Keterampilan untuk Mandiri
Jurnalis : Tawang Sotya Djati , Riani Purnamasari (Tzu Chi Perwakilan Sinarmas), Fotografer : Leisna S., Robert S., Riani P. (Tzu Chi Perwakilan Sinarmas) Para pengungsi korban bencana letusan Merapi bukan hanya menerima bantuan, tetapi mereka juga dikembangkan agar dapat kembali mandiri dan menata hidupnya. |
| ||
Bencana alam meletusnya Gunung Merapi ternyata masih menyisakan kepedihan dan penderitaan lahir dan batin bagi sebagian warga yang terkena dampak dari Merapi. Begitulah kondisi di pengungsian yang ditempatkan oleh pemerintah di Panti Asuhan Dinas Sosial Kabupaten Sleman, Yogyakarta yang lokasinya di Dusun Banjarharjo Desa Bimomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman. Kelelahan dan kesedihan tergambar di raut wajah pengungsi yang berasal dari Dusun Kali Tengah Lor, Kali Tengah Kidul, Srunen, Singlar Desa Glagah Harjo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Mereka sudah tidak memiliki rumah dan ladang karena semuanya sudah tertimbun pasir dan bebatuan Merapi dan tak mungkin lagi untuk ditempati. Tzu Chi Perwakilan Sinarmas dengan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Stiper) Yogyakarta melakukan kunjungan kasih ke lokasi pengungsian tersebut untuk meringankan beban hidup yang cukup berat yang dirasakan warga. Pengungsi akan tinggal di shelter yang sedang dibangun pemerintah, sementara kepala keluarganya akan diberikan bantuan bibit tanaman dengan konsep agroforestry, yaitu diberikan bantuan secara terintegrasi antara pertanian dan kehutanan.
Keterangan :
Tawang Shixiong, relawan Tzu Chi mengajak seorang relawan yang merupakan seorang motivator, Robert Shixiong untuk memberikan motivasi agar warga tetap tegar, ikhlas atas kondisi yang sedang menimpanya dan bersemangat untuk melanjutkan dan menata kembali hidupnya. “Mari kita belajar dari alam. Seekor burung biasa membuat sangkar untuknya dan keluarganya. Ranting demi ranting dikumpulkan untuk kemudian dibentuk. Kadangkala, saat angin kencang datang, sangkar yang kecil dan tidak kokoh itu dapat dengan mudah menjadi hancur. Kadang, ada hewan lain yang lebih besar, yang juga tiba-tiba datang untuk menghancurkan sangkar mereka,” kata Robert Shixiong. “Saat itulah burung merasa sedih, namun dengan cepat mereka dapat bangkit dari kesedihan dan memulai membangun sangkar yang baru, tanpa mengeluh, dan hanya berpikir bagaimana kemudian dia (burung itu-red) dapat tinggal lagi bersama keluarganya,” lanjutnya. Hikmah yang dapat dipetik dari kisah burung ini diserap dengan baik oleh para pengungsi. Semangat tampak dari para pemimpin rumah tangga. Mereka inilah yang menjadi tumpuan keluarga.
Keterangan :
Relawan juga mengajarkan tentang ilmu pertanian yang dapat dipraktikkan secara langsung. Untuk para kepala keluarga, pengungsi diberi pelatihan mengenai agroforestry. Untuk jangka pendek, warga diberi bantuan tanaman sayur mayur yang dapat segera dimanfaatkan hasilnya. Jangka menengah diberikan tanaman kayu seperti albasia dan jabon yang dapat dimanfaatkan sekitar 2-6 tahun dan untuk jangka panjang, diberikan bibit tanaman buah-buahan seperti jambu merah, durian, dan melinjo yang diharapkan dapat memberikan hasil sepanjang tahun untuk keluarganya. Untuk para ibu, diberikanlah pelatihan untuk membuat keripik pisang yang dimanfaatkan dari pisang yang masih dapat tumbuh baik di desa mereka. Pelatihan ini berupa pengolahan dan pengepakan dengan bungkus yang layak dipasarkan sampai akhirnya dapat dijual. Pada pelatihan ini, dibuka peluang bagi para ibu yang ingin secara serius memulai usaha mandiri ini. Senyum pun menghiasi wajah para pengungsi, mereka seperti memperoleh semangat dan harapan untuk memulihkan kehidupan serta menggapai kehidupan yang lebih baik. | |||