Kesembuhan Anita, Kebahagiaan Keluarga
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi PranotoEn Li Kendih, Anita, dan Komarudin saat mendaftar ulang dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-119 di RS Sentra Medika Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Ketenangan
Anita mendadak sirna. Gadis kecil berusia 6,5 tahun itu mendadak hilang
keberaniannya saat namanya dipanggil ke ruang operasi. Padahal, selama hampir
satu jam di ruang tunggu ia sama sekali tidak kelihatan takut. Mungkin ia belum
mengerti, atau mungkin juga belum diberitahu kalau hari itu ia akan dioperasi
bibir sumbingnya.
Dengan
sabar En Li Kendih (25), ibunya menenangkannya. Tetapi tenaga Anita terlalu besar
untuk sang ibu. Bujukan sang nenek, Muanih pun tak mempan. “Tenaganya kuat banget…, nggak kuat Emaknya,” kata Muanih lirih. Ia khawatir perjuangan ia
dan kedua orang tua Anita membawa sang cucu berobat dalam Baksos Kesehatan Tzu
Chi ke-119 di RS Sentra Medika Cikarang, Bekasi ini berujung sia-sia. Belum
lagi perjalanan mereka dari rumah di Kampung Gede, Tambun, Bekasi ke Cikarang
yang membutuhkan waktu sekitar dua jam perjalanan. Padahal baksos kesehatan
inilah harapan satu-satunya bagi kesembuhan Anita.
Komarudian
(28), sang ayah pun segera membujuk dan membawa Anita. Setelah berpindah ke
gendongan Komarudin, barulah rontaan gadis itu bisa teredam. Untuk
menenangkannya, Komarudin membawa dulu putri semata wayangnya ini keluar dari
ruang tunggu rumah sakit. “Nomor dua, Aden Prasetya,” panggil perawat di ruang
operasi. Akhirnya giliran operasi Anita pun terlewati oleh pasien lain.
Komarudin memilih untuk menenangkannya terlebih dahulu.
Like Hermansjah, relawan Tzu Chi yang juga Ketua He Qi Pusat turut menenangkan Anita yang sempat menolak untuk masuk ke ruang operasi.
Selang
sepuluh menit kemudian, Komarudin atau yang biasa dipanggil Komar ini pun
kembali masuk. Kondisi Anita kini lebih tenang. Entah “mantra” (kata-kata)
ajaib apa yang dibisikkan pada putrinya sehingga ia menurut ketika dipindahkan ke gendongan neneknya. Anita pun terdiam dalam dekapan Muanih, neneknya. Akhirnya, nama Anita kembali
dipanggil. Meski sempat meronta, namun pelukan sang nenek dengan kukuh mengantarkannya
ke ruang operasi. Pelan-pelan gerakannya semakin lemah, sampai kemudian ia
tertidur setelah dokter memberinya obat anestesi.
Tertunda Sekolah
Menurut
Komar, seharusnya Anita sudah bisa masuk sekolah dasar seperti teman-teman
sebayanya. Namun pria yang bekerja sebagai buruh bangunan ini memilih untuk
menundanya. “Masih ragu, takutnya nanti malah jadi bahan ejekan teman-temannya
di sekolah,” ungkap Komar. Hal ini diamini Muanih, sang nenek. “Kalo di rumah aja kadang habis main tiba-tiba nangis
pulang ke rumah. Kenapa nangis…?
Katanya ada yang ngatain bibir
sumbing,” kata Muanih, “karena itu saya mah
ngarep-ngarep bener supaya bisa dioperasi cucu saya ini (bibirnya).”
Namun
keinginan untuk mengoperasi Anita tak semudah membalik kata. Biaya untuk
operasi bibir sumbing cukup mahal, apalagi celah di antara bibir atas Anita
cukup dalam. “Kalo biaya sendiri mah nggak mampu,” ungkap Komar Jujur.
Sebagai buruh bangunan, penghasilannya tak pasti. Jika sedang ada pekerjaan,
sehari ia mendapatkan upah sebesar seratus ribu rupiah. “Kalo full kerja sebulan ya bisa dapat tiga jutaan,” katanya. Tapi
tak setiap hari Komar bisa bekerja. Ada masa-masa ia tanpa penghasilan. Alhasil
ia dan istri harus pandai-pandai menghemat pengeluaran agar tetap bisa survive di kala sepi order. Penghasilan
itu juga mesti disisihkan untuk membayar biaya sewa rumah sebesar 300 ribu
rupiah per bulannya.
Usai dioperasi, Anita beristirahat di ruang pemulihan dengan ditemani ibunya (baju kuning). Nenek dan ayahnya bergantian menunggunya di luar.
Karena
itulah ketika ada tetangga yang menginformasikan tentang Baksos Kesehatan Tzu
Chi ini langsung disambut gembira oleh mereka. “Namanya anak saya kerja
bangunan, buat makan sehari-hari aja bingung. Makanya saya bersyukur ada baksos
seperti ini,” kata Muanih. Dan harapan Komar, En Li, dan Muanih pun terjawab
sudah. Anita menjadi salah satu dari 16 pasien bibir sumbing yang dioperasi
hari itu, Sabtu, 12 Agustus 2017. “Alhamdulillah,
biar anak saya bisa kayak anak-anak yang lain,” kata Komar, “kalo nanti udah sembuh saya akan sekolahin.”
Editor: Khusnul Khotimah