Ketupat dari Beras Cinta Kasih

Jurnalis : Budi Wongso (He Qi Utara), Fotografer : Stephen Ang, Thio Verna (He Qi Utara)
 
 

fotoSeorang relawan membantu ibu Jonih mengangkat beras cinta kasih miliknya.

Dengan memiliki keyakinan, keuletan dan keberanian, tidak ada hal yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.” (Kata Perenungan Master Cheng Yen).

 

Ketupat biasanya identik dengan hidangan spesial lebaran dalam merayakan hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah sejenis makanan yang terbuat dari nasi dengan bahan dasar beras dan dibungkus dengan daun kelapa muda. Alangkah sempurnanya jIka setiap keluarga yang merayakan Hari Raya Idul Fitri dapat menyediakan hidangan tersebut pada hari yang spesial ini.
Untuk lebaran kali ini, Ibu Jonih kelahiran 27 Maret 1938 tidak merasa risau lagi karena sudah menerima bantuan berupa 20 kg beras cinta kasih dari Taiwan dan 1 liter minyak goreng yang dibagikan pada tanggal 6 Agustus 2011 lalu kepada 6.756 keluarga di daerah Pademangan Barat. "Karena dapat bantuan beras dari Tzu Chi makanya saya bisa bikin ketupat,” ujar Ibu Jonih, dengan senyum manisnya sambil menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

Kegiatan pembagian beras ini dibuka dengan sambutan dari CEO DAAI TV Indonesia Hong Tjhin yang menjelaskan bahwa Yayasan Buddha Tzu Chi adalah suatu organisasi kemanusiaan non profit yang bertujuan untuk membantu mereka yang membutuhkan, dengan tulus berlandaskan prinsip cinta kasih universal dan tidak membedakan suku, agama, ras dan golongan apapun. “Kegiatan pembagian beras yang dilaksanakan dalam bulan puasa ini sangat terasa kebutuhannya,” ungkap Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Dalam penyerahan simbolis beras cinta kasih seberat 20 kg tersebut, Ibu Jonih adalah salah satu perwakilan warga Pademangan Barat yang menerima bantuan. 

foto  foto

Keterangan :

  • Ibu Jonih (dua dari kiri) sudah bangun sejak jam 5 pagi dan langsung berangkat dengan berjalan kaki sekitar 10 km jaraknya ke Ruko Permata Ancol tempat pembagian beras dilaksanakan. (kiri)
  • Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyerahkan beras secara simbolis kepada Ibu Jonih. (kanan)

Menyambut Gembira Niat Baik Tzu Chi
Ibu yang bersahaja dan murah senyum ini tinggal di daerah Pademangan sejak tahun 1959. Sebelumnya beliau tinggal di Jatinegara bersama dengan almarhum suaminya. Beliau bangun pukul 5 pagi dan langsung berangkat dengan berjalan kaki sekitar 10 km jaraknya ke Ruko Permata Ancol tempat pembagian beras dilaksanakan. Sesampainya di ruko, baru ada tiga orang yang mengantri. Saat ditanya, “Apakah ibu tidak lelah berangkat sepagi itu?“ Ibu Jonih dengan senyum manisnya menjawab, “Lelah sedikit tidak apa-apa kok.” Setelah menunggu agak lama supaya tidak berdesak-desakkan dengan warga lain, Ibu Jonih yang sudah menerima beras cinta kasih ini pun terlihat berjalan dengan penuh senyum dibantu oleh Wahid Shixiong yang membawakan karung berasnya dan menemaninya hingga sang cucu, Sinta (18) datang menjemput.

Akhirnya kami sampai di rumah Ibu Jonih. Terlihat rumahnya sangat sederhana berukuran 3x4 meter dengan loteng dan peralatan dapur yang sangat sederhana. "Kasurnya bau ompol, lebih baik jangan duduk di situ," kata Ibu Jonih dengan maksud baik dan tersenyum. Mendengar cerita dari Ibu Jonih membuat kami terharu karena beberapa anaknya sudah meninggal dunia dan ada yang tinggal jauh. Selain Ibu Jonih, terdapat seorang anak lelaki yang sedang sakit, menantu dan 5 (lima) orang cucunya yang tinggal bersama. Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari Ibu Jonih dengan keterbatasannya terus berusaha untuk membiayai hidup ia dan anggota keluarganya. Beliau melakukan pekerjaan menempel daun plastik dibantu sedikit penghasilan tambahan dari sang menantu. Setiap 1.000 daun plastik yang ia tempel, mendapatkan upah sebesar Rp 3000. Sejak tahun 1982 setelah ditinggal sang suami, ia berjuang tanpa lelah untuk menghidupi cucu dan cicitnya yang sekarang sudah tersebar di luar daerah Jakarta.

foto  foto

Keterangan :

  • Ibu Jonih melakukan pekerjaan menempel daun plastik untuk menambah penghasilannya. Setiap 1.000 daun plastik yang ia tempel, mendapatkan upah sebesar Rp 3000. (kiri)
  • Walaupun hidupnya sangat sederhana, bisa terlihat jelas bahwa Ibu Jonih sangat tegar, selalu bersemangat dan pantang menyerah. (kanan)

Walaupun hidupnya sangat sederhana, bisa terlihat jelas bahwa Ibu Jonih sangat tegar, selalu bersemangat dan pantang menyerah. Selayaknya kita bisa mengambil pelajaran dari sosok Ibu Jonih. Biasanya kita selalu merasa tidak pernah puas walaupun keadaan hidup kita jauh lebih baik daripada mereka. Sungguh senang melihat niat baik dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia disambut dengan baik oleh warga dan dijadikan semangat baru dalam hidup mereka.

  
 

Artikel Terkait

Suntikan Semangat di Awal Tahun

Suntikan Semangat di Awal Tahun

13 Januari 2016 Dengan semangat tahun baru, Tzu Chi Pekanbaru kembali mengadakan kegiatan Gathering Penerima Bantuan Tzu Chi pada 3 Januari 2016. Kegiatan yang dimulai pada pukul 14.00 ini mengangkat tema “Membangkitkan Kebajikan Dengan Cinta Kasih”.
Peduli Merapi : Tahap Demi Tahap

Peduli Merapi : Tahap Demi Tahap

09 November 2010
Setelah bantuan tahap pertama dan kedua diserahkan kepada korban letusan di daerah Sleman, pada tahap ketiga ini relawan Tzu Chi Jakarta bergerak ke daerah Magelang, tepatnya di daerah Muntilan Jawa Tengah. Sebanyak 2.000 paket bantuan disiapkan untuk diberikan kepada para korban di beberapa lokasi pengungsian.
Doa Penghuni Panti untuk Ongko Wiyono

Doa Penghuni Panti untuk Ongko Wiyono

25 Oktober 2016

Relawan Tzu Chi dari Komunitas He Qi Barat berkunjung ke Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) Budi Mulia 2. Selain memberi perhatian, relawan juga membagikan 340 paket bingkisan untuk seluruh penghuni panti. Dalam kesempatan yang sama, para penghuni panti juga berdoa untuk kesehatan Ongko Wiyono, relawan Tzu Chi yang baru menjalani operasi. 

Berlombalah demi kebaikan di dalam kehidupan, manfaatkanlah setiap detik dengan sebaik-baiknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -