak ada yang tahu. “Ya, Pernah,” lanjutnya, “tapi Buddha marah tidak seperti kita, Buddha mempergunakan kemarahan sebagai salah satu alat untuk mengajarkan kebenaran. Tidak seperti kita yang cenderung dikuasai oleh kemarahan.” Hendry kemudian menceritakan kenakalan Rahula, anak Buddha, yang melakukan kesalahan sehingga Buddha menggunakan kemarahan untuk mendidiknya. “Master Cheng Yen juga pernah marah, tapi setelah marah beliau terlihat kembali stabil, kemarahan itu tidak dibawa terus,” ungkapnya. Master Cheng Yen juga mempergunakan kemarahan seperti halnya sang Buddha, yaitu untuk mengajarkan kebenaran kepada muridnya. Memang ada jenis orang yang baru bisa ditaklukkan dengan menggunakan kemarahan, beda orang berbeda pula cara pengajarannya.

“Kuncinya adalah sabar. Sabar yang bagaimana? Apakah sabar yang ditahan-tahan itu termasuk bersabar? Tidak. Sabar yang ditahan-tahan, kemudian menumpuk, dan akhirnya meledak, itu tidak disebut bersabar. Master Cheng Yen berkata, ‘Sabar tanpa merasa sedang bersabar, itulah kesabaran sejati’.” Hendry Shixiong sangat fasih mengulang ucapan-ucapan Master Cheng Yen, banyaknya kata-kata perenungan yang diingatnya dengan baik membuat suasana sharing semakin menarik. “Kita bekerja di Tzu Chi, makin happy atau makin pusing? Harusnya makin happy ya Shixiong-Shijie, kalau makin pusing berarti kita tidak membina diri dan tidak mengubah tabiat buruk kita,” ujarnya disertai senyum. “Master Cheng Yen juga berkata, melihat orang lain merasa tidak suka, berarti pelatihan diri yang kurang. Kita harus bisa belajar menerima orang lain, berlapang dada, berpikiran murni atau sederhana. Hati yang lurus adalah ajang pelatihan. Harus ada shi jian (waktu), kong jian (ruang/tempat), ren yu ren zhi jian (hubungan antarmanusia). Kuncinya adalah sabar dan selalu gan en.” Hendry Shixiong pun mengakhiri sharingnya.

Sebagai kesimpulan, Jishou Shixiongmenambahkan, “Defenisi marah menurut Master Cheng Yen ada tiga. Satu, marah adalah kegilaan sesaat. Dua, marah adalah menghukum diri sendiri atas kesalahan orang lain. Tiga, marah menunjukkan ketidakmampuan diri.” Jishou Shixiong juga memberi saran bagaimana mengatasi kesulitan untuk tidak marah, pertama-tama kita harus dapat memahami diri sendiri, melihat ke dalam diri sendiri. Mengapa kita bisa marah, belajarlah dari orang yang tidak marah ketika menghadapi situasi yang sama, apa yang ada di pikirannya, mengapa ia tidak marah. Kedua, selalu berada di lingkungan orang-orang yang tidak marah. Tahap berikutnya adalah melatih kesabaran, bagaimana meredam kemarahan, setiap orang tentu punya caranya masing-masing. Emosi itu tidak jelek, pergunakanlah ia, jangan malah dikontrol olehnya. Kemudian bersyukur, bersyukurlah kepada orang-orang yang dekat dengan kita, keluarga di rumah, keluarga Tzu Chi, bersyukur sudah ditegur atau dimarahi karena mereka berbuat demikian adalah demi kebaikan kita.

Begitu banyak vitamin batin yang dituturkan oleh Hendry dan Ji Shou Shixiong maupun peserta lainnya membuat seluruh peserta bedah buku telah bertumbuh kebijaksanaannya. Satu kali ikut bedah buku maka kebijaksanaan akan bertambah satu inci, dua kali ikut akan bertambah dua inci, makin banyak mengikuti bedah buku, kebijaksanaan akan bertumbuh semakin cepat. Tentunya setelah belajar juga harus dipraktikkan dalam tindakan nyata dengan berlatih dan berlatih terus. Ada tekad maka ada kekuatan. Yuk, marilah kita sama-sama membina diri, selain mengikuti kegiatan Bedah Buku, juga bergabung di Komunitas Bedah Buku. Komunitas ini terbuka untuk umum dan siapa saja boleh ikut bergabung. Bila di komunitas Anda tidak ada kegiatan Bedah Buku, Anda boleh bergabung di Grup “Tzu Chi Bedah Buku Komunitas” di jejaring sosial Facebook, dengan bergabung di grup tersebut Anda juga akan mendapat informasi dan manfaat dari Bedah Buku. Semoga berguna. Gan en.

  
 

Artikel Terkait

Suara Kasih: Berikrar Mempraktikkan Empat Sifat Luhur

Suara Kasih: Berikrar Mempraktikkan Empat Sifat Luhur

28 Desember 2012 Mereka kembali demi mempelajari dan mendalami semangat Tzu Chi. Segala yang mereka lihat dan dengar telah meresap ke lubuk dalam hati terdalam sehingga mereka bisa memperoleh manfaat yang sangat besar.
Niat yang Tak Lekang Oleh Hujan

Niat yang Tak Lekang Oleh Hujan

07 Mei 2019

Minggu, 5 Mei 2019, Tzu Chi Palembang mengadakan kegiatan donor darah di Kantor Tzu Chi Palembang, Jalan Radial Ilir Barat No. D1 / 19-20, Palembang. Sebanyak 27 relawan dan 3 dokter dari Tzu Chi International Medical Association (TIMA) hadir dalam kegiatan ini.

Menebar Cinta Kasih dalam Segenggam Sampah

Menebar Cinta Kasih dalam Segenggam Sampah

21 Oktober 2022

Di Minggu pagi yang cerah, sebanyak 33 relawan Tzu Chi di He Qi Tangerang bersukacita mengadakan pemilahan sampah dalam Misi Pelestarian Lingkungan. Acara ini bertempat di Living Plaza Karawaci, Kota Tangerang yang berlangsung mulai pukul 08.00-11.00 WIB.

Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -