Sebagai seorang nurse educator, Novrin (kanan) membimbing perawat baru atau pun mahasiswa magang agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan budaya humanis.
Saat mengantar sang ayah ke rumah sakit karena hipertensi, Novrin yang kala itu masih duduk di bangku SMA mendapat pengalaman kurang mengenakkan. Tim medis di sana justru tak acuh dan cuek.
Kenapa ya mereka seperti itu? Novrin heran padahal orang sakit memang ditangani oleh tenaga kesehatan. Dari situ ia ingin sekali menjadi dokter atau perawat yang ramah pada pasien. Ia bertekad mencari beasiswa untuk mewujudkannya.
“Saya tahu orang tua punya penghasilan, tapi yang namanya kuliah pastinya tidak murah. Jangan sampai orang tua berutang untuk menyekolahkan kami,” prinsip sulung lima bersaudara ini. Ibunya seorang guru, sementara ayahnya bekerja di kantor kecamatan.
Lulus SMA, Novrin yang berasal dari Kabupaten Nias, Sumatra Utara ini mencoba peruntungan dengan merantau ke Jakarta seraya mencari beasiswa. Ia tinggal di rumah kerabat di Jakarta Utara.
Kesungguhan Novrin memperoleh beasiswa pun menemukan jalannya. Kebetulan ia punya teman yang berkuliah di STIK Sint Carolus Jakarta. Ia menanyakan apa ada beasiswa di sana. Sang teman menjawab kurang tahu, namun ada temannya yang dapat beasiswa Tzu Chi. Novrin pun dikenalkan pada temannya itu dan kemudian menemaninya mengajukan beasiswa ke Tzu Chi Center, PIK.
“Kamu ini sebenarnya sudah terlambat, beasiswa itu buka dari Januari sampai April. Ini sudah bulan Agustus,” ujar Ria Sulaiman, relawan Tzu Chi sekaligus staf yang menangani beasiswa, kala itu.
“Shigu boleh enggak ya dibantu biar saya bisa mendapatkan beasiswa tersebut.” Novrin sangat berharap.
“Ya sudah coba kamu apply. Kalau orang lain diberikan tantangan minimal IPK 3. Kalau kamu, kamu harus menjanjikan saya di atas itu, karena kamu ini sudah terlambat daftarnya.” Tutur Ria.
“Berapa Shigu?” Padahal saat itu Novrin kurang mengerti apa itu IPK.
“Ya sudah 3,3 ya..”
Beberapa hari kemudian Novrin menjalani interview di Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi Cengkareng. Ia lolos dan dapat berkuliah di STIK Sint Carolus. Total IPK Novrin dari semester 1-8 rata-ratanya 3,93, fantastis.
“Saya diberi kesempatan ya saya tidak menyi-nyiakannya. Kalau saya diberi beasiswa sekolah ya sudah sekolah yang benar,” kata Novrin.
Lulus S1, Novrin lanjut pendidikan Nurse setahun dan selesai Oktober 2020. Sembari menunggu STR (Surat Tanda Registrasi) ia magang di RSCK. Hingga pada Maret 2021 ia ditugaskan di Tzu Chi Hospital, PIK. Selain menjadi perawat di rawat inap, Novrin kerap menjadi penanggung jawab di banyak program kegiatan Tzu Chi Hospital.
Ketekunan dan etos kerjanya yang baik membuatnya dilirik menjadi seorang Nurse Educator atau perawat pendidik. Ners Educator ini ada sejak Agustus 2023. Saat ini Tzu Chi Hospital punya tujuh Nurse Educator. “Kenapa harus ada Nurse Educator? Harapannya ketika ada teman-teman baru, ada perawat baru, dia punya teman, dia ada orang yang mengajar, ada yang membimbing,” terangnya.
Pelatihan Budaya Humanis
Novrin menegaskan, di Tzu Chi kita diajarkan bahwa, saya yang memberi, saya juga yang harus berterima kasih, karena tanpa mereka kita tidak punya ladang berkah.
Dokter Suryanto, Direktur Medis Tzu Chi Hospital turut menjadi pemateri dalam pelatihan budaya humanis.
Sejak Mei 2024, Bidang Pendidikan dan Pelatihan Keperawataan di Tzu Chi Hospital rutin mengadakan pelatihan budaya humanis untuk karyawan di Tzu Chi Hospital. Pelatihan ini digelar setiap Kamis dan diikuti oleh berbagai tim seperti farmasi, gizi, rekam medis, serta petugas lab radiologi. Kamis, 25 Juli 2024, Novrin menjadi salah satu pemateri utama yang mengajarkan tentang standar sikap bagaimana menjadi karyawan Tzu Chi Hospital.
“Ketika menjumpai orang, tanpa mengenal dia siapa, kita harus menyapa, harus senyum. Harapannya supaya orang ini menganggap kita ada untuk membantu dia. Baik pada pasien, teman kerja, atasan atau siapapun ketika kita sudah menerapkan bahwa saya bekerja memberikan yang terbaik, saya menghargai dan saya memberikan sikap yang hangat, semua orang pasti merasa lebih nyaman. Dan pasien juga merasakan oh saya diperhatikan,” tutur pemilik nama lengkap Novrin Senselia Putri Ziliwu ini.
Novrin juga berbagi pengalamannya belum lama ini. Sebelum pulang, ketika pergantian dinas, ia bersama timnya menyempatkan ke kamar pasien untuk menanyakan kabar. “Tiba-tiba pasien mengatakan, ‘saya sangat berterima kasih, di Tzu Chi ini memang beda.’ Saya iseng tanya, apa Bu yang buat beda? ‘Di sini cinta kasihnya sangat terlihat.’ Ternyata cinta kasih yang kami tunjukkan dirasakan pasien. Jadi kalau saya tahu konsep cinta kasih tapi saya tidak bisa membuat orang lain merasakan ya sama saja bohong. Yang kita harapkan adalah saya mengerti konsep dan orang lain merasakannya,” katanya.
“Tanpa ada beasiswa Tzu Chi, belum tentu saya bisa berdiri di sini. Artinya saya adalah orang yang beruntung,” ujar Novrin.
Sementara itu, dengan kecakapannya dalam bekerja, Novrin kembali mendapatkan beasiswa Tzu Chi untuk melanjutkan kuliah S2 Keperawatan di Universitas Indonesia.
“Sesuai yang Master Cheng Yen sampaikan ya, di Tzu Chi itu jalinan jodoh baiknya sangat banyak. Dan saya merasakan bahwa selama saya ditempatkan di Tzu Chi ini saya bertemu dengan banyak sekali orang-orang baik. Jadi Gan en untuk Tzu Chi yang sudah menuntun saya, sudah memfasilitasi saya untuk berkarir sampai di titik ini,” tuturnya penuh rasa syukur.
Tak terasa lebih dari tiga tahun Novrin bekerja di Tzu Chi Hospital. Seperti janjinya dulu saat mengantar mendiang sang ayah berobat, ia pun menjadi perawat yang melayani pasien dengan penuh cinta kasih. Ia sungguh bersyukur bekerja di Tzu Chi Hospital yang melayani pasien seperti keluarga sendiri.
Editor: Arimami Suryo A.