Hartono (61) sudah menderita sakit di tenggorokan sejak 2011, setahun setelah anaknya, Putri (20) meninggal di tahun 2010 karena penyakit kelenjar getah bening. Hingga tahun 2021, selama 10 tahun, sakit di tenggorokannya itu tak dihiraukannya dan dia masih giat mencari nafkah sebagai teknisi listrik di PLN.
Tim redaksi Yayasan Tzu Chi yang ikut bersama relawan Kota Bekasi kesulitan berbincang dengan Hartono, karena suara hartono sudah tidak terdengar. Jadi kami berbincang dengan Ritawati (42) istri dari Hartono yang biasa disapa Wati yang selalu mendampingi Hartono ke rumah sakit sejak setahun yang lalu hingga saat ini.
Relawan Tzu Chi datang berkunjung ke rumah Hartono yang menderita kanker laring. Hartono mendapat bantuan berupa beras, susu, sembako, alat-alat medis seperti kain kasa, betadine, plaster, tisu, dan transportasi selama Hartono berobat.
Wati menceritakan awal Hartono mulai mengalami gangguan pita suara yang makin lama semakin mengecil pada tahun 2021. Wati merasa bingung dan panik karena Hartono bolak balik ke rumah sakit. Sementara ekonomi keluarga sangat susah.
“Saya bingung sama biayanya anak baru setahun meninggal ini sekarang bapaknya sakit,” keluh Wati. Rupanya Hartono masih menyimpan nomor telepon Denasari relawan Tzu Chi yang pada 2010 membantu pengobatan Putri. Hartono melalui Wati mencoba menghubungi Dena untuk mengabarkan bahwa Hartono sedang sakit. “Bu, coba minta tolong ke Bunda Dena,” ucap Wati mengingat awal berkomunikasi dengan Dena.
Relawan Tzu Chi membawakan dan memberikan langsung beras 10 kg kepada Ritawati, istri Hartono yang menderita kanker laring. Hartono sangat bersyukur selama pengobatannya dibantu oleh Tzu Chi hinga saat ini.
“Awalnya tahun 2021 bapak suaranya serak, tapi makin lama makin kecil trus berobat ke RS. Tiara deket rumah dan dirujuk ke RS. Hermina Bekasi. Di RS. Hermina dirujuk lagi ke RS. Polri Kramat Jati, di RS. Polri operasi dan dirawat sekitar 2 minggu,” tutur Wati.
Kondisi Hartono saat kami berkunjung kurang sehat karena sering sesak napas. “Ini sekarang sering nyesek karena lubang di tenggorokan makin kecil. Kemarin bapak berobat lagi ke RS. Hermina kata dokternya harus dilakukan tindakan pembesaran lubang di tenggorokan,” ungkap Wati.
Hartono mendapat bantuan rutin dari Tzu Chi berupa beras, susu, dan transportasi selama Hartono berobat. “Bantuan dari Tzu Chi untuk saya bener-bener nolong banget. Anak saya yang kecil sampe dijadiin anak asuh, karena waktu itu saya mau berentiin sekolahnya, abis saya udah nggak punya uang,” ucap Wati.
Perekonomian Hartono yang sudah tidak bekerja saat ini dibantu oleh Wati yang bekerja sebagai buruh cuci setrika di perumahan dan berjualan kue seperti membuat risol dan kripik bawang. “Kadang bapaknya bantuain saya buat risol sama kripik bawang kalo lagi nggak nyesek. Kue ini saya titipin di warung-warung,” ujar Wati.
Relawan kembang Tzu Chi ikut hadir dalam kunjungan kasih ini. Denasari berharap diikutsertakannya relawan baru dapat lebih memahami kerja amal kemanusiaan Tzu Chi untuk membantu orang yang kesusahan.
Wati mengucapkan banyak terima kasih sudah dibantu oleh Yayasan Buddha Tzu Chi. “Kalo nggak ada bantuan dari Buddha Tzu Chi nggak tahu deh nasib suami saya,” ucap Wati sambil menangis. Namun, cucu dari Hartono ada memberi bantuan berupa membelikan alat pipa (alat untuk bernapas) untuk di tenggorokan Hartono.
Wati berharap Hartono dapat sehat kembali dan bisa bekerja lagi karena Hartono bisa bekerja apa saja. “Kadang ada yang minta tolong benerin kompor, kalo yang berat-berat nggak saya kasih, untungnya bapak apa aja bisa, jadi nggak putus buat makan sehari-hari,” ujar Wati.
Kondisi penyakit tenggorokan Hartono yang berlarut larut sejak 2011 sangatlah fatal. Muncul benjolan di leher Hartono. Semakin lama benjolan di leher makin bertambah besar dan mulai menyebar ke kelenjar getah bening atau organ terdekat.
Pada pemeriksaan di RS. Bhayangkari Kramat Jati Hartono harus menjalani tindakan operasi laringektomi total, sebuah tindakan medis untuk memotong seluruh bagian laring (kotak suara). Kelenjar getah bening di sekitar laring juga akan diangkat jika telah terserang kanker. Setelah itu, dokter akan membuat lubang permanen pada leher Hartono untuk membantunya bernapas.
