Kisah Haru Sang Guru Ngaji

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto, Dok. Tzu Chi Indonesia

 

Syuaib dan Julaesih ketika mengajar mengaji anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya. Kondisi rumah yang “rapuh” membuat keduanya khawatir jika rumah panggung mereka ambruk.

Alhamdulillah, sekarang mah ibu dah nggak khawatir lagi rumah ini ambruk. Anak-anak bebas dah, mau kayak gimana juga dah nggak khawatir lagi,” kata Julaesih (62) bersemangat. Guru ngaji ini kini tak perlu lagi harus “cerewet” kepada murid-muridnya untuk tidak lagi lari-larian di rumahnya. Maklum saja, murid Julaesih dan suaminya, Syuaib (70) ada sekitar 30- 40 anak, dan sebagian ada yang masih sangat kecil (usia Taman Kanak-kanak) sehingga kerap berlari-lari di rumah panggung mereka yang kondisinya cukup memprihatinkan.


Relawan Tzu Chi bersama petugas dari kelurahan ketika menyurvei kondisi rumah Syuaib dan Julaesih.

“Waktu belum dibedah mah khawatir, namanya rumah panggung, takut kalo jeblos gitu gimana? Mana anak-anak mah kan nggak bisa dibilangin. Kalo pada ngaji tetap aja pada lompat-lompat, lari-larian kesana-kemari,” kata Julaesih, “makanya saya ah cerewet-cerewet dah, yang penting anak-anak pada aman ngajinya. Rumah nggak ambruk.” Itu baru dari sisi keamanan bangunan, belum dari sisi kenyamanan. Jika hujan tiba, maka puluhan ember akan berjejer rapi menampung cucuran air dari atap rumah yang bocor.

Ditemui di rumahnya, Kamal Muara, RT 006/004, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Kamis, 5 Desember 2019, Julaesih dan Syuaib tak henti-hentinya mengucap syukur dan berterima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi yang telah membangun kembali rumahnya. Kini rumah Julaesih dan Syuaib memang sudah jauh lebih baik. Bangunannya juga kuat dan kokoh, sekokoh tekad mereka dalam mengajarkan ilmu agama kepada anak-anak di lingkungannya. Keduanya kini sudah merasa tenang dan nyaman tinggal di rumah seluas 5 x 9 meter yang berdiri di atas tanah seluas 50 meter ini.


(a) Kondisi rumah sebelum dibedah.


(b) Kondisi rumah setelah dibedah.

Sebagai guru ngaji, Julaesih dan Syuaib ikhlas mengajar anak-anak sejak 30 tahun lalu. Bayarannya sukarela, satu anak membayar sepuluh ribu per bulan. Itu pun tidak semua membayar. Keikhlasan itulah barangkali yang membuat rumah guru ngaji ini menjadi salah satu dari 10 rumah yang dibangun kembali oleh Tzu Chi di Kamal Muara, Jakarta Utara. Hal ini pula yang membuat keduanya bisa merasa  lebih tenang dan nyaman di usia senjanya. “Sekarang dah nyaman, tenang, anak-anak (murid) mau pada apa juga dah nggak khawatir lagi. Alhamdulillah dan nyaman benar sekarang,” ungkap Julaesih.

Ketenangan Di Hari Tua

 

Teksan Luis, koordinator program Bedah Rumah Tzu Chi di Kamal Muara bersama Sudarman Lim, relawan Tzu Chi lainnya ketika menyurvei rumah Nenek Turaeni.

Seperti Julaesih, Turaenih juga merasa bahagia setelah rumahnya dibangun kembali oleh Tzu Chi. Wanita berusia 68 tahun ini kini lebih tenang menjalani hari tuanya bersama anak, menantu, dan dua orang cucunya. “Sayang banget, cucu nenek yang pengen banget tidur di rumah yang bagus keburu meninggal,” kata Turaenih lirih. Azril, cucu Turaeni meninggal di bulan Maret 2019, dan selepas 100 Hari Selamatan meninggalnya sang cucu, rumah Turaeni kemudian mulai dibongkar dan dibangun Tzu Chi. “Padahal dia tuh yang sering ngomong, ‘kapan ya, Nek, rumah kita bisa bagus’,” kata Rice (36), anak keempat Turaeni yang tinggal bersamanya.

Di usia senjanya, ingatan Turaenih masih sangat kuat. Nada suaranya pun terdengar jelas dan tegas. Usia hanya mengalahkan fisiknya. Turaeni lebih banyak duduk karena tak lagi banyak aktivitas yang bisa dilakukannya. Dari posisi duduk, untuk berdiri Turaeni harus “berjuang keras”. “Kalo jalan lebih capek lagi, dada nyesek kalo jalan lama,” ungkapnya sambil tetap tersenyum.


(A) Turaeni bersama anaknya di depan rumah sebelum dibedah.


(B) Turaeni bersama anaknya di depan rumah setelah dibedah.

Wanita asal Indramayu, Jawa Barat ini menceritakan kembali kondisi rumahnya sebelum dibedah Tzu Chi. “Kalo dulu hujan banjir, amblas. Asbesnya (atap) juga dah pada banyak yang pecah, jadi kalo hujan lebih banyak ngungsi ke tetangga,” ungkapnya. Sudah 23 tahun kondisi rumah ini rusak tanpa pernah bisa mereka perbaiki. “Nggak mampu buat perbaiki rumah. Suami saya kerjanya di pabrik, penghasilannya cukup buat makan sehari-hari dan kebutuhan anak-anak aja,” kata Rice. Karena itulah ibu dan anak ini sangat bersyukur rumah mereka diperbaiki oleh Tzu Chi.

“Alhamdulillah dah enak, tidur juga enak, biar makan sama garam juga enak. Lebih tenang dan nyaman. Dulu kalo hujan biasa bocor dari sono ke sini. Sekarang hujan gede malah nggak tahu, saking nyamannya,” kata Turaeni tertawa.


Artikel Terkait

Membangun Harapan di Rumah yang Lebih Baik

Membangun Harapan di Rumah yang Lebih Baik

18 November 2019

Sulusia (36) dan Hendra (26) adalah dua diantara keluarga penerima bantuan Bedah Rumah Tzu Chi di Kamal Muara, Jakarta Utara. Perubahan hidup dirasakan keduanya setelah rumahnya dibangun kembali oleh Tzu Chi. Rasa khawatir, cemas, dan takut akan rumah roboh dan banjir kini sudah tak lagi mengganggu hari-hari mereka. Yang ada justru semangat dan harapan untuk meraih hidup lebih baik lagi.

Doa dan Harapan di Rumah yang Baru

Doa dan Harapan di Rumah yang Baru

18 November 2019

Pada Minggu, 17 November 2019 diadakan acara seremoni penyerahan kunci rumah kepada 10 warga yang mendapatkan bantuan program bebenah kampung Tzu Chi di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.

Kisah Haru Sang Guru Ngaji

Kisah Haru Sang Guru Ngaji

09 Desember 2019

Rumah bukan semata tempat tinggal, tetapi rumah adalah hal utama yang memberikan ketenangan batin dan kenyamanan penghuninya. Seperti Julaesih (62) dan Turaeni (68), keduanya kini bisa merasakan hidup yang tenang dan nyaman di usia senja mereka.

Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -