Kesungguhan Hati Mendalami Tzu Chi
Jurnalis : Wylen (He Qi Pusat), Fotografer : Hanny Pangestu, Eric Velly Salim (He Qi Pusat)Para relawan mendengarkan briefing dari mentor sebelum training dimulai.
Selama 25 tahun Yayasan Buddha Tzu Chi telah ada di Indonesia, kesuksesan tersebut tidak terlepas dari peran para relawan yang telah bersumbangsih. Para relawan telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya demi kemanusiaan serta memiliki tekad yang sama dengan Master Cheng Yen yaitu demi ajaran Buddha, demi semua mahluk.
Pada Minggu, 25 November 2018, Training Abu Putih kembali diadakan.Trainingini merupakan training pertama untuk tahun 2019. Sebanyak 131 relawan dariKomunitasHe Qi Pusat datang dari beberapa Huai, yaitu Cikarang, Bekasi, PGC, Bogor dan Jakarta. Bertempat di Aula Jing Si Pantai Indah Kapuk, training dimulai pukul 8 pagi.
“Harapan saya agar para relawan dapat memahami lebih banyak mengenai Tzu Chi, lebih harmonis, lebih bersukacita, dan lebih nyaman dalam melakukan kegiatan Tzu Chi sehingga mampu membawa perubahan yang positif di dalam kehidupan,” pesan Noni Intan, KoordinatorTraining Abu Putih kali ini.
Saat angka jarum jam belum menunjukkan pukul 7 pagi, para relawan dari beberapa daerah telah berdatangan untuk mendaftarulang.Ini menunjukkan antusias yang tinggi dari para relawan demi mengikuti kegiatan ini. Setelah daftar ulang, para relawan berkumpul di meja break untuk bersosialisasi satu sama lain, agar para relawan saling mengenal relawan dari Huai yang lain.
Berbagi Kisah
Erna, MC sekaligus pemateri membuka dan memulai rangkaian training yang diikuti 131 peserta relawan Abu Putih.
Lindasari dan Fuji dari Bekasi menceritakan pengalamannya di pagi itu.Mereka bangun pada pukul 5 pagi agar dapat bergabung dengan 46 relawan lain dari Bekasi dan berkumpul di Sekolah Global Persada Mandiri Bekasi Timur, kemudian berangkat bersama-sama menuju Aula Jingsi PIK. Walaupun mereka baru menjalin jodoh dengan Tzu Chi selama enam bulan, namun banyak kegiatan yang telah mereka lakukan, yaitu baksos pengobatan, pembagian sembako, tuang celengan dan galang dana untuk Palu dan Lombok.
“Saya sangat senang melakukan semua kegiatan tersebut karena ternyata masih banyak orang-orang baik yang mau membantu demi kemanusiaan,” kata Lindasari. Hal tersebut membuatnya makin bersemangat untuk berkegiatan di Tzu Chi, dan sangat antusias ketika diajak Denasari, relawan Tzu Chi untuk mengikuti Training Abu Putih.
Sementara itu, relawan dari PGC, Mawarni yang telah menjalani kegiatan Tzu Chi selama 12 tahun turut membagi cerita di pagi itu. Ia bersama dengan sepuluh relawan dari PGC berkumpul pada pukul 6.30 pagi di Kantor Cabang Tzu Chi PGC.
“Saya sangat antusias mengikuti training kali ini, walaupun telah sering mengikuti pelatihan, karena dapat menambah semangat untuk menjalankan kegiatan Tzu Chi lebih baik lagi,” katanya.
Mawarni paling kanan, relawan dari PGC Cililitan bersama 10 orang relawan lainnya berkumpul pukul 6 pagi untuk bersama-sama menuju PIK.
Jodoh dengan Tzu Chi terjalin 12 tahun lalu tepatnya di tahun 2004 ketika ia membantu membawa beberapa pasien dari Dinas Sosial ke RSKB Cengkareng. Ia merasa Yayasan Buddha Tzu Chi banyak membantu orang yang membutuhkan tanpa membedakan suku dan agama apapun.
