Kisah Tjie Tek Wai (1) : Hikmah Dibalik Musibah
Jurnalis : Praditya EP, Fotografer : Hadi Pranoto, Praditya EPPada tahun 2013 Tjie Tek Wai mengalami kecelakaan yang mengakibatkan anak sulungnya yang bernama Willy meninggal dunia, ia sangat tepukul dan merasa bersalah akibat dari kejadian tersebut. Kecelakaan tersebut juga mengakibatkan kaki kirinya harus mengalami kelumpuhan akibat banyak sistem sarafnya hancur karena daging-daging pada bagian kakinya sudah membusuk dan harus dibuang. “Entah seperti apa kenyataan ini harus saya terima, di saat anak yang sangat banggakan dan harapkan, harus pergi meninggalkan saya dan keluarga,” ungkap Tjie Tek Wai.
Tjie Tek Wai (54) dan Ani (50) dikaruniai dua orang putra yang bernama Willy dan Sien Sien. Tetapi anak kedua mereka memiliki kekurangan (Autism) sejak saat kecil, dimana selalu hyperactive yang membuat mereka berdua harus memberikan waktu dan perhatian ekstra untuk anaknya ini. Sementara Willy anak sulung mereka, merupakan anak yang berprestasi di sekolahnya, yang selalu mendapatkan rangking di kelas dan aktif berkegiatan di Sekolah Bunda Hati Kudus, Jakarta Barat. Sebenarnya, sebelum kecelakaan tersebut terjadi, ia mendapatkan beasiswa penuh, tanpa biaya sepeser pun dari salah satu universitas swasta terkemuka dibilangan Grogol, Jakarta Barat.
“Dia itu anak yang tahu keadaan keluarganya, jadi jarang menuntut seperti anak-anak lainnya. Dia pintar dan mandiri, saya tidak bisa membiayai pendidikannya lagi, tetapi tanpa saya harus membayar, dia sudah mendapatkannya sendiri, sekarang tinggal saya memikirkan adiknya saja,” pikir Tjie Tek Wai saat sebelum kejadian tersebut. Keduanya kerap menghabiskan waktu berdua bersama, dari berbicara tentang kegiatan masing-masing atau menonton DAAI TV bersama. “Papa gabung saja menjadi relawan Tzu Chi,” celetuk Willy saat menonton DAAI TV Indonesia. “Papa belum bisa, masih banyak beban kehidupan yang harus papa kerjakan,” jawabanya.
Pagi cerah di daerah Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Motor yang selalu dikendarai untuk mencari nafkah ini ditabrak sebuah bus, yang secara tiba-tiba belok di samping motor yang dikendarai Tjie Tek Wai bersama putranya. Rencana awal perjalan pagi itu sebenarnya menuju Tangerang, tempat dimana Tjie Tek Wai biasa membeli spare part motor untuk dijual kembali. “Saya bergelantungan pada sebuah besi, yang saya pikir itu as roda bus, rasanya tidak tahu lagi seperti apa sakitnya saat itu, dan entah bagaimana saya bisa berpegangan di besi itu. Kemudian tiba-tiba terdengar teriakan orang kesakitan yang berteriak sangat kencang, ternyata saya melihat anak saya juga ada kolong bus tersebut,” ucapnya lirih sambil menatap halaman luar rumahnya. “Saya lihat anak saya terlindas bus. Saat itu anak saya masih hidup, banyak warga menolong kami dan membawa kami ke dalam angkutan umum yang didekat lokasi saat itu,” tambahnya.
Sekitar pukul 09.00 WIB, mereka sampai di sebuah rumah sakit terdekat, dan langsung dibawa keruang UGD. “Saat itu banyak suster-suster yang menolong anak saya, tetapi kemudian selang beberapa menit tirai ditutup perawat di UGD. Selama saya di ruangan tersebut penanganannya sangat lambat. Kaki saya hanya diperban menggunakan kayu, mengakibatkan semakin sakit rasanya kaki saya,” ungkapnya. Tidak berselang setelah mereka sampai di UGD, keluarga dan kerabat mengunjunginya. Di saat sang istri menghampiri, kenyataan berat pun harus diterimanya: Willy tidak bisa tertolong.
Kondisi Kaki Tjie Tek Wei setelah melakukan operasi cangkok di bagian
betis kaki kirinya.
Selama perawatan di UGD, luka pada kakinya tidak kunjung dilakukan tindakkan, yang membuatnya semakin lama semakin merasakan sakit yang luar bisa. Akhirnya pihak keluarga memutuskan untuk memindahkannya ke rumah sakit yang lainnya. Sesaat setelah pindah kerumah sakit yang ditunjuk oleh keluarganya tersebut, tidak membuatnya semakin membaik. Setelah dilakukan operasi pada kakinya sebanyak dua kali, tidak membuat kakinya baik, namun semakin banyak menguarkan cairan terus-menerus. Keputusan final pun akhirnya keluarga memutuskan untuk pindah ke rumah sakit. Ini rumah sakit yang ketiga, akhirnya seorang dokter yang menanggani saya mengatakan, bahwa daging pada bagian betis saya sudah membusuk dan infeksi, harus dilakukan tindakan pembuangan daging. Setelah dilakukan operasi pembuangan daging, ternyata infeksi tidak teratasi. “Berminggu-minggu saya merasa tidak ada harapan lagi, dan saya sudah sangat putus asa. Di saat itu saya putuskan untuk meminta diri saya disuntik mati saja kepada dokter, tetapi tidak dizinkan," ungkapnya, sambil tersenyum mengingat kejadian saat itu.
