Kisah Tabungan Batu Bata
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta WulandariRumah mereka yang dulunya tak layak huni kini telah berubah menjadi indah. Impian mereka yang dulu terasa sangat tinggi kini sudah mampu tergapai. Luapan sukacita tergambar dari setiap senyum yang tergurat di wajah mereka, juga terlihat dari genggaman tangan penuh kehangatan keluarga. Berbagai kisah terukir dari adanya rumah baru ini. Salah satunya adalah kisah tabungan batu-bata dari H. Azhari. “Dulu saya kumpulkan batu bata dari para tetangga yang rumahnya dibongkar. Saya beli dari mereka. Buat benerin rumah,” ujar H. Azhari. Tumpukan batu di depan rumah guru mengaji ini memang terlihat di foto yang terpasang di depan rumah barunya. “Foto ini, foto rumah saya dulu sebelum dibangun. Ya seperti ini saja, apa adanya,” tuturnya sambil memandang foto kenangan tersebut.
Ustaz Azhari memang mempunyai mimpi untuk membuatkan sebuah rumah yang layak untuk istri dan keempat anaknya. Makanya ia menyisihkan uang dan menabung material (bahan bangunan), yang didapat dari puing-puing bangunan rumah tetangganya. “Kalau sisa bangunan dari tetangga kan harganya beda,” ujarnya. Dari batu-bata, ia berpikir akan menabung kembali dan membeli pasir, setelah pasir mungkin tabungannya akan bisa membeli semen, dan seterusnya. Begitulah pemikirannya. “Sedikit- sedikit, semampu kita,” kisahnya. Mengenai berapa lama ia mengumpulkan batu-bata, ia hanya tersenyum. Namun, sang istri, Hj. Saidah, sangat mengingat perjuangan mereka itu. “Sudah lebih dari empat tahun,” ucapnya sambil tertawa.
Saidah mengatakan bahwa ia sangat mengingat bagaimana awal perjuangan mereka untuk mewujudkan mimpi. “Saat itu saya sedang hamil anak ke-4, Shaqila, masih hamil 7 bulan,” ujar Saidah sambil mengelus rambut Shaqila yang kini telah berusia 4 tahun. Dengan menggendong beban di perutnya saat kandungannya telah berusia 7 bulan, Saidah meneguhkan diri untuk membantu sang suami mengangkut batu-bata dari rumah tetangga. Keteguhan hatinya merupakan wujud dukungan yang ia berikan pada suaminya demi mewujudkan mimpi bersama. Membangun istana mereka.
Tak disangka, mimpi yang dibangun di atas niat dan keyakinan seketika berubah menjadi nyata. “Kami seperti menabung batu-bata,” ujar Ustaz Azhari, “dulu membeli batu-bata, tapi pas rumahnya dibangun ternyata materialnya beda. Nggak jadi dipakai, akhirnya saya jual lagi. Uangnya bisa dipakai buat ngelayanin tukang,” tuturnya disertai senyum mengembang. Kini tidak hanya ia yang tenang. Istri, anak dan murid yang mengaji di rumahnya juga sudah bisa tenang apabila musim penghujan tiba. Metode tambal sulam (menambal genteng yang bocor) yang biasa ia lakukan juga sudah tidak perlu lagi karena atap sudah kuat dan dinding sudah tebal.
Sama halnya dengan perasaan keluarga Ustaz Azhari, perasaan senang juga dirasakan oleh Maesaroh. “Seneng banget rumahnya bagus, tidak bocor,” ucap Maesaroh diikuti anggukkan oleh beberapa warga lain yang juga berpendapat sama. Begitu juga dengan Mak Ramlah, beberapa bulan lalu (14 Oktober 2013) saat rumahnya baru saja dibongkar, ia mempunyai satu doa bahwa ia ingin sekali diberikan umur panjang oleh Yang Kuasa agar bisa menikmati rumah barunya. Kini doanya tersebut terkabul dan ucap syukur terucap tulus dari dalam hatinya. “Alhamdulillah Emak masih dikasih umur panjang, semoga nanti masih bisa berlebaran di rumah baru,” ujar nenek berusia 80 tahun ini. Kini rumah baru telah siap dihuni dengan kehangatan keluarga.
Mewujudkan Mimpi Rumah Layak Huni
Kebahagiaan ke-14 warga Lengkong Kulon, Tangerang Selatan ini, tak ubahnya bagai mimpi berubah menjadi nyata. Berkat satu Program Bedah Rumah Kampung Lengkong Ulama yang diinisiasi oleh Sinar Mas Land yang bekerjasama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi, mimpi mereka mempunyai rumah yang layak dapat terwujud. Bertempat di Taman Makam Lengkong Kyai (15 Juni 2014), Syukur Lawigena, direktur Sinar Mas Land mengungkapkan bahwa program ini merupakan program kepedulian sosial unggulan yang diusung oleh Sinar Mas Land demi mewujudkan mimpi rumah layak huni dan memberikan manfaat bagi warga. Program ini juga diharapkan dapat membantu pihak pemerintah dalam usaha untuk mengentaskan kemiskinan.
Dalam pelaksanaannya, program ini tak sepenuhnya lancar karena pada awalnya sempat ada penolakan dari para warga dalam proses pembangunan berkaitan dengan nama Tzu Chi yang mengandung unsur agama. Namun dengan pendekatan serta penjelasan, para warga mengerti bahwa Tzu Chi adalah universal dan membantu mereka yang benar-benar membutuhkan.