Pentingnya seorang relawan mengenal lebih dekat mengenai Tzu Chidisadari betul oleh Erna, relawan Tzu Chi. Erna pun membuka training di hari itu dengan membawakan materi tentang Tzu Chi, seperti arti logo Tzu Chi, sejarah berdirinya Yayasan Tzu Chi di Taiwan, dan yang tak kalah pentingnya prinsip dalam penggalangan hati dan dana. Para relawan pun diberikan waktu untuk tanya jawab, sehingga membantu para relawan He Qi Pusat mengenal lebih dekat dengan Tzu Chi.
Jiwa dalam Misi Budaya Humanis Tzu Chi
Peserta training diajak berisyarat tangan untuk menyegarkan badan dan menghangatkan suasana.
Bersyukur (Gan En), menghormati (Zun Zhong) dan mencintai (Ai) merupakan prinsip dasar sekaligus jiwa dalam Misi Budaya Humanis Tzu Chi. Ini menjadi konsep dasar mengapa relawan Tzu Chi berbeda dengan Yayasan sosial lain, teladan dari Master Cheng Yen yang wajib diteladani oleh seluruh insan relawan Tzu Chi di seluruh dunia. Noni, selaku Koordinator Training Abu Putih kali ini membawakan materi Budaya Humanis Tzu Chi dengan sangat baik.
Noni menceritakan mengenai kapan bantuan bencana internasional dilakukan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi pertama kalinya, empat unsur pelatihan batin, dan yang tak kalah pentingnya pembahasan mengenai ciri khas Budaya Humanis Tzu Chi. “Kalau kebiasan buruk dapat dibentuk semestinya juga bisa dihapuskan” demikian kata perenungan Master Cheng Yen dikutip oleh Noni sebagai anjuran agar para relawan dapat bekerja harmonis dan tidak membuat Master Cheng Yen khawatir.
Selain pembicara dari He Qi Pusat, beberapa materi dibawakan
pula oleh Yessie dari He Qi Utara 1. Yessie
telah sukses menjalankan tekadnya untuk menggalang seribu hati di lingkungan
tempat tinggalnya. Tekad tersebut didapatkan ketika ia mengikuti training 4 in 1 di Taiwan. Disana ia mendengar sharing seorang pemabuk yang telah bertobat setelah mendengar
ceramah Master Cheng Yen.
Noni Intan, Koordinator atau PIC dan pemateri training Abu Putih pertama untuk tahun 2019.
Yessie, berbagi kisah bagaimana dia bisa menggalang 1.000 hati.
Saat itulah Yessie merasa terharu dan diam-diam membuat sebuah ikrar di hatinya. Namun dalam melaksanakan ikrar tersebut tidaklah mudah. Banyaknya penolakan dan mendapat kata-kata yang tidak enak didengar tidak membuatnya gentar untuk membulatkan tekad mulianya. Pada akhirnya dalam kurun waktu satu tahun, ia telah menggalang seribu hati donatur untuk DAAI TV. “Setiap langkah harus menjadi berkah,” kutipan tersebut menjadi penutup sharing Yessie di hari itu.
Selepas waktu makan siang, para relawan kembali menuju kelas sharing. Untuk menghilangkan rasa kantuk, tim ShouYu mengajak para relawan untuk sedikit menggerakkan anggota tubuh dengan melakukan beberapa gerakan shouyu. Para peserta terlihat sangat antusias saat mengikuti gerakan yang ditunjukkan oleh tim ShouYu.
Selain Yessiedari He Qi Utara 1, hadir pula Johan Kohar dari He Qi Timur. Pengalaman yang luar biasa ia dapatkan selama menjadi relawan Tzu Chi. Sebagai seorang Kristiani yang taat, ia tetap menjalankan tugas pelayanan di Gereja, namun di lain kesempatan ia juga bertekad sebagai kaki dan tangan Master. Johan sangat terkesan dengan semangat dan tekad Master Cheng Yen yang terus memikirkan bagaimana menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan tanpa membedakan agama apapun. Johan juga menyamakan figur Master Cheng Yen dengan idolanya yaitu Mother Teresa. Ia melihat seorang Katolik harus mendalami Firman dan seorang Katolik harus mendalami Dharma, namun yang tak kalah pentingnya, semua itu harus dipraktikkan di tengah masyarakat seperti yang dilakukan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi.