Akhirnya setelah bingung dan putus asa, saudara dan kerabat membawanya ke Malaysia, karna setelah operasi pengangkatan daging, membuat kakinya tidak memiliki daging untuk melindungi tulang kakinya. Pengobatan di Malaysia akhirnya menjelaskan, bahwa bisa dilakukan pencangkokan daging, tetapi harus menunggu serabut-serabut atau daging-daging kecil tumbuh pada tulangnya, supaya saat pencangkokan sel-selnya bisa menyatu dengan tulangnya. Selama kurang lebih 1 bulan di Malaysia, menunggu sel-sel daging tumbuh dan pengobatan infeksi pada kakinya, akhirnya diputuskan untuk kembali ke Jakarta, karena keterbatasan dana yang semakin membebani keluarga dan saudara-saudaranya.
Berjodoh dengan Tzu Chi
Selama menunggu, kabar gembira pun akhirnya datang. Atas saran dari seorang teman, untuk mengajukan permohonan bantuan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Sampai pada akhirnya jalinan kasih dengan Tzu Chi bisa terjalin. “Dulu anak saya Willy pernah menyuruh saya untuk bergabung denga Tzu Chi, tetapi saya tidak bisa, akhirnya setelah kejadian ini semua, saya malah bisa berjodoh dengan Tzu Chi,” tegasnya. Selama masa pengobatan yang dibantu oleh Tzu Chi, akhirnya pencangkokkan daging pada betis kakinya bisa dilakukan, dengan mengambil daging pada bagian perutnya. Dalam masa penyembuhan dan operasi yang dilakukan di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, para relawan-relawan Tzu Chi terus mendapinginya. “Relawan-relawan Tzu Chi selalu memberikan saya motivasi, dan saya dibantu secara nyata adanya oleh mereka, baik motivasi untuk sehat, maupun motovasi untuk menjalani sisa hidup ini lebih baik,” tagasnya. “Tzu Chi adalah suatu organisasi yang memiliki cinta kasih yang universal, dimana tidak membedakan agama, golongan, ras dan hal-hal lainnya,” tambahnya.
Selama masa pengobatan, Hendra seorang relawan dari He-Qi Barat selalu menemaninya dan membimbingnya tanpa mengenal lelah. “Sekarang ini sudah banyak perubahan yang terjadi, awal saya mengenal Tjie Tek Wai itu, masih memiliki sifat emosional. Ya mungkin emosi itu muncul dari kejadian yang dialaminya. Saat ini setelah saya dan relawan lainnya menemani dan berkomunikasi dengannya, dia sekarang aktif mengikuti kegiatan di Tzu Chi. Saat ini kondisi Tjie Tek Wai masih harus melakukan pengobatan dan terapi yang harus dijalaninya, dan saya atau relawan lainnya pasti menemaninya. Sekarang sudah banyak perubahan yang baik dan sudah bisa mengikuti kegiatan bersama Tzu Chi,” ujar relawan yang selalu menyemangatinya dan melihat perkembangan Tjie Tek Wai.
Tjie Tek Wei memperlihatkan, album foto-foto kenangan kegiatan Willy
semasa hidup kepada Hendra.
Saat ini Tjie Tek Wai sudah bisa berjalan dan aktif berkegiatan di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Duri Kosambi, Jakarta Barat. Dengan didampingi Johnny seorang relawan Tzu Chi, yang selalu membantunya berkegiatan di Depo. Saat ini Tjie Tek Wai adalah seorang relawan di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi, walaupun untuk mengikuti kegiatan di Depo, dirinya hanya bisa datang seminggu 2 kali, yakni setiap hari selasa dan kamis dari jam 08.00 sampai 13.00 WIB, dikarenakan saat ini kakinya masih sering keram dan sakit saat duduk atau berjalan terlalulu lama. Dari apa yang terjadi dalam kehidupan Tjie Tek Wai ini, di baliknya ada pelajaran tentang semangat untuk bangkit dan melanjutkan kehidupan.
Bersambung ke bagian 2.
Artikel Terkait
Kisah Pasien Tjie Tek Wai : Energi Positif Pelatihan Diri
28 Juli 2016Kisah Tjie Tek Wai (1) : Hikmah Dibalik Musibah
10 Juni 2016Pada tahun 2013, Tjie Tek Wai mengalami kecelakaan yang mengakibatkan anak sulungnya yang bernama Willy meninggal dunia. Ia sangat tepukul dan merasa bersalah akibat dari kejadian tersebut. Kecelakaan tersebut juga mengakibatkan kaki kirinya harus mengalami kelumpuhan akibat banyak sistem sarafnya hancur.
Kisah Tjie Tek Wai (2) : Energi Positif Pelatihan Diri
10 Juni 2016Tjie Tek Wai aktif mengikuti kegiatan relawan Tzu Chi di Depo Pelestarian Lingkungan Duri Kosambi, Jakarta Barat, hingga saat ini. Banyak perubahan dalam dirinya setelah bergabung dalam kegiatan pelestarian lingkungan Tzu Chi ini.