Hartono menunjukkan lubang di tenggorokan yang dibuat oleh tim dokter. Tindakan operasi laringektomi total dilakukan untuk memotong seluruh bagian laring.
Pascaoperasi Hartono harus menjalani radioterapi di RSCM sebanyak 33 kali untuk mencegah sel kanker tumbuh kembali dan menghentikan pertumbuhannya.
Pada tahun 2021, Denasari segera mendatangi rumah Hartono yang terletak di Babelan Kabupaten Bekasi. “Waktu saya survei kondisi Hartono sudah lemah dan belum ada tindakan operasi, badan kurus dan hanya tiduran di kasur. Saya diberi tahu Hartono bahwa dia mengidap penyakit kanker di tenggorokan, tapi masih bisa bicara,” ungkap Dena.
Pada saat itu Hartono belum memiliki kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Denasari segera membantu untuk mengurus BPJS kesehatan Hartono di wilayah Kabupaten Bekasi agar pengobatannya dapat berjalan tanpa biaya. Setelah surat-surat administrasinya lengkap dan sudah diajukan ke Tzu Chi, relawan segera mensurvei untuk datang ke rumah Hartono. Singkat cerita diputuskan untuk membantu Hartono sebagai bantuan khusus Tzu Chi.
Dena menjelaskan pada waktu berobat pertama, Tzu Chi membantu biaya transportasi berobat, sedangkan pengobatannya ditanggung semua oleh BPJS. Pengobatan berikutnya Hartono di rujuk ke RS. Bhayangkara Kramat Jati hingga menjalani operasi pertama di RS. Polri.
“Waktu berobat di RS. Polri pascaoperasi, Tzu Chi membantu alat-alat kesehatan seperti kain kasa, betadine, plaster, dan tisu,” kata Dena. Pascaoperasi, kondisi Hartono harus kehilangan pita suara dan harus menjalani pengobatan radioterapi sebanyak 33 kali.
Hartono menuangkan beras yang diberikan oleh Tzu Chi. Hartono sangat berterima kasih atas bantuan yang diberikan sejak bantuan anaknya Putri dan kini Hartono dalam menjalani pengobatan.
Pada 31 Mei 2022 tujuh orang relawan Bekasi datang kembali mengunjungi Hartono untuk melihat kondisi kesehatannya pasca menjalani radioterapi. Sudah satu tahun lebih relawan tidak datang kerumah akibat pandemi Covid-19, namun komunikasi tetap berjalan dengan baik antara Hartono dan relawan Tzu Chi Bekasi.
“Hari ini saya mengajak relawan Bekasi yang baru bergabung dengan Tzu Chi untuk bekunjung ke rumah Pak Hartono sekaligus membawa bingkisan paket sembako dan alat-alat medis,” ujar Dena. Dena sengaja mengajak relawan yang baru bergabung di Tzu Chi untuk mengenalkan kegiatan amal kemanusiaan Tzu Chi yang salah satunya adalah kunjungan kasih ini.
Dena mengajak relawan yang baru bergabung di Tzu Chi agar mereka melihat langsung bahwa dana yang kita serahkan ke Tzu Chi salah satunya untuk membantu seperti Hartono ini. “Mereka bisa lihat langsung dan merasakan dan dari kunjungan kasih ini mereka bisa berbagi dengan orang lain kondisi kehidupan orang yang sedang sakit dan dalam kondisi sulit,” ujar Dena.
Ritawati dan Hartono sedang membuat adonan risol dan kripik bawang untuk dijual demi mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Wati juga bekerja menjadi buruh cuci dan setrika.
Para relawan yang hadir mengungkapkan rasa empati dan prihatinnya ketika melihat langsung kondisi keluarga Hartono yang dibantu oleh Yayasan Tzu Chi. Relawan bisa melihat langsung bantuan dan kerja relawan Tzu Chi di lapangan. Merry salah satu relawan Tzu Chi Kota Bekasi mengatakan sangat bersyukur dan terima kasih kepada relawan Tzu Chi yang mengajaknya ke rumah Hartono.
“Saya sangat bersyur sekali bisa ikut kunjungan kasih ini, saya bisa lebih memahami dan prosedur bantuannya seperti ini,” ujar Merry. Perasaan bersyukur juga sama yang dirasakan oleh Lena. “Banyak pasien-pasien yang dibantu oleh Tzu Chi. Kita tahu bantuan donasi Tzu Chi itu digunakan untuk bantuan seperti pengobatan Pak Hartono ini dan kita bisa lihat langsung sakitnya Pak Hartono. Dari kunjungan ini kita jadi mendapat pelajaran dengan lebih perduli terhadap kesehatan diri kita,” ungkap Lena.
Dena berharap kepada Hartono untuk mengikuti anjuran dari dokter dan terus semangat untuk sehat kembali karena masih ada anak yang masih kecil. Ia juga berdoa semoga Hartono bisa bekerja kembali dan membantu Wati memenuhi kebutuhan. “Menjaga dan merawat orang sakit itu perlu kesabaran yang ekstra, capek badan dan capek pikiran juga. Jadi untuk kesembuhan Pak Hartono itu perlu dukungan dari keluarga terdekat juga,” harap Dena.
Editor: Metta Wulandari