Johan Kohar, seorang relawan Tzu Chi yang sangat Kristiani, perpaduan yang sangat indah.
Para relawan yang melihat kesungguhan hati Yessie dan Johan Kohar menjadi tergerak hatinya. Ini dibuktikan dengan sharing beberapa relawan yang maju keatas panggung.
“Banyak perubahan positif yang saya dapatkan setelah melakukan kegiatan-kegiatan Tzu Chi,” kata Hun Hun, relawan Daai Mama Tzu Shao Ban. Jodohnya sebagai seorang Daai Mama dimulai saat keinginannya menemani anaknya saat bergabung menjadi murid di Tzu Shao Ban. Ternyata semakin mengikuti pelajaran, bukan hanya anaknya yang mendapat pendidikan budi pekerti yang baik, ternyata dirinya pun ikut belajar bagaimana harus bersikap dan memberikan perhatian kepada orang lain. Ia pun menyadari, jika ingin merubah orang lain, ia pun harus merubah dirinya terlebih dahulu, belajar bagaimana melepaskan ego nya demi menjaga keharmonisan dalam keluarga.
Perubahan positif juga terlihat dari anaknya yang paling
besar. Jika dahulu anaknya yang sekarang sedang berkuliah di Universitas
Indonesia itu bersikap tak acuh, sekarang dapat memberikan tempat duduknya
kepada orang lain di kereta selama perjalanan nya dari Jakarta ke Depok setiap
harinya. Hun-Hun juga menceritakan kesannya terhadap sharing yang dibawakan oleh Yessie, ia pun juga bertekad untuk
lebih banyak menggalang hati walaupun adanya penolakan-penolakan yang mungkin
menghampiri.
Di penghujung acara, peserta training diberikan suvenir berupa handuk kecil, yang diperuntukkan sebagai pengganti kertas tisu untuk mengelap alat makan relawan.
Hun Hun merasa training kali ini banyak memberikan motivasi dirinya untuk membantu orang lain lebih banyak lagi. Ia merasa perjalanannya dari rumahnya di Tanggerang tidaklah sia-sia.
“Saya mengharapkan saat saya maju ke panggung hari ini, mampu memotivasi banyak relawan untuk mau memberikan sharing di kemudian hari” kata Hun Hun lagi.
Tepat pukul tiga sore, Training Abu Putih pun ditutup dengan pesan cinta kasih dari Rosaline, Noni Intan dan Noni Tio. Relawan dengan penuh sukacita dan semangat baru meninggalkan tempat training dan membawa tekad mereka untuk menjalankan Tzu Chi dengan lebih baik lagi ke tempat mereka masing-masing.
Editor: Khusnul Khotimah
Artikel Terkait
Meneguhkan Hati Agar Niat Awal Tidak Tergoyahkan
06 Desember 2017Pelatihan Relawan Abu Putih ke-2 di tahun 2017 yang diadakan Tzu Chi Medan diikuti oleh 112 peserta. Pelatihan kali ini terasa istimewa dengan hadirnya Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang merupakan bibit pertama Tzu Chi di Indonesia.
Menghargai Berkah
03 September 2020Di saat pandemi, kegiatan bakti sosial Tzu Chi dibatasi dan mengharuskan para relawan tetap di rumah. Para relawan pun mencari cara untuk tetap bisa belajar Dharma dan mengikuti Xun Fa Xiang secara online. Begitu juga dengan pelatihan relawan. Seperti pelatihan Relawan Abu Putih ke-3 di He Qi Utara 1 yang digelar pada 23 Agustus 2020, Pelatihan bertema Menghargai Berkah ini diikuti 102 relawan.
Membangun Semangat Relawan Tangerang
18 Februari 2020Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Tangerang mengadakan Pelatihan Relawan Abu Putih ke-1 di tahun 2020. Pelatihan diadakan pada Minggu, 9 Februari 2020 di Aula Manjughosa Lt.2, Ekayana Ehipassiko School, Tangerang, Banten.